21++ Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan!! "Ah,, Ya,, Ouh,, Terus,, Lebih keras!" Desahan menggema memenuhi ruangan bernuansa maskulin. Hujan deras dengan perut menggelegar menjadi saksi bisu pergumulan dua anak adam. Demi mengejar kepuasan bersama, mereka lupa bahwa satu sama lain belum saling kenal. "Kamu sangat sempit, Arggg" Pria bertubuh kekar dengan jambang disekitar dagu, d**a penuh bulu yang menambahkan pesona Pria perkasa. Dia terus menghentakkan Bukti gairahnya ke v*gina milik wanita di bawahnya. "Huh, aku lelah om. Tapi ini juga nikmat Ah" Wanita itu menerima hentakan yang lebih kuat dari sebelumnya, Kaki nya berada di atas bahu pria itu. Sama-sama merasakan nikmat yang tiada tara. "Ahh,, Ahh,, Ahh,, Lebih cepat om!" "Baik manis" Ketika mendengar permintaan wanita dibawahnya, Pria itupun menambahkan ritme hentakan yang dia berikan. Kedua tangannya pun tidak tinggal diam, dia memutar dan menyentil p*ting serta meremas d*da wanita dibawahnya dan membuat si wanita menggelinjang geli sekaligus nikmat. "F*ck, kau sungguh nikmat sayang. Milikmu terus menjepit milikku. Aku tidak ingin ini segera berakhir" Sementara wanita itu sudah merasa kelelahan, pria itu malah membalikkan posisi tubuh wanita itu menjadi m*nungging. Posisi yang menurutnya paling nikmat. Sambil menentukan letaknya agar b*tangnya tidak salah tempat pria itu langsung menghentakkan pinggulnya dengan ritme yang lebih kencang. Lebih liar. "Ouh,, Om enak banget. Sakit. Ahh, Om aku pengen pipis" "Keluarkan sayang" Pria itu terus menghentak, merasakan v*gina wanita di bawahnya semakin menjepit yg miliknya membuat dia tidak bisa menahan lagi. Kali ini dia menghentakkan miliknya sampai menyentuh dinding rahim milik wanita itu. Menyemburkan cairan kental berwarna putih, Bahkan ada beberapa yang merembes keluar dan membasahi seprai. Keduanya terengah, tanpa berniat mengeluarkan j*niornya yang sudah tidak sebesar tadi. Pria itu membalikkan posisi wanita itu menjadi diatas. Karena kelelahan, wanita cantik yang berada di atasnya tidak bisa lagi untuk protes. "Hahh.. Kau membuatku candu. Sayang sekali, aku tidak bisa menikmatimu sepanjang malam. Tapi, kamu jelas tidak akan bisa pergi dari ranjang ini besok pagi cantik" Pria itu mengecup kening wanita yang berada di atasnya. Lalu, dengan perlahan menutup kedua matanya sambil memeluk tubuh ramping diatasnya.
Pagi ini aku melihat jika Mas Hadi tampak berbeda dari biasanya, dia lebih banyak diam dan merenung. Bahkan setelah aku menaruh piring berisi nasi beserta lauk pauknya. Sikapnya juga terhadapku dan anaknya berubah seminggu ini. Terhitung pernikahan kami sudah menginjak usia lima tahun. Memang, awalnya pernikahan ini hanya karena perjodohan dua keluarga. Aku berasal dari keluarga sederhana, Sementara Mas Hadi berasal dari keluarga konglomerat. Namun, anehnya keluarganya menerima aku dengan baik, tidak pernah membedakan status sosial ataupun kasta. Kedua mertuaku menyayangiku seperti anak mereka sendiri, Aku bahagia. Dikaruniai anak laki-laki dengan wajah tampan yang mewarisi gen suamiku, serta bertutur kata lembut. "Ma, Kok Papa diam terus?"Raditya Biantara, anakku dengan Mas Hadi yang tahun ini akan menginjak usia lima tahun. Tentu sudah paham bahwa kadang aku dan Mas Hadi bertengkar di depannya. Tapi, kali ini aku pun bingung. Mas Hadi berjengkit terkejut ketika aku menepuk pelan tangannya, Semakin membuatku penasaran. Sikapnya Aneh, wajahnya menegang kala aku mengernyitkan dahiku, Ah mungkin hanya perasaanku saja. Mas Hadi berdiri ketika ada suara ketukan didepan rumah kami, Aku memang selalu mengunci gerbang karena takut jika kendaraan yang terparkir depan rumah hilang, Semenjak dia bulan lalu komplek elite ini sudah tidak aman. Ada banyak warga yang melaporkan kehilangan motor bahkan ada yang kehilangan kaca spion mobil mereka, Jadi aku berinisiatif untuk selalu mengunci gerbang juga memasang CCTV. Melihat Mas Hadi buru-buru membuka pintu bahkan menghiraukan aku yang terus memanggilnya, penasaran aku mengikuti dia yang sudah mencapai pintu gerbang. Tampak seorang wanita menyembulkan kepalanya seolah melihat situasi. Sementara suamiku seperti gelagapan dan takut akan kepergok diriku. Saat aku ingin melihat wanita itu, aku baru sadar kalau aku sedang tidak memakai hijab. Buru-buru kuambil hijab yang tersampir di pinggir kasur dan memakainya asal-asalan. Kubuka pintu depan dan melihat bahwa mereka berdua sudah bertengkar dengan sengit, wanita itu tampak tidak sabar dan memaksa masuk ke dalam rumah kami. Wajahnya penuh amarah, sambil terus mendorong suamiku yang mencoba untuk tetap membuatnya berada di luar. "Mas, kok temannya gak diajak masuk kedalam?" Ucapanku ternyata membuat mereka berdua terkejut, Dan kulihat Mas Hadi yang pucat pasi serta keringat tipis di dahinya. Seingatku, Mas Hadi pernah jadi Danton saat muda dulu. Dia tidak pernah menampilkan wajahnya yang tegang seperti ini kepadaku, bahkan saat dia berhadapan dengan orang tuaku yang galak dan disiplin. "Mas?" "Eh, Eng-gak usah Num. Temanku juga sudah mau pulang ini" Kulihat mereka saling melirik, sementara wanita itu seolah tidak rela tapi tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya menganggukan kepalanya kepadaku dan berlalu pergi, Senyumku bahkan tidak dia hiraukan tadi. Ah, aku lupa bertanya siapa namanya dan ada urusan apa. "Ayok Num, Radit makan sendirian" Mas Hadi buru-buru masuk kedalam rumah, mungkin nanti aku bertanya perihal wanita tadi. Sepertinya Mas Hadi tidak ingin aku banyak bertanya. Kami sama-sama melanjutkan makan, dan kulihat Mas Hadi makan meskipun seperti tidak berselera dan banyak merenung. Saat selesai makan pun dia buru-buru kedalam kamar dengan alasan ingin menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Mas Hadi hanya seorang manager di salah satu perusahaan furniture, dengan jabatannya itu sanggup mencukupi kebutuhan kami yang hanya bertiga. Bahkan tiap bulan Mas Hadi dengan ikhlas memberikan Uang bulanan kepada orangtuaku juga orangtuanya. Mas Hadi bukan pria yang selalu menuntut aku untuk pandai memasak dan menyenangkan matanya, tapi aku sebisa mungkin menyenangkannya dalam urusan kasur, sumur dan dapur. Hanya sesekali pekerja bayaran datang tiga kali dalam waktu satu minggu. Saat aku sedang menemani Radit bermain, kulihat Mas Hadi jalan terburu-buru tanpa melihatku. Tidak seperti biasa, Mas Hadi bahkan tidak pamit mengatakan akan kemana dan dengan siapa. "Ma, pesawat Radit mana?" Lamunanku buyar ketika suara Radit menyapaku, lekas ku berikan pesawat yang sempat diminta Radit. ******** Malam sudah berlalu, sudah pukul 23.00 Mas Hadi belum juga sampai rumah. Aku mencoba menghubunginya tapi tidak juga dijawab, aku kirimkan pesan akan pulang jam berapa. Tapi yang kudapat hanya centang biru dua tanda pesanku hanya dibaca tanpa dibalas. Hingga deru mobil yang selalu aku ingat memasuki pekarangan rumah kami, lekas aku bukakan pintu rumah untuknya. Hanya saja kali ini dia tidak sendiri, Mas Hadi membawa wanita itu ke rumah kami. Wanita yang aku tidak tau siapa namanya, dengan pakaian begitu minim dan seksi berdiri menggelayut tangan suamiku. Keterkejutan yang aku alami tidak hanya sampai situ, saat ku dengar Mas Radit mengatakan bahwa dia membawa istri barunya kerumah kami. Mengatakan bahwa dia sudah menikahi wanita itu secara 'siri'. Mataku membelalak, YaAllah apa aku bermimpi?
Drett...Drett...Drett... Ayah Calling.. Suara telepon yang berdering membangunkan gadis yang sedang terlelap itu. Terlalu nyenyak hingga tidak bisa waspada bahwa kasur yang sedang dia tempati lebih nyaman daripada kasur kossan milik temannya. Sambil menggerutu gadis dengan rambut cokelat bergelombang, berkulit putih seputih pualam serta bermata cokelat madu itu menggeliat, meregangkan tubuh dan mengucek kedua matanya. Bulu mata yang lentik itu bergetar mulai menelisik ruangan, Nuansa kamar berwarna hitam dan putih menyambut pemandangan pertama yang dia lihat. Memandang satu persatu pigura di dinding yang terpasang sempurna. Serta melihat foto yang tertera dalam bingkai tersebut. Cukup lama, menatap laki-laki berparas tampan, mengenakan kemeja biru awan berpostur kaku tanpa senyum. Hingga dia berjingkat kaget, merasakan hawa dingin yang menerpa bahu serta tubuh bagian atasnya. Seolah tersadar, gadis itu termangu ketika mendapati dirinya tidak mengenakan pakaian apapun dibalik selimut. Dan noda merah diatas spray putih itu, sangat kontras. Hingga memperparah keterkejutan yang dia alami. "Apa yang sudah kau lakukan?!" Sentaknya dengan mata membola, memutar kembali ingatannya dan tidak bisa mengingat apapun. Mengapa dia bisa ada di dalam kamar ini? Dimana? Dan siapa yang ada di bingkai foto itu? Sekujur tubuhnya sakit seperti habis diinjak gajah! Belum selesai keterkejutan yang dia alami, bunyi ponsel yang tadi sempat menggangu tidur nyenyak nya bersuara lagi. Kali ini lebih sering, seolah menandakan bahwa orang diseberang sana tidak bisa lagi bersabar. Dengan kesadaran yang perlahan terkumpul, dia mengambil ponsel miliknya tanpa melihat siapa penelepon di pagi buta itu. "Halo.. " "Kenapa lama angkat telepon ayah?!" "Eh, Em- Y-ya Ayah. Maaf aku lupa ngabarin ayah kalau semalam aku nginap dirumah Dita. Soalnya ada tugas kuliah Yah" "Yasudah, pulang sekarang. Mama mu hampir membalikkan dapur disini" "Baik ayah" Sambil menghela napas, dia memunguti pakaian yang dia kenakan semalam berserakan di bawah kasur. Dan membersihkan diri ke kamar mandi. Tertatih-tatih, bagaimanapun ini adalah pertama kali Zahira merasakannya. Mengapa dia tidak sedih? Yah,. sedih tidak akan bisa mengembalikan mahkota yang selama ini dia jaga kelak untuk suaminya, Dia tidak bisa bersedih dan merasa menyesal saat ini. Karena yang terpenting adalah sampai rumah tepat waktu, kalau tidak sosok Ayah yang tadi meneleponnya akan menceramahi sampai setengah hari lamanya. "Wah.. bahkan kamar mandi nya lebih besar daripada kamar pembantu dirumah" Mengamati satu persatu sebelum pandangannya jatuh kepada cermin full body yang ada didepannya. "Lihat, Laki-laki mana yang sudah memberikan tanda merah sebanyak ini di tubuhku? Huh.. sial sekali nasibku" Tanda merah itu berada di sekitar leher, d**a, perut, serta ada beberapa di paha bagian dalam miliknya. Tindakannya kali ini yang mengikuti teman satu organisasinya untuk minum alkohol ternyata membuat dampak yang sedahsyat ini. Tidak di pungkiri bahwa Zahira menyesal, bahkan dia tidak ingat wajah laki-laki yang meniduri nya. Membuatnya berakhir mengenaskan di pagi hari, tanpa tau suara dan nama laki-laki itu. "Sudahlah Zahira, anggap aja ini kesalahan satu malam. Nanti mungkin kamu gak akan ingat lagi" Setelah kurang lebih hampir memakan waktu satu jam berendam dalam bathup demi merilekskan tubuhnya yang lelah semalaman, Zahira keluar menggunakan pakaian yang dia kenakan semalam. Karena pakaian itu tidak bisa menutupi bekas kissmark yang ditinggalkan laki-laki itu, dia memilih secara acak sweater di dalam walk in closet dan memakainya. ***************** Sementara di tempat lain, cuaca yang sedang dingin tidak mampu membuat laki-laki itu terganggu, dia tetap mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda semalam, karena insiden dirinya yang hilang kendali dan memper*kosa gadis di pesta salah satu investor di perusahaannya. "Halo, bagaimana gadis itu. Apa sudah keluar dari apartementku?" "Baiklah, ikuti dia. Kabari aku secepatnya" Tut Laki-laki itu meletakan ponselnya kembali kedalam laci meja kerja miliknya, meletakan kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung. Kemudian memijit kepalanya. "Jelas ini rencana seseorang, Ada yang mencoba mengacaukan bisnis ku dengan cara kotor ini" "Lion" Kemudian seseorang yang di panggil itu muncul, membungkukan badan dengan gestur penuh hormat. "Ya, Tuan" "Selidiki CCTV di kediaman Brathayuda, temukan dalang yang sudah membuat aku hilang kendali semalam" "Baik Tuan, kalau begitu. Saya permisi" Sepeninggalan bawahannya, laki laki itu membuka kembali laci dan mengambil kertas yang berisi berkas biodata lengkap milik seorang gadis. "Zahira Putri, Anak dari salah satu pebisnis yang selalu menawarkan kerjasama. Apa kamu yang menjebak ku dan melemparkan dirimu sendiri?" Lelaki itu hanya menampilkan smirk andalannya. Kemudian melemparkan kertas ditangannya kedalam laci. Bersambung...
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.