bc

Paper Heart

book_age16+
934
FOLLOW
3.4K
READ
contract marriage
drama
comedy
twisted
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Zanna harus menerima tawaran Clive untuk bisa bertahan hidup sekaligus membantu Clive melupakan rumor. Bagaimana dengan hati Zanna yang masih mengharapkan cinta pertamanya yang selalu memberikan dia surat berbentuk hati?

chap-preview
Free preview
Cinta Datang
Cinta, aku bahkan belum mengenalinya dengan pasti. Hanya saja aku bahagia mendengar kata itu.  "Selamat ulang tahun sayang," ucap Angelina memeluk anak gadis semata wayangnya. Ulang tahun Zanna yang ke dua belas membuat gadis itu tersenyum bahagia.  "Makasih Ma, Pa." Zanna meraih pipi ayah dan ibunya, mengecup pipi kedua orang tuanya. Mereka sangat bahagia, Zanna tumbuh menjadi gadis cantik nan manis.  Sekilas dari jendela Zanna melihat seorang anak lelaki datang memasukkan surat ke dalam kotak surat di depan rumahnya, Zanna lalu berlari, mengejar anak lelaki itu, namun dia mengayuh sepedanya lebih cepat, menjauh dari Zanna.  "Hei! Tunggu! Siapa kamu?" panggil Zanna. Sayangnya tidak ada jawaban sama sekali. Dia mengayuh sepedanya semakin cepat, menghilang dari pandangan Zanna. Mata Zanna tak lepas dari punggung lelaki yang mulai menjauh itu, dia berbalik dan mengambil sesuatu yang ada di kotak suratnya. Sebuah kertas berbentuk hati, dia membukanya dan tersenyum, kalimat pengungkapan cinta yang pertama kali Zanna dapatkan. 'Kau cantik, bersinar, setiap pagi dan malam aku memikirkanmu, aku sangat mencintaimu, Zanna Kirania.' Surat itu membuat Zanna tersenyum sendiri, pertama kali dalam hidupnya dia mendapatkan surat pernyataan cinta. Zanna masih penasaran, siapa yang menulis surat ini, kuno, tapi menggemaskan bagi Zanna. Biasanya dia sering melihat teman perempuannya yang selalu mendapat pernyataan cinta melalu w******p, tapi dia mendapatkan dengan cara yang berbeda.  Besoknya saat sekolah, Zanna memperhatikan satu persatu teman satu sekolahnya, memperhatikan potongan rambut dan punggung yang sama. Bahkan Zanna juga mencari di parkiran sepeda, mencari sepeda yang mirip dengan si pemberi surat cinta itu. Sayangnya dia tidak kunjung menemukannya. Tiga tahun berlalu, tiga tahun itu pula waktu Zanna hanya dia habiskan untuk memecahkan teka-teki siapa pemberi surat itu, dia selalu mencari lelaki itu, dia yakin pasti pemberi suratnya adalah teman SMPnya sendiri, saat akhir kelulusan, dia membaca satu persatu tulisan tangan setiap siswa, sayangnya tidak ada yang mirip. "Yaampun Zanna, kamu ngapain di sini?" tanya Clara sahabat Zanna sembari menopang dagu. Dia heran melihat sahabatnya yang tak hentinya mencari lelaki itu. "Aku yakin, pasti dia teman sekolah kita," ucap Zanna sembari membenarkan kacamata bundarnya.  Zanna gadis yang tidak sepopuler Clara, dia lebih menyukai membaca buku dan duduk di perpustakaan, sebuah keajaiban dalam hidupnya jika ada yang menyatakan cinta, dia sendiri tidak pernah mau berkenalan dengan laki-laki. Entah kenapa pernyataan cinta dalam surat itu membuat Zanna yakin jika itu adalah pernyataan cinta yang sangat tulus. "Udahlah, enggak usah dicari. Di surat itu inisialnya A. P. W kan?" tanya Clara.  Zanna mengangguk, matanya masih menatap serius tumpukan tugas akhir siswa untuk ujian sekolah, dia memperhatikan setiap tulisan tangan yang ditulis di sana, sayangnya sudah dua jam Zanna berkutat, tidak ada sama sekali jenis tulisan tangan yang sama dengan surat miliknya. Sedangkan Clara, dia mencari album buku angkatan, dia mencari murid berinisial A. P. W namun tidak ada laki-laki, hanya ada satu, itupun perempuan. Keduanya menghela nafas kasar, tidak juga menemukan jawabannya. "Yasudahlah, kita pulang aja yuk, udah sore juga," ajak Clara. Zanna menggeleng, masih ada tumpukan di samping kanan yang belum dia periksa, dia tidak mau menyerah begitu saja. Sebelum dia lulus dari sini, dia ingin menemukan siapa pemberi surat cintanya. Clara akhirnya setuju, membiarkan Zanna mencari lagi, untung saja ibu Clara adalah guru di sini, dia jadi bebas berlama-lama di ruang guru. Suara dentuman bola basket mulai terdengar, Zanna melirik ke jendela, terlihat beberapa anak laki-laki berkumpul di lapangan sekolah. Mereka hendak melakukan pertandingan terakhir sebelum kelulusan.  Tangan Zanna lalu meraih tangan Clara, mengajaknya untuk duduk di pinggir lapangan, memperhatikan setiap siswa lelaki yang memainkan basket. "Kamu yakin Zan? Kalau dia itu anak sekolah kita? Jangan-jangan tetangga kamu lagi," ucap Clara.  "Enggak, aku enggak punya tetangga laki-laki," jawab Zanna. Clara berulang kali menguap, Zanna juga tak kunjung menemukan siapa lelaki yang memberinya surat cinta itu, dia mendesah pelan, tiga tahun sekolahnya terasa sia-sia mencari lelaki itu. Zanna terlalu serius mencari pemberi surat itu sampai dia sama sekali tidak mau terbuka dengan lelaki lain, dia terlalu jatuh cinta dan percaya akan cinta yang tulus itu.  Akhirnya Zanna menyerah, hari ini hari terakhir dia sekolah di SMP Nusa Bangsa, dia menyerah menemukan teka-teki lelaki itu.  "Ayo Clar kita pulang," ucap Zanna lemas dengan wajah lesu tak berdaya. Semua teman sebayanya merasakan jatuh cinta dan bahagia berteman dengan laki-laki, tidak dengannya. Clara memeluk sahabatnya, tidak masalah jika belum menemukan siapa pemberi surat itu, yang terpenting Zanna sudah sekolah dengan mendapatkan nilai terbaiknya. "Udah, jangan sedih kalau belum nemu orangnya, yang penting kamu kan jadi lulusan terbaik," ucap Clara mengemangati Zanna.  Clara tersenyum dan mengangguk senang, dia memeluk sahabatnya.  Air mata terus menetes, membasahi pipi Zanna, dia tidak menyangka kedua orang tuanya akan pergi secepat ini. Clara memeluk erat Zanna, mencoba menguatkan sahabatnya. Mereka terkejut saat baru saja pulang sekolah, ada pihak kepolisian yang mencari Zanna. Orang tua Zanna meninggal karena kecelakaan lalu lintas, hal itu membuat Zanna terpukul dan tak tau harus bagaimana, di usia yang muda ini dia harus hidup sendiri. Satu-satunya keluarga yang dia miliki, hanyalah om Rafa dan tante Zita serta anak perempuannya bernama Citra. Pada awalnya mereka sangat baik kepada Zanna, mereka memperlakukan Zanna seperti anaknya sendiri.  Hingga setahun setelah meninggalnya kedua orang tua Zanna, mereka meminta Zanna menandatangani sebuah surat, Zanna tidak tau dengan jelas maksud surat itu, dia hanya menurut dan menandatanganinya. Saat itu telah terjadi, mereka mengusir Zanna dari rumah, tidak ada pilihan lain bagi Zanna selain tinggal di rumah lamanya, sayangnya rumahnya telah disegel oleh bank, rumah itu telah disita.  Zanna duduk di taman belakang rumahnya, menikmati tetesan hujan yang turun, perusahaan ayahnya telah dikuasi keluarga om Rafa. Bodohnya, Zanna hanya pasrah begitu saja saat tante Zita menyuruhnya tanda tangan. Dia tidak memiliki apapun saat ini, satu-satunya harta yang dia miliki hanya kalung emas pemberian ibunya. Zanna tak menangis ataupun marah, dia hanya diam, wajahnya tanpa ekspresi, keceriaan tak lagi ada di sana. Dunia ini begitu kejam, dia ditinggal sendiri. Bagaimana besok dia pergi ke sekolah? Besok dia harus makan apa? Zanna tak tau, dia tak memiliki tujuan hidup.  Satu di pikiran Zanna, ada sahabatnya Clara, dia mencoba berjalan kaki menuju rumah Clara, jauh sekitas sebelas kilo. Tubuh Zanna kedinginan, semua bajunya basah kuyup. Kakinya mulai gemetar untuk melangkah, Zanna tidak mampu menangan tangisnya lagi, dia menangis, tertutupi oleh air hujan. Hatinya teriris sakit, kenapa harus dia yang merasakan kepedihan ini, sebenarnya apa salah dia kepada om dan tantenya? Kenapa mereka begitu tega kepadanya. Zanna sampai di rumah Clara, namun sudah larut tengah malam, Zanna memilih duduk di depan rumah Clara, setidaknya dia berteduh di sini. Zanna merebahkan dirinya di lantai teras rumah Clara, dia memeluk kopernya yang basah. Suara motor yang datang tak membuat Zanna terbangun, dia terlalu lelah untuk membuka mata menghadapi kenyataan. "Lah siapa ini anak? Dek? Kamu cari siapa?"  Tidak ada jawaban dari Zanna, kakak Clara akhirnya memutuskan untuk menggendong Zanna masuk ke dalam rumah.  "MA! PA!" teriak Clive sembari merebahkan Zanna di sofa. Jasnya ikut basah terkena pakaian Zanna. Clive berusaha membangunkan Zanna, menepuk pelan pipinya, sayangnya dia tak merespon sama sekali. Clive malah merasakan tubuh Zanna begitu panas. "Loh? Zanna?" ucap Clara panik ketika melihat temannya yang pucat dan terbaring lemah. "Zan? Zanna? Bangun Zan?" Clara mengguncang bahu Zanna, dia berlari ke kamarnya mencari minyak angin lalu menggosokkan ke tangan dan kaki Zanna.  Mama dan papanya ikut panik, mereka lalu menyiapkan kompres untuk Zanna. "Clive, kamu gendong dia, pindahkan ke kamar Clara, biar mama bantu ganti baju dia," ucap ibunya. Clive menurut lalu menggendong Zanna, dia menatap Zanna dengan tatapan tidak tega, bagaimana bisa anak seusia adiknya terlantar seperti ini, apa mungkin Zanna hamil? ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook