Sungguh malam ini aku tidak bisa memejamkan mataku, kembali terngiang ada apa dengan Danish yang tiba-tiba berubah, pikiranku sungguh berkecamuk tak terarah, badan dan tanganku tremor dan gelisah. Tak hentinya aku bersenandika, aku hanyalah bayangan yang akan terus tetap hidup dalam angan, tidak nyata diriku padanya, sebongkah hati ini jelas tidak ada dalam dunianya, aku hanyalah sisa waktu yang ia punya setelah waktu penuhnya dihabiskan untuk Melly, lalu untuk apa diriku kini? Mengapa aku masih saja berharap kedatangannya? Bukankah sebelum ada dirinya aku bisa sendiri menghadapi hidup?emmmmm, tidak…bahkan aku hampir menyerah untuk bertahan hidup kala itu, sungguh rebah lunglai dan kosong, inilah saatnya aku rela dan ikhlas melepas. Begitu hangat terasa air mataku dalam sekaan, rapuh terjerembab jatuh, kupandangi foto kami berdua dalam ponsel, suka cita dalam dental chair waktu dulu, kenangan yang jelas tak akan hidup jika hanya aku yang tinggal, kenangan kita di pos Mawar, foto kamipun sudah menyerupai foto prewedding, dibalik silouete sunrise kau memberiku buah pinus, sungguh merebaknya hati ini kala itu.
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.