Lala terlihat terburu-buru,langkah kakinya dipercepat untuk segera sampai di ruangan dimana Hendro dirawat. Tampak Anita duduk termenung disamping Hendro yang masih dipenuhi dengan selang.
"Nita" sapa Lala lirih
"Lala kapan datang?"sedikit terkejut Anita langsung berdiri.
Terlihat tampak jelas, perut Anita makin membesar.
"Gimana Nita, keadaan baby kamu? makin membesar tidak bisa ditutupi Nit" seru Lala
"Keluarga ku sudah mengetahui,begitu juga keluarga Hendro, tinggal menunggu beberapa bulan saja aku melahirkan La"
"Owwww"pikiran Lala sudah terbang entah kemana.
"Lalu apa rencanamu?"
"Tidak ada, resikonya hanya dua. Jika Hendro sadar maka aku menikah, jika belum maka aku akan melahirkan sendiri tanpa pernikahan dan aku tau resikonya"
"Semoga kau kuat menghadapi ini Nit"
"Makasih La, maafkan aku ya La jika aku melukai perasaan mu"
"Bukan saatnya lagi hal itu menjadi sakit hati Nit. Semua sudah menjadi bubur, tidak bisa kembali lagi seperti nasi"
"Oya aku keluar dulu ya,kalian bisa ngobrol berdua" ujar Nita.
"Kamu disini juga tidak mengapa"
"Sekalian aku diluar ada urusan sebentar" balas Anita
"Oooo oke" sahut Lala
Sejenak tampak asing setelah Lala mengetahui hal itu. Namun Lala mencoba tegar menghadapinya. Lala mengamati tiap lekukan wajah yang tampak tertidur pulas, dipandanginya hampir tak berkedip. Tangan Lala tiba-tiba menggenggam tangan Hendro, dalam hati kecil Lala berkata,
"Dro kita punya kenangan indah yang begitu lama, kau hempaskan,kau tarik kembali, membuat aku tak berdaya. Namun, aku berusaha keras untuk pergi, dan entah mengapa Mamamu berusaha keras untuk aku kembali disaat segalanya gak mungkin kita bersama" tak terasa buliran bening melangkah halus di pipi Lala.
Jari tangan Hendro tiba-tiba memberi reaksi, seketika Lala terkejut.
"Mas ! kau dengar kata hatiku kah?" Sambil ditatap terus wajah Hendro yang tak bergeming itu.
Namun Hendro tetap belum membuka matanya.
"Andaikan waktu berpihak padaku, dan kamu tak bersama Anita, apa mungkin tidak begini jalan hidupmu Mas" guman Lala.
Lama Lala berbincang sendiri, meski Lala tau Hendro tak akan bergeming, namun Lala terus bercerita akan hari-harinya. Lala mencoba keluar sebentar. Udara di luar terasa dingin, mantel yang dikenakan Lala seakan tak mampu menghangatkannya. Melangkah kaki di jalan lorong rumah sakit yang dilaluinya sepanjang langkah itu Lala tak tampak tersenyum.
"Lala mau kemana?" panggil Anita
Tak sengaja Lala berpapasan dengan Anita di lorong dan tampak letih berjalan dengan perutnya yang makin tampak terlihat. Anita memegang lengan Lala, sambil menatap tanpa henti ke wajah Lala.
"Lala kau nampak kusut, besok dan seterusnya beristirahat saja jangan kawatir kan Hendro, dia akan baik-baik saja" sambung Anita mencoba menenangkan hati Lala.
Senyum tipis mengembang disudut bibir mungil Lala
"Sudahlah Nit, jangan kawatir kan kusamnya wajahku ataupun waktu ku, aku tau resiko apa yang aku hadapi. Kamu jangan sering-sering ke rumah sakit, jagalah kesehatan bayimu" tegas Lala.
"Kau mau kemana?"
"Maaf Nit, aku mau pulang. Hendro aman kok disini banyak suster juga, jadi tak perlu dikawatirkan"
"Aku sih berpikir demikian, ya sudah hati-hati ya La"
"Okey Nit, byee"
Lala melangkah menjauh meninggalkan Anita dan tak menghiraukannya kembali.
Anita hanya terpaku dengan sikap Lala.
Anita kini menggantikan Lala disamping Hendro.
"Dro cepat lah pulih, jangan sampai anak ini lahir kamu belum juga siuman" guman Anita di samping tempat tidur Hendro.
Tampak Anita berkaca-kaca sambil sesekali menghapuskan air matanya yang tanpa disadari jatuh membasahi pipinya.
"Maafkan aku Dro maafkan aku" guman Anita sambil di genggam tangan Hendro.
Hanya bunyi alat detak yang tak pernah berhenti, memecah kesunyian dalam kamar rumah sakit. Tetap tertidur pulas, dengan berbagai perban yang menutupi sebagian tubuhnya.
Anita menarik nafas dalam-dalam, sambil terus mengusap wajah Hendro. Tentu didalam hati Anita berkecamuk tak karuan,tidak banyak yang bisa dilakukan Anita.
kringggggg kringggggg
ponsel Anita berdering
"Hallo Nita ini Mama, kamu apa masih di rumah sakit?"
"Iya Ma, ada apa? belum lama juga aku menjaga Hendro. Tadi, di lorong berpapasan dengan Lala"
"Jangan pulang dulu, tunggu Mama datang tolong kabari Lala, nanti temani Mama di rumah sakit" ujar mama Hendro
"Lala sudah pamit pulang Ma baru saja,mungkin besok saya akan menghubungi Lala jika Mama tak keberatan"
"Mengapa tak kau cegah?"
"Maaf Ma, Anita kelupaan kalo Mama ingin bicara sama Lala"
"Ya sudah, kamu gantian jaga disitu. Kalo begitu besok saja Mama ke rumah sakit"
"Baik Ma"jawab Nita
Sejak kecelakaan itu, sikap mama Hendro sedikit berubah terhadap Anita. walau Anita tau, tapi Anita selalu menghempaskan pikirannya. Anita berusaha tetap seperti biasanya.
Anita begitu sangat lelah, Pagi sekali Anita berpamitan untuk pulang dan tak berapa lama terlihat wanita tengah baya yang mempercepat jalannya menghampiri Anita.
"Pulanglah, jangan paksa dirimu dan menyiksa diri untuk Hendro. Memang anak Mama salah, tapi musibah tidak pernah datang memberi kabar"
"Iya Ma, Anita paham kok"
"Apa sudah kau kabari Lala?"tanyanya
"Sudah Ma, setelah Mama menelpon semalam langsung Anita kirim chat"
"Tidak kau telepon?"
"Lala mungkin masih di perjalanan dan tentu sangat lelah jika harus kembali ke rumah sakit lagi"
"Oh begitu, baiklah. Mama akan tunggu hari ini"
"Anita pamit dulu Ma"
"Ya kamu hati-hati, jangan terlalu banyak pikiran"
"Baik Ma"
Anita berlalu menyusuri lorong hingga tak terlihat kembali.
Lama menunggu kedatangan Lala, Mama Hendro hanya mondar-mandir di ruangan. Tak sedikitpun anaknya diajak bicara. Sesekali Dia menatap penuh kesedihan, bukan masalah biaya Rumah sakit yang makin membengkak,namun problem pribadi yang sedang Hendro lalui menimpa di masa-masa sulit ini.
Lala yang berlarian kecil menuju ruangan terlihat sekali di raut wajahnya kecemasan takut akan hal buruk menimpa Hendro.
"Ma, sudah disini sejak kapan?"
"Duduklah dulu, kita ngobrol di luar saja nanti. Tunggu jam dokter saat memeriksanya. ini kurang satu jam lagi, sementara kita menjaga di sini"
"Lala kira mas Hendro drop lagi, aku jadi kawatir semalam Anita tidak menjelaskannya"
"Tidak mengapa, Sebenarnya Mama ingin bicara dari semalam. Itu Mama yang minta"
"Ow begitu"
"Tenangkan saja hatimu, tidak ada yang perlu dirisaukan La"
"Iya Ma"
Tak berapa lama, petugas Rumah sakit memberitahu untuk mengosongkan ruangan sejenak karena ada pemeriksaan Dokter. Lala dan Mama keluar di taman samping ruangan di mana Hendro dirawat.
"Mama senang sekali kamu masih perduli sama anak Mama, Mama tak menyangka kau menyembunyikan semuanya selama ini dari Mama"
"Maksud Mama apa?"
"Mama tau kamu masih mencintainya dan belum ada yang menggantikan posisi Hendro saat ini di hatimu"
"Mama bicara apa? Lala dan Hendro sejauh ini saling menyayangi, saling membantu dan saling memberikan dukungan satu dengan yang lainnya Ma, tidak lebih dari itu kok"
"Tidak perlu menutupi ataupun membohongi Mama"
"Tapi Ma, semua itu adalah salah"
"Ya Mama tau, salah untuk saat ini. Bukan disaat yang lalu. Mama salah selalu mengunggulkan Anita yang memang jelas-jelas kami sederajat dan memiliki kedudukan yang sama"
"Lala paham kok Ma dan Lala juga tak mau membuat acara pernikahan berantakan"
"Tanpa Kamu kawatir berantakan, ini juga sudah berantakan. Feeling Mama pernikahan itu tidak akan pernah terjadi, sebab melihat kondisi Hendro dan sifat Anita sendiri yang terkenal anak manja"
Lala tampak serius menyimak semua pembicaraan Mamanya Hendro dan sesekali melemparkan senyum tipis ke arah Mamanya Hendro.
"Nak Lala, maafkan kekhilafan Mama dan Hendro, jika memang ada yang membuatmu terluka dan sakit hati. Hendro menurut prediksi Dokter, tidak bisa pulih seratus persen seperti semula, sebab ada beberapa syaraf yang tidak bisa diperbaiki. Tapi semua itu tergantung keajaiban Tuhan. Mama hanya ingin kelak ada wanita yang sesabar kamu merawat Hendro di masa-masa pemulihannya. Kini Mama sadar betul betapa berharganya Hendro anak Mama satu-satunya yang harus Mama perjuangkan untuk sembuh"
Lala memberikan beberapa lembar tissue saat melihat air mata Mama Hendro mulai menetes.
"Mama tak tau lagi nak Lala harus pada siapa Mama ini berkeluh kesah, Mama senang ada kamu disini untuk mendengarkan Mama. Semua aset-aset Ayah Hendro sudah atas namanya, mulai bisnis percetakan hingga beberapa properti. Sejak hari itu, pukulan keras menghantam kami sebagai orang tua. Mama sudah menjual beberapa untuk menutup biaya Rumah sakit. Itu bukan masalah besarnya, Mama tidak tau bagaimana menghadapi keluarga besar Anita dan semua kerabat jika pernikahan ini batal. Tapi, Mama merasakan ini memang terjadi"
"Mama jangan berpikir demikian, pasti ada jalan keluar dari semua ini meskipun terlihat mustahil"
"Sudahlah nak Lala apa yang kami takutkan itulah yang akan terjadi. Pernyataan Dokter itu tidak pernah meleset"
Lala hanya menarik nafas dan menggenggam tangan Mama Hendro. Tak banyak yang bisa Lala lakukan, hanya mendengarkan semua derita Mama Hendro itu saat ini yang terbaik.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.