"La lalaaaaa"teriak Bapak dari Dapur.
"Iya Pak, ada apa sih!" sedikit cemberut Lala memperhatikan wajah Bapak yang terlihat letih.
"Kamu kalo bersih-bersih itu kolong dibersihkan sekalian, biar tidak belang La sini bersih, situ terlihat mata kotor"
"Aduh Bapak ini,kirain ada apa-an pakai teriak-teriak segala" gerutu Lala
"Bukan begitu, lusa mau ada tamu dari jauh temannya Bapak, dia datang bersama anak laki-laki satu-satunya, yang sekarang sedang merintis usaha kerupuk udang"
"Oh, ceritanya mau jodohkan gitu ya"sela Lala
"Kok pikiranmu kesana La?"selidik Bapak Lala penuh tanya
"Bukan Pak, biasanya tuh kalo orang tua punya acara gitu, namanya ada perjodohan. Terlebih lagi nih Pak, anaknya laki-laki" jelas Lala
"Ya apa salahnya La, siapa tau jodohmu lewat acara seperti ini dan Bapak besanan sama teman, toh dia juga anak yang baik, lagi merintis usaha dari pada kamu menanti yang tak jelas La" jelas bapak Lala.
"Ah Bapak tuh ya kuno. Ini zaman sudah bukan Siti Nurbaya Pak. lagian Lala masih ingin meraih mimpi Lala"
"Keburu umur La, Bapak ini Yo pingin ada hiburan cucu gitu"
"Ah Bapak nih mentang-mentang Lala anak satu-satunya mau maen jodohin biar segera punya cucu gitu. Hadeh kuno Pak Pak "ujar Lala
"Bukan focus mengutamakan cucu La, maksud Bapak kan baik agar kamu ada pandangan lain, laki-laki itu tidak hanya Hendro yang selalu kau pandang baik tapi nyatanya main di belakangmu"
"Pak, mas Hendro itu masih dalam kondisi sekarat sekarang ini, dan pernikahan juga belum di gelar. Kita tidak tau apa yang akan terjadi esok ataupun lusa. Apa salahnya Lala masih berlaku baik sama dia?"
"Baik sih boleh La, tapi terbukalah hatimu melihat kenyataan. Mainkan pikiranmu jangan mainkan perasaanmu"
"Hemmmm heran dech sama Bapak, harusnya Bapak itu bangga sama Lala, Lala tidak sakit hati kok waktu itu. Lala hanya punya keyakinan kalo jodoh meski sejauh matahari pasti bersatu kok Pak"
"Dasar anak keras kepala, di kasih tau yang benar malah kasih dalih ribuan alasan. Pokoknya begini ya La, Bapak tidak mau kau mengecewakan teman Bapak, minimal kau ajak berbincang lah anaknya itu"
"Iya iya, Bapak tidak usah khawatir kalo masalah itu mah Lala sambil tidur juga bisa hhhhh"
"Huh dasar anak gak pernah serius"
Lala lalu beranjak pergi meninggalkan Bapaknya yang masih sesekali membetulkan kaca mata.
Satu buku dari perpustakaan yang dipinjamnya telah habis terbaca, tinggal merangkai biar bisa jadi bahan bab tesis Lala. Mulai Lala merangkai semua bab hingga pada tahap penelitian.
"Hem, hari yang melelahkan untuk segera lulus dan bekerja" guman Lala
"Assalamualaikum nak Lala, apa hari ini bisa kerumah sakit?"
chat masuk yang baru dibaca Lala. Rupanya chat dari Mamanya Hendro
"Wa'alaikumsalam Ma, maaf baru buka chat. Bisa Ma, apa ada yang darurat Ma?"
"Tidak nak Lala, Mama hanya ingin kamu ke sini sebentar saja"
"baik Ma, Lala siap-siap dulu ya"
"Ok, mama tunggu"
"Oh ya Ma,gimana keadaan mas Hendro"
"Sudah agak membaik, kamu nanti bisa melihatnya sendiri di Rumah sakit Mama tunggu ya"
"Baik Ma, Lala segera kesana"
Rencana menyelesaikan bab skripsi akhirnya harus ditutup semuanya. Bergegas Lala ganti baju dan buru-buru mengeluarkan motornya.
"Mau kemana? buru-buru amat" Bapak Lala keheranan melihat tingkah Lala
"Ke rumah sakit Pak"
"Aduh La laki-laki itu sudah mau nikah masih saja kau tengok in,sadar mu itu kapan La La"
"Sudahlah Pak, bantu doa saja tidak usah protes. Bahagia Lala yang bisa tentuin sendiri. Lala berangkat dulu Pak ya daaaaaaa"
"Buat apa La Bapak mu ini bantuin doa, kamu saja ditinggal Bapak yang sakit hati kok minta doa, bercanda macam apa kau ini La"
"Aduh terserah dech Pak, Lala mau berangkat dulu"
Sambil menghidupkan motornya, Lala melambaikan tangan ke Bapaknya dan bapak Lala hanya mampu menggelengkan kepala, sambil menarik nafas dalam-dalam.
Jalanan yang macet membuat Lala harus extra sabar. Cuaca sore tampak tak mendukung sama sekali. Awan gelap sudah di atas kepala, pelan-pelan jatuh sedikit demi sedikit airnya. Gerimis mulai menyapa tanpa permisi. Lala tak mau hanyut pada kenangan lamanya.
Lala sudah memantapkan hati untuk segera mencapai impiannya dan Lala menjalani saja semuanya sesuai rencanaNya yang maha menghidupkan.
Disudut lorong, nampak di kejauhan Mama Hendro dengan tatapan kosongnya duduk seorang diri. Dari belakang kursi Lala menyapa wanita separuh baya itu.
"Mama"panggil Lala sambil mencium telapak tangan mamanya Hendro
"Lala dari tadi kah?"
"Baru saja Ma, mas Hendro dipindah kemana?"
"Gak jauh kok dari ruang ICU. Alhamdulillah sudah mulai membaik, tapi masih belum bisa bicara, walau dengan Mama"
Sambil berjalan menuju ruangan Hendro dipindahkan, mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Lala yang haus kasih sayang Mama, tak pernah berpikir bahwa mama Hendro adalah orang lain. meskipun diawal perjalanan Lala menjalin hubungan dengan anaknya, memiliki kerikil-kerikil, mereka tetap menghormati satu sama lain.
"Dro ini Lala, Mama yang minta dia datang" kata mama Hendro
dalam keadaan melihat tapi terdiam dan tak sepatah katapun keluar dari bibir Hendro, hanya gerak bola mata saja yang memberi isyarat.
"Mas"sapa Lala
sambil memegang telapak tangan Hendro. Lala coba memberi isyarat.
hendro masih terdiam tak berbicara. Tiba-tiba air mata menetes di pipinya.
"Kenapa mas? apa yang ingin kau katakan?" kata Lala.
Mama Hendro beranjak pamit keluar dan memberi kesempatan Lala untuk berbincang, dengan harapan besar Hendro mengalami kepulihan dengan cepat.
"Lala Mama cari angin dulu ya, kamu ajak lah ngobrol dia hal hal yang menyenangkan hatinya. Siapa tau dia segera bisa bicara"
"Oh iya Ma, hati-hati Ma di luar udaranya dingin karena masih hujan" kata Lala.
Mama Hendro melangkah keluar sambil melambaikan tangan pada Lala. Lala terdiam membisu di tepi kasur Hendro yang terbaring. Ditatapnya wajah itu, seakan tatapannya kosong.
"Mas bagaimana aku tau apa yang ingin kau katakan jika kau diam" kata Lala membuka percakapan
Telapak tangan Hendro sangat dingin dan digenggam erat oleh Lala. Tak terasa menetes buliran air mata di pipi Lala. Meski Lala tau Hendro akan menikah bukan dengan dirinya.
"Jika kau merasa bersalah pada waktu itu, aku sudah memaafkan mu mas, aku sudah mengikhlaskan engkau bersama Anita. Tapi tolong jangan begini, aku yang tak sanggup melihatmu seperti ini mas" kata Lala
Air mata Hendro terus menetes. Hendro tau apa yang dikatakan Lala,tapi tak mampu membalas sepatah kata pun.
Lala terdiam sambil mengusap air mata Hendro. Diletakkan telapak tangan Hendro di pipi lala, sambil Lala bercerita tentang kesehariannya selama dia tak disampingnya lagi. Cerita yang asik-asik yang Lala ceritakan, dengan harapan menghiburnya. Sesekali dipandanginya Hendro, terlihat tersenyum tipis mengembang, mendengarkan Lala dengan khas manjanya. Seolah masih seperti dulu tatapannya Hendro yang sayu, menyiratkan sesuatu yang tak bisa diartikan.
"Kamu masih ingat tidak, saat itu hujan deras kita berdua basah kuyup dan menumpang berteduh di teras toko, lalu kamu berlarian membelikan aku baju untuk ganti agar aku tak kedinginan san sakit" cerita Lala
"Lalu kau memelukku untuk menghangatkan tubuhku yang sudah biru, sampai dua jam lebih masih belum berhenti hujannya dan kau sangat kawatir kalo banjir tidak bisa pulang" lanjut Lala sambil tertawa mengenang hal itu. Namun Hendro hanya menatap Lala tanpa memberikan senyuman sama sekali.
"Kau ingat tidak mas?! Oya, satu lagi yang masih aku kenang hingga saat ini. Kau ajak aku hadir di pernikahan temanmu dulu dan kau saat itu tak malu menyuapi aku,padahal banyak tamu undangan yang datang. Kau juga kasih kesempatan aku buat sumbang lagu di acara mereka hhhhhh serunya waktu itu dan kini aku hanya bisa mengenangnya mas, kapan ya aku bisa seperti mereka?"
ujar Lala melihat ke arah Hendro. Sambil menarik nafas, Lala yang masih menggenggam erat tangan Hendro kemudian perlahan dilepaskan dan Lala berjalan ke tepi jendela melihat rintikan hujan yang masih deras.
"Taukah kau mas, hari kedepan aku akan menyelesaikan tesis ku dan harapanku di awal dulu adalah wisuda dengan di dampingi Bapak dan kamu. Tapi, sepertinya ini hanya akan menjadi mimpiku saja. Kau sudah hidup dengan pilihanmu dan aku masih berjuang untuk perjalanan ku selanjutnya" cerita Lala
Lala terus bercerita meski Hendro merespon dengan pandangannya, Lala memaklumi hal tersebut, karena Lala tau pita suaranya belum pulih.
Waktu tak terasa berlalu dengan cepat, Lala pun berpamitan untuk pulang karena masih banyak tugas kuliah yang harus dia selesaikan.
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.