Lala hanya kelap kelipkan mata dan tak jua bisa memejamkannya. Tiba-tiba deringan telpon rumah Lala berbunyi,
Kringggggg kringggggggg
Lala berlarian mengangkat langsung telepon itu.
“Hallo”
“Hai,belum tidur ya?”
“Owwww kamu, gimana besok?” to the poin aja Lala menanyakannya
“Sabar dong, main tembak aj. Barusan beberes kedai. Aku tau kamu jengkel kan! Pasti wajahmu makin cantik klo jengkel gitu, tapi sayangnya gak bisa lihat. Hhhhh. Ya,besok aku temenin ya. Aku jemput jam.9 jangan lupa bilang sama Bapakmu sebelum aku sampai ya”
“Ok dech, makasih ya udah luangkan waktu besok buat aku” balas Lala
“Buruan tidur, jangan pikirkan yang macam macam. Aku masih sayang kamu cantik”
“Ah,gombalmu muncul lagi ya,hhhh.
Ya udah kamu hati hati ya say, jalanan malam lebih mengerikan”
“Okey, sampai ketemu besok ya, daaaa”
Lala terdiam sejenak dengan pikiran seribu warna. Tapi, ah sudahlah.
Detik jam terus berdetak, mata Lala tidak jua bisa terpejam. Dinding langit yang bisu memberi cerita sendiri untuk Lala.
“Laaaaa laaaaaa laaaaa ayo bangun sudah siang lekas lah ambil air wudhu”
Bapak membangunkan Lala dengan suara nyaringnya. Tidak biasanya memang. Karna biasanya Lala terbangun sendiri. Hari ini kesiangan karna semalam gak bisa tidur.
Pagi ini jadwal Lala lebih padat dari minggu-minggu sebelumnya.
Beberes rumah akhirnya kelar juga. Lala lihat jam di dinding masih sangat lama menuju angka sembilan. Sambil santai menunggu waktu, Bapak menemani Lala di teras rumah.
Mereka mulai ngobrol santai dan arah pembicaraannya mulai agak kearah serius.
“La,Bapak ini semakin tua, dan tidak selamanya sehat”
“Kok Bapak bilang gitu sich! nyantai napa sich Pak? Serius amat”
“Bukan begitu La, Bapak mau tanya laki-laki yang biasanya itu, yang sering ke mari itu apa serius sama kamu?”
“Napa Bapak bilang gitu?”
“Kok bapak lihat, dia aja yang ke mari, teman laki laki lain kamu tidak punya ya?”
“Ah Bapak ini, kayak gak pernah muda aja. Kan waktu itu Lala udah pernah cerita sama Bapak. Dia itu siapa dan apanya Lala”
“Bapak hanya gak mau kamu kecewa, karna kecewa itu sakit. Tapi, bolehlah kalo memang serius Bapak mau tanya tanya sama dia nak Hendro”
“ Lain waktu aja Pak, nanti klo mas Hendro jemput itu keburu waktunya. Ini nanti mau ke Gunung kapur, perjalanannya saja 3-4 jam lebih,belum macet dll-nya”
“ Owwww kirain mau main lama di rumah La, ya nanya dikit aja kalo gitu,” sambil senyum mengharap pada Lala.
Bapak Lala memang terlalu proteks sama diri Lala . Entah karna dia sudah mengenyam pahit getirnya kehidupan atau karna memang sayangnya terlalu berlebihan dengan diri Lala, entahlah.
Lala sudah bersiap , dengan beberapa lembar baju yang akan dikenakan nanti. Beberapa syal dan asesoris lain juga tak ketinggalan. Tas yang tak begitu besar, sudah penuh dengan isi didalamnya. Tinggal menunggu yang menjemput saja belum kelihatan batang hidungnya.
Lala hapal betul Hendro itu kalo jemput biasanya 30 menit sebelum waktu janji sudah sampai di teras rumah.
Tidak salah lagi, berapa lama kemudian
Nongol orangnya.
“Wahhh harum sekali. Pakai pasang wajah seger pula” sambil memarkirkan motornya Hendro lemparkan pujiannya.
Sambil tersipu, Lala balas dengan senyum tipis.
“ Masuk mas, tadi Bapak sudah nanyain Kamu loh”
“Emang ada apa an la? Kayak mau di interogasi saja”
“Engak mas, Cuma ngobrol biasa saja. Bukankah biasanya juga gitu kalo ke mari kan!”
“Iy sih ”
“Lupa ya, kan sudah jarang jarang ke mari dan ngobrol sama Bapak aku kan!”
“Ah, ya gak La ”
“ Duduk didalam saja” pinta Lala
Bapak yang sedari tadi pingin ngobrol sama Hendro akhirnya kesampaian juga.
“Masuk nak Hendro, sini duduk disini” sapa Bapak.
“Sehat Pak? Sudah sarapan Pak?” basa basinya mas Hendro
“Alhamdullilah sehat nak Hendro seperti yang nak Hendro lihat. Ini tadi barusan makan masakannya Lala”
“Oooo”
Ngobrol hanya sekedar basa basi, meski begitu adem rasanya melihat. Kami tertawa bersama.
Dan Bapak Lala tiba-tiba menanyakan sesuatu :
“ Nak Hendro ini kan sudah lama ya diperhatikan sama bapak kalo nak Hendro sepertinya suka sama Lala anak perempuan satu satunya yang Bapak punya”
Sambil mendengarkan serius Hendro menyimak apa yang akan disampaikan bapak Lala sama Hendro.
“Gini nak Hendro, kalo memang ada keseriusan dari pihak nak Hendro, Bapak sih suka suka saja dan Bapak nitip kamu bisa jaga hati Lala baik-baik” lanjut Bapak.
Tak berpikir panjang Hendro mangut mangut saja mendengar apa yang diomongkan bapak Lala. Dan Lala hanya terdiam, mencoba menganalisa apa yang sedang Hendro pikirkan.
“ Iy pak, saya berusaha sebaik mungkin tuk jaga hati Lala. Karna selama ini meski kami sama sama sibuk saya masih sempatkan waktu buat dia. Karna Lala kawan terbaik yang saya miliki saat ini”jelasnya.
Sejenak aku lirik tajam kearahnya. Dan sedikit aku berbisik ke mas Hendro “ kok ngomong gitu sich?”
Dia diam saja, tak bereaksi dengan bisikan Lala.
Mereka pun pamit berangkat, minta restu agar selamat sepanjang perjalanan baik berangkat ataupun pulang.
Sepanjang perjalanan mereka berdua terdiam. Bahkan saat lampu merah berhenti pun tak sepatah kata keluar dari bibir Hendro. Tidak juga dengan diri Lala.
Hanya sepatah kata menawari minum karna haus diperjalanan. Pikiran Lala yang tak menentu, karna Hendro hanya menyatakan Lala sebagai kawan terbaik. Apa mungkin itu dari hati yang dia katakan atau mungkin hanya belum siap berkata yang sejujurnya di depan Bapak Lala.
Semua masih misteri bagi Lala. Karena Hendro sikapnya selalu berubah ubah. Kadang sayang banget, kadang kasih surprise, kadang gk peduli juga,sangat ambigu.
Akhirnya sampai juga di lokasi yang mereka tuju.
Masih sepi, hanya beberapa pengunjung saja yang datang. tak jua terlihat batang hidungnya Tama.
“La,mana temanmu itu” tanya Hendro
“ Bentar lagi sampai kok, sudah masud batas kota mas”
“Ya udah kita tunggu saja, kita cari makan dulu yuk” ajak Hendro
Mereka memilih salah satu warung yang berjejer. Kurang dari 30 menit menunggu. Akhirnya sampai juga si Tama.
“Hai laa, lama ya?” sapa Tama
“Iya nich sampai garing” canda Lala
“ Oya ini kenalin Hendro dan mas Hendro ini kenalin Tama” lanjut Lala
Mereka bersalaman dan saling ngobrol.
Kami berjalan menyusuri jalan menuju gunung kapur yang tidak terlalu jauh dari tempat parkir.
Keindahan gunung kapur sungguh sangat mempesona. Lama nian tak kunjung kesini. Tak salah Lala memilih lokasi ini untuk mengambil gambar.
Tama masih sibuk mempersiapkan segala peralatannya.
“Mas, emmm kamu ingat gak waktu pertama kali kamu kejar kejar aku hanya tuk minta nomer telepon” Lala coba mengingatkan sedikit masa pertama dulu.
“Kenapa masih di ingat sih? Ya jelas ingatlah La, kamu yang sok jual mahal cuma mau tau nomer telepon kamu aja, kamu lari-lari mulu”
“Hehehehehehe, aku tuh seneng,kadang ketawa sendiri loh mas kalo inget pertama kita ketemu itu. Ada teman-teman kita,saling ejek, becanda, jalan-jalan santai norak pula. Aduh, ampun dech”
“Kamu yang paling lembut diantara mereka, makanya aku tuh pingin bisa taklukkan hati kamu. Akhirnya tuhan mengijinkan dengan segala upaya, hatimu terbuka untukku”
“Hhhhhhhhhh” mereka tertawa bersama
“Laaaa sini” panggil Tama
“Ayok mas, sudah siap ambil fotonya itu” ajak Lala ke mas Hendro
“Aku tunggu kamu disini aja ya La, gak lama kan?”
“ Gak mas Cuma ambil 10 foto saja. Ya, sudah aku kesana dulu ya” jawabku.
Sambil memanggutkan kepala menandakan dia setuju.
Lala berjalan menghampiri Tama.
“Asik ya, sambil berduaan. Aku obat nyamuknya” ujar Tama sambil tersenyum tipis.
“Ya itulah gunanya sahabat. Menjaga saat sahabatnya sedang pacaran, hhhhhh”
Take 10 gambar foto sudah diambil dari arah yang berbeda. Hasil bikin kaget, bagus banget.
"Ini masih alami, belum melalui proses editing" ujar Tama
“Tam, kalo sudah diedit jadi gimana gambarnya” tanya Lala
Lala yang tak paham dunia fotografi, mencoba belajar dari Tama. Karena dia kan mengambil jurusan itu.
“ Yang pasti lebih hidup, susah dech jelasinnya. Entar kalo sudah selesai tak kirim lewat chat ya, klo gak bisa ketemu langsung”
“Emmmmm, ok dech”
“Terus setelah ini kita kemana lagi Tam?”
“Ya pulanglah, lalu berdo’a supaya masuk nominasi, dan bisa dapat cuan”
“Hehehe iya ya”
“Kalo kamu masih mau disini sama tuk cowokmu, ya monggo saja”
“Ihhh kamu” sambil dipukul dikit lengan Tama.
Mereka berdua berjalan menghampiri Hendro yang dari tadi duduk sambil menikmati secangkir kopi.
“Sudah selesai mas Tama? hasilnya bagaimana?” tanya Hendro
“ Ini mas, lihat sendiri. Beruntung ya mas punya cewek cantik kayak Lala” ujar Tama.
“Ah, biasa aja mas”jawab Hendro
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.