Pertengkaran mulut gak habis antara Lala dan Hendro. Suasana hati Lala pecah tak karuan. Semua impiannya hancur diantara airmata yang sengaja datang menetes di pipi merah Lala.
Semua diluar kuasa Lala. Sesekali Hendro mencoba menghapus tetasan air mata yang jatuh tak terbendung itu.
Ditariknya nafas panjang. Dengan tegap, Hendro menatap tajam Lala.
“Besok kamu kerumah ya, tak tunggu”
“Gak ah, males buat apa? Kita sudahi mas sampai disini. Aku tak mau cari kamu, dan kamu juga jangan cari aku. Hapus semua memory kita mas” tegas Lala.
Air mata yang tak terbendung masih terus membasahi pipi Lala, meski sudah di usapnya berkali-kali. Akhirnya Lala berlalu pergi meninggalkan kafe itu dengan membawa kecewa yang dalam. Namun Hendro berusaha mencegahnya dan dia berniat untuk mengantarkan Lala pulang.
“La Lala La tungguuuuuu”
Hendro Berlari mengejar Lala yang terus berjalan menuju parkiran motornya.
Namun, Lala sudah melajukan motornya dengan kencang. Takut dijalan kenapa-kenapa Hendro membuntuti motor Lala yang lajunya diatas rata-rata.
~~~
Betapa rasa tak percaya masih menghampiri hati Lala. Mata yang sembab membuat sang Bapak bertanya,
“Kenapa itu mata La? Habis digigit serangga kah?” selidik Bapak
“Engak Lak, pusing aja”
“Masak pusing bisa begitu La?Paling-paling kau bertengkar ya dengan Hendro?”
“Ah Bapak ini”
“Jujur saja La, Bapak ini dulu juga pernah muda. Jadi tau walau gak pasti”
“Lagi males bahas ah mandi dulu aku”
Bapak Lala hanya terdiam melihat sedikit perubahan pada Lala.
Guyuran air demi guyuran air membasuh kepala Lala dengan menghela nafas berat sedikit melonggarkan ruang hati Lala. Namun, tetap saja nyesek didalam.
Lala selalu berpikir bagaimana ini kok secepat itu terjadi. Merenungi semuanya yang telah terjadi. Dilihat matanya di depan kaca. Wajah pun sudah semakin termakan usia.
Ditengah lamunan tiba-tiba
Kringggggg kringgggggg
“Hallo” angkat Lala
“La dengarkan dulu, jangan tutup teleponnya"
“Ada apa mas? Kan kemarin malam sudah aku bilang jangan hubungin aku lagi, kita sudah berakhir?”
“Mau ke kafe nanti sore, jam seperti biasanya. Ada sesuatu yang penting yang belum aku jelaskan La”
Tut tut tut
Lala mematikan teleponnya. sesak rasanya dalam hati Lala.
belum kering tetesan bening yang mengalir tanpa diundang membasahi pipi Lala. sesekali Lala masih tak percaya. Bagaimanapun juga ini kenyataan yang harus Lala hadapi.
"Ah andai Mama ada disini" guman Lala dalam hati. Sangat tak adil rasanya hidup ini. Tak berpikir panjang, Lala menghampiri kamar mandi tuk ambil air wudhu. karena di sanalah tempat Lala mencurahkan segala keresahannya.
Tujuh hari sudah luka itu belum mengering, sembab itu belum juga usai,murung belum terobati tiba-tiba Lala dikejutkan oleh kedatangan Hendro yang dengan kepercayaan dirinya minta izin Bapak Lala tuk menemui anaknya.
"Masuk nak Hendro,Lala seminggu ini tidak keluar rumah, berangkat kuliah juga tidak. Seharian dalam kamar mulu" terang bapak pada Hendro
Dengan manggut-manggut Hendro mendengarkan apa yang bapak Lala bicarakan.
"Laaaa Lala, sini cepetan ada yang nungguin" panggil Bapak
Dengan langkah gontai Lala menghampiri Hendro yang sedari tadi sudah menunggu Lala.
"La aku ingin menjelaskan semuanya. masih aku jelaskan sebagian kamu sudah ngambek main pergi" Hendro memulai percakapan.
"Aku pikir sudah tak ada lagi yang perlu dijelaskan mas. bagiku semuanya sudah jelas. Mengapa pula datang kesini?! sudah gak ada gunanya" tegas Lala.
"Dengar La aku kesini, karena seminggu ini aku menunggu di kampusmu kau tak pernah masuk, telepon juga kau matikan. tolong kali ini saja La jangan suruh aku pulang ya!?" pinta Hendro
"Emang apa lagi yang mau dijelaskan?"selidik Lala
"Kau tidak merindukan aku ya?" Hendro sedikit menggoda Lala
"Bisa-bisanya kau ini punya omongan berubah-ubah to the point aja mas, tidak saatnya basa basi lagi, aku sudah tak mau buang waktuku hanya tuk menunggumu" jawab Lala ketus
"Okey, tempo hari sudah aku kasih tau Nita hamil bukan ulahku, entah itu ulah siapa, aku juga tak tau. yang diketahui keluarga Nita hanya aku selama ini laki-laki yang dekat dengannya, jauh sebelum kami dijodohkan. Bohong La kalo tidak ada laki-laki yang menolak Anita. Kamu tau sendiri Anita dari keluarga high class,materi berlebih. itu pula yang membuat orang tuaku keblinger,tanpa tau perasaanku" jelas Hendro
"Tapi bohong juga kalo kamu tak tertarik kan?!"potong Lala
"Sebagai laki2 normal tentu saja aku tertarik La, tapi hanya sebatasnya aja,tidak lebih. Tapi, setelah Ayah mempertegas hubunganku dengan Anita,disaat itulah Anita memperdaya diriku. Mau bagaimana lagi La aku yang harus bertanggung jawab atas semua yang dialami Nita saat ini" jelas Hendro
"Jadi intinya, kamu mau menikahinya dan datang kemari hanya tuk jelaskan itu!? bulzet mas" gerutu Lala
"Aku tidak ada pilihan lain La, undangan sudah dipesan dan pernikahan sebulan lagi digelar" jelas Hendro
"Kau laki laki mas, kalo tak sesuai kata hatimu,mengapa tak kau tolak?. Kau tak punya pendirian tuk mempertahankan hubungan yang selama ini kita bangun. Aku sia sia mas, menunggu hanya tuk menghabiskan waktuku terbuang percuma"
"Maaf kan aku La, aku tak bermaksud menyakiti perasaanmu,tak bermaksud mengubur impian kita" jelas Hendro
"Tapi mas, sekarang itu faktanya kamu menyetujuinya tuk bersanding dengan Anita. Pantas saja tempo waktu Mama mu mengingatkan aku tuk tak berharap lebih pada jalinan kasih kita. Rupanya ini rahasianya mas yang kau sembunyi rapi terlepas dari keyakinan ku padamu" tanpa sadar menetes halus air mata Lala.
"Saat ini kalo kau marah, tumpahkan La. Biar dikedepannya kita sama sama bisa menatap masa depan lebih baik dan kau tidak terbebani kenangan kita" mencoba menyeka air mata Lala
"Tak perlu bermanis lagi mas. Bagiku Kau seperti orang gila mas. Kau tidak memikirkan perasaan Bapak ku. Tapi, sudahlah percuma juga. Aku tak mau lagi mengemis cintamu. Pulanglah dan jangan pernah datang atau telepon bahkan mencoba menemuiku mas. Berlahan aku pasti bisa melupakanmu. Sekarang pulanglah bagiku semuanya sudah jelas."tegas Lala.
"La, bukan aku tak mencintai dan menyayangimu"
"Sudahlah, semua sudah terlambat. Karena ada calon bayi yang akan memanggilmu Papa. Hiduplah dengannya, jangan pernah menengok kebelakang hanya karena kita pernah saling cinta"
"La,maafkan aku. Suatu saat kamu akan mengerti mengapa semua ini terjadi. Menjelaskan saat kau dalam kekalutan, rupanya menambah beban lukamu" Hendro
"Tau begitu mengapa kemari mas!"bentak Lala.
"Ya sudah La, aku pamit saja, dari pada kamu makin marah sama aku" sambil berdiri melangkahkan kaki menuju pintu.
Sesekali Hendro melirik Lala, namun Lala sama sekali tak mengubrisnya. Karna peristiwa ini diluar dugaannya.
Tiba-tiba Bapak Lala sudah diteras duduk santai sambil menyeruput kopi pahitnya.
"Pulang nak Hendro?"
"Iya Pak, ijin pamit. Assalamu'alaikum" seperti takut dikorek bapak Lala, Hendro mempercepat langkahnya.
Bapak Lala hanya menggelengkan kepala.
"La, sini diteras temani Bapak ngopi" pinta bapak
"Ngantuk pak"
"Alasan kamu. Kamu pikir Bapak gak mendengarkan percakapanmu dengannya?! Sini bentar"
Sambil mengusap air mata dan bercermin agar Bapak tak melihat kalo Lala habis menangisi perjalanannya. Lala berjalan menuju teras rumah dan membawa botol air mineral.
"Ya Pak"
"Cerita saja apa yang sebenarnya terjadi La, bukankah Bapak sudah pernah ingatkan kamu. Kamu harusnya beruntung sudah dikasih tau Tuhan Hendro laki laki yang seperti apa"
"Lala gak ngerti, Bapak pahamnya sampai dimana" selidik Lala
Sambil menarik nafas panjang Lala melanjutkan penjelasannya pada Bapaknya.
"Versi mas Hendro, Anita hamil dan yang berbuat bukan dia, karena sudah diikat oleh ikatan perjodohan sama ayahnya, dia dimintai mengakui itu calon bayi Pak"
"Mungkin itu modusnya La, Bapak ini laki laki, tau banyak laki-laki itu bagaimana"
"Entahlah Pak antara percaya gak percaya"
"Sudahlah gak usah terlalu dipikir yang terpenting sekarang focus selesaikan sekolahmu, jadilah wanita yang benar, penuh kharisma." Nasihat Bapak.
"Iya Pak. Lala mau ke kamar dulu ngantuk" alasan Lala
~~~~~
Empat belas hari luka yang belum kering dan selalu mengangga lebar masih saja membayangi langkah.
Seperti pesan Bapak, mulai focus tuk selesaikan study yang tinggal selangkah lagi.
Masih teringat jelas, di Taman itu biasa mereka habiskan waktu.
"Ah mengapa masih muncul lagi bayangannya" gerutu Lala dalam hati.
Betapa lorong dan sudut jadi saksi bisu, tawanya, manisnya, senyumnya, perlakuannya, lembutnya. Semuanya masih lekat dalam ingatan Lala. Memang tak mudah menghapus jejak-jejaknya.
Tekat Lala makin bulat ingin segera lulus dan melupakan semuanya.Meraih segala apa yang dicita-citakannya selama ini. Perjalanan memang tak bisa semulus jalan tol, di tiap kehidupan selalu ada kerikil besar atau pun kecil.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.