Lala menikmati tenggelamnya matahari ditelan malam diantara bintang bintang yang menari di teras balkon.
Pikir Lala pun melayang entah kemana, yang pasti rasa ragu dan tanya menggerogoti hari-hari Lala. Sebelum ada penjelasan pasti dari Hendro, sebenarnya Lala tidak mau berpikiran jahat dan buruk bersarang diotaknya. Lala berusaha membuangnya jauh-jauh.Tapi, hanya hal itu yang mengganggu diri Lala.
Lala mengecek ponselnya, blm satu pun chat dari Hendro nonggol.
“Mas” akhirnya Lala sapa lagi lewat chat
“Masih bersama Nita kah? Atau Apa sudah di kedai?”
“ Aku mau kasih tau kamu, kalo hari minggu aku bantu teman tuk foto di gunung kapur. aku berangkat sendiri, aku ketemuan disana.”
Lala menunggu balasan yang kunjung datang. 15 menit berlalu, akhirnya
“Ya La" balas chatnya.
“Sudah dikedai, barusan datang. Kedai hari ini buka sejak sore, dibuka sama teman aku.”
“Emang untuk acara apa la, kok mau foto digunung kapur! kayak mau prewed saja hhhh” balas Hendro
“Temanku ikut kompetisi fotografi dg tema alam liar. Kosong gak hari minggu?”
“Emang kenapa kalo kosong? Mau minta ditemenin ya!"
“Iya lah kan sudah lama juga gak touring. Mau yaa” Lala sedikit meminta
“Emmmm entar dech aku kabari ya sayang. Nih masih sibuk, lagi banyak pengunjung” tutupnya
“Emmm ok dech,aku tunggu ya mas kabarnya, love you” Lala akhiri chatnya.
Lala tarik nafas panjang panjang. Lelah menjalani hubungan yang seperti pasti namun mengapung. Seperti kapal ditengah lautan,tidak tau berlabu kemana.
Sabtu pagi Lala ke percetakan, dimana Hendro sedang menanti pelanggan yang sedang mencetakkan sesuatu.
Motor Lala sampai juga didepan percetakan. Diparkir lah kendaraan Lala di sudut gedung yang berpohon rindang.
Di kejauhan tampak Hendro tergopoh gopoh keluar dari percetakannya.
Rupanya dia tau kehadiran Lala dan langsung menghampirinya.
“La,ada apa kok pagi pagi sudah ke sini” tanyanya
“Iy nih mau main, sekalian aku mau cetak banner”. Jawab Lala.
“Buat apaan?” selidiknya.
“Ada dech, entar sekalian designkan ya mas?”
“Ku kira kamu kesini mau bahas tuk besok”
“Kalo iya,apa salah ya kalo aku ke sini?”
“Bukan begitu, kan sudah aku bilang entar pasti aku kabari. Tunggu sajalah entar juga aku telepon”. Jelasnya.
“Masak iya sih? Beneran gk lupa tuh? Hehehehe”
“Sudahlah, yuk kedalam”ajaknya
Sampai didalam, Laa duduk berhadapan dengannya. Dia begitu cekatan dalam mendesain.
Sebenarnya buat banner itu hanya alasan saja supaya Lala bisa tau apa yang dia lakukan dipercetakan ini.
Setelah Lala sampaikan design yang Lala mau, dan dia mendesainkannya.
Lala menunggu beberapa menit.
“Kurang lebih begini ya sayang, yang kamu inginkan?” tanyanya
Sambil membalas senyum tipis,
” Lumayan bagus mas, coba ganti warna yang agak serasi ya. Aku mau hijau lumut dan coklat muda di kombinasikan. Bisa ya!?” Lala mencoba koreksi dikit.
“Baiklah, warna soft dan lembut” sambil melirik kepada Lala.
Sedikit terlupa sama Nita, lirikan mata itu seperti masih mengandung arti yang sama seperti waktu itu.
“Begini ya? siap cetak nih”
“Iya mas, bagus” jawab Lala
“Besok tak antar saja ke rumah, kamu tak perlu kesini ya?” pintanya
“Boleh, tapi besok kan aku mau ke gunung kapur”
“Oh iya,tapi aku belum bisa kasih jawaban mau temani kamu apa tidak. Entar malam ya aku chat” jelasnya
“Sudah ku duga pasti begitu” sambil sedikit becanda
"Jangan pikir macam macam sayang, aku kan gak pernah pikir macam macam ke kamu juga”
"Hhhhhhhh"
“Kamu kok jadi gitu mas, gak biasanya juga. Kalo flasback ke masa dulu, kamu pasti kawatir kalo aku berangkat sendiri kemana mana. Kamu yang paling depan loh. Yang selalu bilang kamu nanti sakit kalo kecapekan, aku bonceng saja. Ingat gk mas! hhhh” sambil sedikit Lala ingatkan dulu bagaimana rasa itu begitu masih sepenuhnya untuk lala.
“Ah, jangan ingat dulu dech. Kan hari ini dan ke depan yang akan kita lalui” elaknya.
Hahahahahaha
“ Ya udah aku balik dulu, aku tunggu ya mau temenin apa tidak”
“Okey sayang” sambil melepaskan cium jauhnya pada Lala.
Dalam hati Lala
”Kamu gombalin aku mas, kamu pasti sudah bohongi aku, bilang manis sayang sayang hanya supaya aku tak terluka. Padahal itu justru makin menyayat aku tanpa kepastian yang nyata”
siang yang terik, sedikit membakar kulit halus Lala.
"Hemm,capek banget punya cowok" guman Lala dalam hati.
motornya melanjut tak begitu kencang, Lala berhenti sejenak di Taman kota menikmati kehijauan yang asri di tengah-tengah kota. Sambil mendengarkan beberapa lagu yang dinyanyikan oleh sekelompok anak jalanan, Lala pun ikut berdendang dan berjalan berlahan menghampiri mereka.
"Kakak bagus juga suaranya" ujar salah satu dari mereka
"Aku juga biasanya nyanyi di kafe"
balas Lala
"Wah, kebetulan nih. mau gabung bentar gak kak?"
"Apa an!? kita ke kedai-kedai itu yang rame pembeli,kakak yang bawakan lagu kami yang ngiringi"
Lala tak melewatkan kesempatan itu, tak pernah juga Lala ngamen. Lala tak malu untuk menyetujui ide mereka.
"Baik lah, ayo kita lakukan" ujar Lala
"Aku sekalian bawa gitar kalian ya?"
"Memang kakak bisa ya?"
"Uhhhh bisa banget, sini kasih satu"
Tak berapa lama setelah ngamen dari kedai ke kedai, terkumpulah beberapa receh. Mereka mulai semangat menghitung.
"Lumayan juga dapatnya hari ini" celoteh Mereka
"Kakak terima kasih sudah gabung dengan kami, ini bagian Kakak" salah satu dari mereka memberikan recehan ke Lala sebagai bayaran nyanyi. Namun Lala menolak karena Lala melakukan dengan suka rela.
"Ambil saja buat kalian, aku senang kok bisa sumbangsih di sini. Tadi secara kebetulan saja aku istirahat sejenak"
"Kakak, kalo kapan-kapan bisa kok gabung lagi dengan kami,jika ada waktu kosong ke sini saja,kami selalu mangkal disini"
"Iya terima kasih ya, aku sudah ada tempat di kedai kopi milik pacar aku"
"Wuih,keren banget. Bolehkah kita main kesana?"
"Kurang tau banget, bukan aku pemiliknya. Aku juga sama dengan kalian kok, aku pergi dulu ya mau pulang kerumah" pamit Lala
"Iya kak, terima kasih kak. Ingat ya kak,kami selalu ada di sini"
"Iya, lain waktu aku akan mampir, byee"
Lala pergi melambaikan tangannya pada mereka pengamen jalanan. Meski pun mereka pengamen jalanan, pakaian mereka nampak rapi seperti para remaja yang terpelajar. Mungkin mereka juga sedang mengisi kekosongan waktu sama seperti Lala.
Rasa lelah seketika hilang sesampainya di rumah, Lala begitu cekatan membuat masakan untuk makan malam bersama Bapaknya. Bapak Lala sedikit heran, tak biasanya melihat Lala memasak begitu banyak menu.
"Untuk siapa kau masak banyak?" tanyak Bapaknya
"Untuk Babe dan akuuuu" jawab Lala
"Aduh La, apa habis begitu banyak sekali. Ini udang,ayam,bebek, oseng sayur,tahu,krupuk, teh,lalapan,sambal. Aduh duh Bapak itu makan tahu sama sambal sudah lezat La" celoteh Bapak Lala
"Sudahlah Pak,makan saja. Lala sedang bersemangat malam ini. Anggap saja ini hari spesial Lala untuk di rayakan"
"Hemmm aneh aneh saja kau ini"
Nada dering lagu di HP Lala berdering, di lihatnya ada chat masuk.
“Hai laaa, Jangan lupa besok ya”
“Mau aku samperin sekalian tidak? Biar gak tunggu tungguan disana nanti”
Dari Tama rupanya,
“Gak lupa kok Tam, besok sepertinya aku berangkat sendiri dech. Paling yang nyampek duluan aku dari pada kamu Tam hhhhhhh ”
“ Ya udah hati hati aja, klo pagi pagi kamu berubah pikiran aku siap mampir ke tempatmu, see you again, byeee"
Telepon tidak juga berdering, padahal Lala sangat berharap Hendro mau temani. Tak mau berpikir buruk,mungkin Hendro masih sibuk melayani pembeli, jadi belum ada waktu untuk DM atau chat Lala.
Udara dingin begitu terasa menyengat kulit Lala. Anginnya berhembus lirih menyentuh pori-pori wajah Lala. Semilirnya sedikit membelai rambut Lala. Jam sudah menunjukkan angkanya di 21.30
" Jika tidak ada kabar berarti aku dia tidak mau menemaniku" guman Lala.
Sudah sekian kali aku yang chat duluan. Kalo kali ini aku chat dulu, nanti pasti jawabnya :
“Bentar yaaaa, hemmmm jawaban basi" guman Lala kembali
Lala mulai menyadari, jika Hendro pelan pelan menarik diri darinya, mungkin tujuan Hendro agar tidak mengukir dalam luka dihati Lala. Mungkin itu yang di pikirkan Lala. Padahal Lala tau, meskipun Lala tak begitu yakin dengan semua yang sudah Lala dengar.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.