"Bukan begitu. Aku lebih bahagia karena tindakan Mas, tapi buka karena banyaknya uang." "Tindakan?" "Iya, tentang kepedulian, perhatian, dan banyaknya waktu yang dihabiskan bersama. Kalau aku bisa milih banyaknya itu semua atau banyaknya uang? Jelas, aku enggak milih banyaknya uang." "Saya orangnya acuh." "Sama semua orang?" "Sebagian besar orang." "Aku termasuk ke sebagian kecil orang ga? Mencoba enggak acuh sama aku, bisa ga?" "Saya sudah lama belajar tentang itu ke kamu, tapi kamu enggak pernah sadar. Termasuk ini, saya ga pernah berbicara sepanjang ini, kalau bukan sama kamu." "Aku mau tiga hal yang aku sebutkan tadi." "Nanti saya coba."
"Mas, aku kalau tidur harus pegangan tangan." "Kalau aku sedih aku suka minta pelukan." "Aku kalau ngambek harus dibujuk-bujuk." "Aku enggak bisa melakukan apa-apa sendiri. Aku enggak mandiri. Apa-apa harus ditemani." "Aku juga cemburuan, Mas." Bram Adinata Akarsana yang sedari tadi hanya mengangguk-angguk mendengarkan celoteh calon istrinya kini mulai menatap gadis di depannya lekat. "Sudah hanya itu?" Kini giliran Pramitha Anindira yang mengangguk. "Saya bisa terima itu semua, tapi," mata pria itu memicing, "saya seorang dokter kulit dan kelamin. Kamu bisa terima itu?"
"Dosen pembimbing lu siapa Ra?" "Pak Aarav. Dosen muda itu." "Gila! Gila! Dhara. Untung gue enggak dapat bimbingan sama dia." "Kenapa emangnya?" "Dia serem banget. Kata Kakak tingkat, bimbingan sama dia dipersulit dah. Siap-siap aja lu, skripsi dua tahun." "Eh iya? terus gimana?" "Ya gatau. Lu jalanin aja dah."
"Katanya kita sahabatan, tapi kok lo nikahin gue." "Daripada pernikahan lo gagal. Gue kasihan Gret sama lo." "Kasihan ya kasihan, tapi jangan nikahin gue juga kali. Nambah beban gue aja." "Gue enggak mau lo depresi gara-gara gagal nikah, makanya gue ngelakuin ini." "Tapi jangan kaya gini caranya. Gue cinta sama Abang lo, kenapa jadi lo yang nikahin gue?!"
"Yang hamil aku, Mas. Kenapa perut Mas Bram yang aku elus-elus." "Mual, Mitha. Kalau perutnya enggak dielus-elus, saya mau muntah terus." "Elusnya jangan kencang-kencang. Pelan-pelan aja," ucap Mas Bram lagi. "Cium di sini. Biar saya cepat tidur." "Cium pipinya?" "Iya, Mitha. Kecupnya dua kali ya." Biasanya Mitha yang manja, tetapi saat masa kehamilan, Mas Bram yang bergantian manja. Karakter mereka tertukar nggak sih?
Gadis kecil yang dingin menikah dengan pria dewasa yang super hangat. Cerita percintaan antara Lily dengan Mahendra (Mantan Pacarnya Laila) Mahendra adalah teman dari Laila, Mamanya Lily. Mereka pernah menjalin kasih semasa SMA. Mahendra murid yang sangat pintar, umurnya lebih muda 3 tahun dari teman-teman SMA-nya. Umurnya Lebih muda 3 tahun dari Laila. Laila lebih tua darinya. Karena kepintarannya itu dia dikirim ke keluar negeri sebagai salah satu murid pertukaran pelajar. Hal itu yang membuat Mahen dan Laila putus, Laila tidak bisa menjalin hubungan LDR. Saat Mahen kembali ke Indonesia, dia bertemu dengan Laila, tetapi wanita itu sudah bersuami. Beberapa tahun kemudian, Laila melahirkan anak perempuan bernama Lily. Mahen sering berkunjung ke rumah Laila untuk bermain dengan Lily kecil, hubungan mereka menjadi dekat bahkan sampai Lily dewasa mereka tetap dekat.
"Suami lo begitu lembut memperlakukan lo, tapi malah lo-nya yang begitu keras sama diri sendiri." Devira bergumam. "Suami lo begitu penyayang, tapi malah lo-nya yang enggak sayang sama diri sendiri." Devira menatap ke arah Zenna. "Lo bisa diam nggak?!" "Dunia enggak sejahat itu, Dev. Buktinya dunia mengirimkan Mas Arsa yang jadi pasangan lo."
"Di kampus, Bapak nyuruh saya terus. Sampai di rumah juga masih nyuruh-nyuruh," teriak Keyra tepat di depan wajah Prima. Pria menunjuk ke arah halaman rumah. "Itu kotor. Kamu kan enggak ada kelas lagi. Mending itu dibersihkan." Keyra menghentak-hentakkan kakinya. "Biarin aja! Biarin! Rumah juga rumah Ayah aku. Bapak kan cuma ngontrak di sini. Jadi jangan ribet!" Prima terdiam sampai akhirnya Heri-Ayah Keyra-angkat bicara. "Selagi baik. Ikuti aja, Key," ucap pria paruh baya itu. "Ayah," ucap Keyra merengek. "Ikutin aja." Wajah Keyra langsung cemberut, sedangkan Prima full senyum.
Pernikahan adalah hubungan pertukaran antara sumber daya dan pelayanan. Kalimat di atas adalah konsep pernikahan yang Gandra dan Alamanda sepakati. Namun, memasuki usia pernikahan dua tahun, Alamanda merasa konsep tersebut sudah tidak lagi relevan. "Jangan banyak menuntut, Nda." "Aku mau pernikahan kita baik-baik aja." "Selama uang direkening saya masih banyak. Selama kamu melayani saya dan mengurus Jasmine dengan baik. Selama itu juga pernikahan kita akan baik-baik saja." Ya, Alamanda paham bahwa pernikahan mereka hanya sekedar hubungan pertukaran antara sumber daya dan pelayanan.
Aku adalah anak broken home. Orangtuaku bercerai karena Bapak seringkali berperilaku kasar. Saat aku kecil, impianku menikah cepat sehingga aku bisa terbebas dari Bapak. Namun, ketika aku menikah, aku merasa impianku sama sekali tidak sesuai dengan realita. Aku dinikahi oleh pria yang memiliki karakter yang sama dengan Bapak. Berperilaku kasar. Akankah pernikahanku akan berakhir seperti pernikahan kedua orangtuaku? Aku harap begitu.
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.