Sore hari yang cerah membangkitkan semangat Lala merawat kebun yang selama ini jarang sekali di tenggok Lala.
"Mau kemana La sore-sore begini?" tanya bapak Lala curiga
"Ke kebun Pak"
"ngapain sore begini ke Kebun?"
"Ya lihat lah siapa tau ada buah yang bisa dipetik Pak"
"hahahaha" tertawa bapaknya makin keras melihat tingkah Lala kali ini.
"Tak biasanya sore ke Kebun?tidak ada buah yang masak yang bisa kau petik, apa lagi daun-daun segar yang bisa dimasak. Semua sudah Bapak jual La" jelas bapak Lala.
"Ah,Bapak ini mengacaukan. Sudahlah aku berangkat mau cek sendiri sekalian jalan-jalan sore Pak"
"Ya sudahlah terserah kamu"
Lala melajukan motornya menerobos angin sore yang sedikit penat.
"Laaaaaa Laaaaaaa" di kejauhan nampak terlihat Ibu setengah baya melambaikan tangannya.
Lala memarkir motornya dekat parit, lalu menghampiri Ibu yang memanggilnya.
"Nak Lala, ini ada sedikit mangga panen kemarin buat nak Lala dan Bapak ya" ujar ibu Maria
"Wah, terima kasih bu Maria. Tadi Bapak bilang jika di kebun sudah tidak ada yang dipanen"
"Oh nak Lala,ini dari kebun sendiri bukan dari kebun Bapakmu. kebun Bapak mu kalo tidak salah tiga hari yang lalu memang sudah di borong orang buahnya. Malah ibu sendiri cuma di kirim sayuran yang tak di beli sama pemborong sayur. hahahaha"jelas bu Maria
"Oh begitu, makasih ya Bu. ini sih banyak sekali, karena kami tinggal hanya berdua, Bapak sendiri juga jarang suka buah" ujar Lala.
"Eh, nak Lala apa benar nak Lala mau menikah!" tanya bu Maria
"Ah, ngawur lagi ya bu Maria ini. Dapat kabar dari mana? jangan suka membuat sensasi dech bu Maria ini. Saya masih ingin focus menyelesaikan kuliah saya,mewujudkan harapan Bapak" jelas Lala
"Nak Lala ini kan perempuan, gak baik kalo kelamaan sendiri gak menikah-menikah, kan tau sendiri di kampung ini juga banyak cowok keren dan tampan loh bisa buat jatuh cinta nak Lala. Apalagi ibu ini kan juga punya anak laki-laki hehehehe "
"Bilang aja Bu, kalo mau kenalin anak lakinya ke saya. Kenapa pula pakai menyelidiki soal pernikahan saya. Apa jangan-jangan bu Maria naksir ya sama bapak Lala, hayo hahaha"
"Ihhh nak Lala, kami kan udah tua malu lah sama anak cucu nanti"
"Cieeeee bu Maria tiba-tiba menaruh harap ya? nanti tak bilangin sama Bapak kalo ada yang naksir dech hahaha"
"ih janganlah nak Lala, cuma Ibu ini pingin aja besanan sama Bapak kamu. tapi kalo kamu sudah punya calon sendiri ya sudah tak mengapa juga"
"Pertanyaan bu Maria buat saya itu norak habis" sambil berlalu Lala meninggalkan bu Maria
"Eh, nak Lala bu Maria gak ada maksud buat kamu marah ya nak" teriaknya
Lala tak menghiraukan teriakan bu Maria.
tak terasa matahari makin tenggelam. Kebun yang tinggal daunan hijau di pandangi satu-satu oleh Lala.
"Ternyata Bapak merawat dengan sangat baik kebun ini, aku yang selama ini tak memperhatikan"guman Lala dalam hati
Sesampai dirumah,bapak Lala nampak duduk sendirian di teras dengan kopi yang masih utuh dan uap panas masih berkebul di sekitar gelas.
"Gimana kebunnya menurut kamu La?" tanya bapak Lala
"Pak, Bapak hebat loh merawat kebun hingga gak ada buahnya sama sekali hahahaha " sindir Lala
"Apa maksudnya La" tak paham dengan sindiran Lala
"Pak, itu buah dari bu Maria"
"Oh, kamu ketemu dia?"
"Gak Pak, di panggil aku sambil kasih ini buah"
"Ohhh"
"Bapak tau gak? kalo bu Maria itu suka perhatikan Bapak loh"
"Kamu nih ngomong apa La, sudah sana mandi lalu tidur besok kamu mulai focus kuliah" ujar Bapak mengalihkan pembicaraan.
Pasti Bapak Lala tau, jika Lala mau menanyakan apa masih ada rasa suka yang usianya sudah tak mudah lagi jatuh cinta kembali.
Lala memperhatikan bapaknya yang meninggalkan Lala sendirian di Teras. Lala tau betul luka yang di tinggalkan oleh Ibunya dulu mungkin belum cukup waktu untuk membuatnya sembuh.
~~~~~
Lala mulai menyusun jadwal buat tesis. Tentu ini makin menguras pikiran dan tenaganya. Setidaknya saat sibuk ini mampu membuat Lala lupa akan sosok Hendro. Meski nyatanya Hendro tak bisa diganti dengan siapapun dihati Lala untuk saat ini.
Udara pagi masih menyejukkan pori-pori halus kulit Lala. Tak biasanya angkot pagi ini ngadat ditengah. Terpaksa Lala harus menunggu lama tuk bisa sampai diperpustakaan kampus.
"Aduh maaf neng, gak sengaja" ujar seorang pemuda yang mencoba cari bangku kosong.
Lala hanya melirik saja, tanpa mau megucap sepatah kata.
Angkot melaju cukup kencang. Entah sedang kejar setoran atau kejar penumpang.
Dipercepat langkah Lala, karena banyak buku yang harus dipinjamnya.
Brakkk
"Aduhhhhh" ujar Lala karena jatuh setelah menabrak pemuda disampingnya.
"Kamu!!! Kamu kan yang diangkot tadi itu kan?!"sedikit terbelok bola mata Lala.
"Oh,rupanya masih ingat ya mbak Hhhhh"
"Dasar kamu, lihat dong kalo jalan"
"Loh mbak, bukannya mbak yang terburu-buru lalu nabrak saya, karena badan saya besar, mbak jadi jatuh sendiri"
"Hei Lain kali kempesin itu badan, biar gak sembarangan bikin orang jatuh" gerutu Lala
Sebuah foto tak sengaja terjatuh dari selip buku Lala.
Pemuda itu rupanya mengenali siapa laki-laki dalam foto itu.
"Loh mbak, ini siapanya mbak?!"
"Eitttt. sini,gak ikut punya jangan main ambil saja"
"Sayakan tanya Mbak, judes amat sih"
"Itu foto si b******k dikehidupan saya"
"Kok b******k sih, ini teman saya nongkrong, pemilik kedai kopi
di ujung jalan mbak"
"Owwww jadi kenal ya!?"
"Hemmm mbak ini pasti pesaingnya Anita ya?hhhhhh"sambil sedikit tersenyum
"Huh ngawur. Males ah" sambil acuh Lala meninggalkan laki-laki itu.
Lala menuju pintu lift, disandarkan tubuhnya yang mungil itu pada tembok.
"Lala gimana kabarnya?" sapa Tama terkaget melihat Lala yang sedang asik membaca lembaran buku.
"Loh kamu. Kok masih ngadat di sini?" Lala Sedikit kaget melihat kemunculan Tama.
"Iy habis cuti, kerjaan numpuk, ya terpaksa harus salah satu yang diprioritaskan"jelas Tama
"Owww"
"Sudah mau lulus ya?"tanya Tama
"Hhhh iy nih,harus bulan ini kelar. Biar focus dulu buat lulus"
"Bisa barengan gak ya La nanti lulusnya?"
"mau barengan!! boleh kok. Tapi, aku gak jamin bisa barengan tahun ini sama kamu Tam, hahahaha"
"Hemmm, Anak kampus ya begini"
"Eh, aku sampai duluan. Byee Tam"
"Byee"
sampai di Aula lantai bawah mereka berpisah menyongsong tujuan masing-masing.
"Hai mbak, ketemu lagi nih" sapa Danis
"Ih kamu lagi si gendut, ngapain ngikutin aku sih!?" ujar Lala agak jengkel
"Jangan GR lah mbak, kan gak sengaja ketemu. Apalagi satu kampus gitu loh" jelasnya
"Eh, gendut kamu kalo penasaran sama kawan kamu itu si Hendro, jangan nongol-nongol lagi, pleaseeeee dech"
"Mbak kenalan dulu napa sih! ngobrol dulu cerita-cerita dulu gitu. Napa harus negatif dulu marah dulu, masak gadis semanis mbak bawaannya jutek mulu"
"Hei gendut, aku tak ada hubungannya dengan Hendro dan Anita itu. Jadi kalo mau ngobrol, ngobrol aja yang seputar materi masing-masing bukan selidik gitu pakai nebak gak jelas, sapa pula yang saingannya Anita"gerutu Lala.
Pada akhirnya Lala dan Denis harus duduk berdampingan. Lala yang asik sibuk dengan buku-bukunya. Denis yang memperhatikan dari tadi cuma bengong mulu.
"Kamu ngapain perhatikan buku aku!?"
"Mbak, namanya siapa? kan belum saling kenal juga"
"Gak peting namaku buat kamu" jawab ketus Lala
"Hemmmmm sudah lah kalau mahal namanya. Memang benar sih apa arti sebuah nama" ujar Denis
"Kamu seberapa dekat sama Hendro dan Anita?" tanya Lala
"Hemmmmm sebenarnya situ toh yang penasaran hahahaha"
"Bukan, aku hanya mau tau saja"
"Ohhhhhh mau tau atau tau bangettttttt" ledek Denis
"Apa salah sih tanya gitu!"
"Ya gak salah sih, yang salah itu yang tanya hehehe"ujar Denis
sambil meneguk air mineral yang di bawanya Denis mulai mengambil nafas berat.
"Aku dan Hendro sebenarnya kawan lama, dan aku baru mendengar kabarnya beberapa waktu lalu dia akan menikah dalam waktu dekat dengan gadis anak teman bisnis Ayahnya" lanjutnya
Lala mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela sedikitpun yang dia katakan.
"Namun (nafasnya terasa berat untuk melanjutkannya)"
"Kenapa?!" selidik Lala
"Aku tau kamu pasti Lala, meski Hendro sering menjemputmu nyatanya Aku tak pernah melihatnya ada di kampus ini. Aku salut denganmu"
"Kenapa?! apa yang sebenarnya terjadi" tanya Lala
"Pada intinya Hendro sangat menyayangi mu, memang Hendro tak pernah bercerita tentangmu, tapi aku tau banyak tentang Hendro dan kamu dari kawan di kampus ini juga. Kamu pasti tidak taukan ada teman Hendro yang juga menempuh pendidikan disini"
"Siapa?! kalo dia kawan sekolah kami tentu aku mengenalnya, kecuali dia teman main" ujar Lala
"Ah sudahlah mengapa juga membahas hal itu. Oh ya, kamu sudah tesis kan ya?!"
"Kenapa memang?!"
"Ambil judul apa?!" tanya Danis
"Eh, namamu siapa?!" tanya Lala
"Jawab dulu lah, kenapa dialihkan mulu"gerutu Denis
"Hahahaha" Lala tertawa lebar
"Semuanya tak penting" lanjut Lala
"Kamu memang gadis luar biasa, hehehe "
"Ini kartu namaku mungkin suatu hari kamu membutuhkan aku, kamu bisa datang di alamat yang tertera atau meneleponku" ujar Denis sambil memberikan kartu namanya.
Lala mengamati kartu nama itu sambil tersenyum sendiri.
"Daa ya, aku balik duluan. Focus saja ya" lanjutnya sambil berlalu meninggalkan Lala sendirian di taman Aula.
Lala tertegun melihat kartu nama itu. Disitu tertulis dengan jelas nama dan pekerjaan. Rupanya dia calon penegak hukum yang telah magang di pengadilan.
Yang lebih menarik perhatian Lala adalah alamat yang sepertinya Lala tak asing dengan alamat itu. Sekilas lala memperhatikan dari jauh Denis yang telah melangkah pergi. Denis yang sudah melangkah agak jauh, merasa ada yang memperhatikannya, dia menolehkan wajahnya kebelakang dan melambaikan tangan kearah Lala.
Lala pun membalas lambaian tangan itu.
Namun, kini Lala yang lebih penasaran dengan alamat rumah Denis.
"Mengapa dia naiknya angkot, padahal ini alamat kawasan rumah elite yang tak sembarangan orang bisa keluar masuk" guman Lala dalam hati.
"Siapa ya dia sebenarnya dan apa benar dia kawan main Hendro?!"
pertanyaan yang berkecamuk didalam hati Lala saat ini belum menemukan jawabnya.
Lala sengaja pulang agak malam, menyiapkan semua buku untuk pustaka tesisnya.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.