bc

Sweet Destiny

book_age18+
933
FOLLOW
3.9K
READ
possessive
family
love after marriage
badgirl
powerful
feminism
friendship
chubby
foodie
like
intro-logo
Blurb

Clarita, Jessica dan Michael tidak menyukai hubungan rumah tangga dan lebih memilih karir. Orang tua mereka bersikeras meminta mereka untuk segera membangun rumah tangga.

Menikah? Apa jadinya jika 3 bersaudara yang berambisi dengan karir dijodohkan oleh orang tuanya? Apakah pernikahan ini akan berhasil? Tanpa Clarita sengaja dia menyebut nama Stevano Archer sebagai calon suaminya. Lalu apa yang terjadi dengan nasib mereka jika gossip bertebaran dimana-mana?

*DILARANG PLAGIAT!*

chap-preview
Free preview
Artis Sibuk
Dengan jalan yang sedikit tergesa-gesa, Clarita menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan. Di belakangnya terdapat manager yang selama ini setia padanya, Devi. "Kau yakin acaranya dimulai jam delapan pagi?" Clarita sibuk dengan rambut panjangnya, untung saja dia menggunakan shampoo yang kemarin dia beli baru di toko perawatan, lumayan bagus dan bisa langsung membuat rambutnya rapi dan lurus dalam waktu singkat. Devi menganggukkan kepalanya. "Acara itu dimulai jam delapan pagi, dan sekarang jam setengah delapan," Devi melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. "Jika tidak macet, kita akan sampai tepat waktu." "Mustahil tepat waktu. Beri tahu mereka jika kita akan terlambat karena macet." Clarita masuk ke dalam mobilnya. Devi menganggukkan kepalanya dan ikut masuk ke dalam mobil lalu mengabari pihak produser. "Mereka bilang kau akan masuk pada segmen ketiga, itu artinya ada tambahan waktu sepuluh menit." Clarita menganggukkan kepalanya dan menghela napas sambil menyandarkan punggungnya pada kursi. Ditariknya tas berisi perlengkapan make up-nya, dan mulai memoles wajahnya yang masih polos. "Oh ya!" Devi menyalakan tabnya. "Perusahaan Trome mengajukan perpanjangan kontrakmu." "Kontrak apa?" Clarita mengerutkan keningnya bingung seharusnya kontrak itu sudah diperpanjang olehnya sejak dulu. "Iklan produk minuman pelangsing." Devi agak tersenyum sedikit, melihat tambahan lemak di bagian lengan Clarita. "Bukankah kita sudah pernah memperpanjang kontrak itu?" Clarita kini beralih pada alisnya, merapikannya sedikit.  Devi mengangkat kedua bahunya. "Mungkin produk mereka terus meningkat karena kau menjadi bintang iklannya." Wajar saja jika Clarita yang mampu melariskan produknya, wajah dan tubuh Clarita adalah idaman setiap wanita. "Kalau begitu naikkan biayanya." Clarita kembali memoles wajahnya. "Jika mereka untung, maka aku juga harus dapat untung." ** "Seperti yang semua orang tahu, jika Clarita Harington ini merupakan salah satu aktris berbakat dengan kemampuan acting yang tidak perlu diragukan lagi," ucap salah satu host talkshow yang tengah dihadiri oleh Clarita. Clarita hanya tersipu malu mendengar ucapan host tersebut. Diberikannya senyuman terbaik yang ia punya. "Bahkan katanya, banyak orang yang gemas dan membanjiri akun instagrammu dengan komentar yang pedas. Benarkah itu?" tanya host lainnya. Terkekeh pelan, Clarita menganggukkan kepalanya. "Bahkan pernah waktu itu pas aku pergi ke mall, beberapa orang natap aku sinis banget." "Serius? Sampe segitunya?" Clarita menganggukkan kepalanya. "Wah! Berarti Clarita benar-benar sukses menjalankan perannya sebagai tokoh antagonis. Luar biasa." Kedua host tersebut menepuk tangannya dan disambut tepuk tangan para penonton. Lagi, Clarita hanya menanggapinya dengan senyuman terbaik yang dimilikinya. "Baiklah pemirsa, kita break dulu. Tetap di-" Michael mematikan televisi yang berada di hadapannya. Menutup mulutnya yang terbuka lebar karena menguap dan rasa bosan akan tayangan yang baru saja ditontonnya. "Enak ya jadi kak Clarita, main film sana-sini. Gak perlu capek-capek casting dulu." Michael menatap adiknya, Jessica. "Lo aja yang gak tahu segimana tersiksanya gue pas nganter jemput dia selama casting," ucap Michael dan mendengus pelan. "Ya tapi kan, kak Cla-" "Yaudah nyerah aja," potong Michael. "Udah gue tawarin kerja ditempat gue, lo-nya gak mau." "Ish! Ya gak mau lah! Disuruh kerja jadi anak buah si Mak lampir!" ujar Jessica. "Namanya Janet." "Masa bodo. Pokoknya aku benci wanita itu!" Jessica melipat kedua tangannya di depan d**a dan memalingkan wajahnya dari sang kakak. "Ada apa ini ribut-ribut," ujar Anne, ibu mereka. "Tuh, anak kesayangan bunda manja banget mau langsung jadi manager." Michael menunjuk Jessica dengan dagunya. "Aku gak ngomong gitu!" balas Jessica sinis. "Michael coba telepon kakak kamu. Udah jam sebelas malam belum pulang juga, padahal udah ibu bilang jangan pulang lebih dari jam sepuluh malam," ucap Anne dengan nada kesal. "Gak bakalan diangkat," balas Michael yang secara tidak langsung menolak perintah ibunya. "Coba dulu!" Dengan malas Michael mengeluarkan ponselnya dan menelpon Clarita. "Tuh kan gak diangkat," ujar Michael saat teleponnya tidak diangkat oleh Clarita. "Coba telepon Devi." "Bu, aku besok ijin pergi-" "Casting lagi?" tanya Anne memotong ucapan Jessica. Dan dibalas dengan anggukan oleh Jessica. Anne menghela napasnya pelan. "Mending kamu kerja di kantor Michael, daripada gak jelas casting sana sini." "Ibu bukannya dukung aku!" Jessica kembali merajuk. "Bukan ibu gak dukung kamu. Daripada ngejar yang gak pasti dan buang-buang waktu." "Udahlah, ibu emang gak ngerti!" Jessica beranjak dari ruang keluarga dengan langkah yang dihentak-hentakkan. "Kapan ... adik kamu bisa dewasa," ujar Anne sambil menggelengkan kepalanya kecil, heran dengan kelakuan kekanakan Jessica. Michael mengangkat bahunya sebagai jawaban. "Mereka lagi diperjalanan, Kak Clarita tidur jadi telpon aku gak diangkat." Anne menganggukkan kepalanya. "Sekarang telpon ayah kamu." Michael menatap malas ke arah ibunya. "Kenapa gak ibu aja yang telepon?" "Ibu lupa nyimpen ponsel di mana," jawab Anne. Michael tahu jika ibunya tidak ingin menguras pulsanya. Ia mulai mencari kontak sang ayah dan akan menelponnya sebelum sebuah suara mengagetkannya. "Michael!" "Ayah, datang-datang bikin kaget!" Michael mengusap dadanya. "Makan siang tadi kamu kemana?" tanya Robert dengan tangan yang dilipatkan di depan d**a serta tatapan tajam seolah mampu menembus kepala putranya. "Client-ku mengajak makan siang bersama. Dan karena saat itu sudah jam makan siang, jadi aku iya-kan," jawab Michael tenang. Robert menghela napasnya lelah. Ia mendudukkan dirinya di samping Michael. "Kau tahu jika ayah sudah mengatur makan siangmu dengan Rose tadi." "Sudah kubilang berulang kali juga tuan Harington, jika aku tidak tertarik padanya," balas Michael dan mendengus kesal dengan pembahasan sang ayah yang keukeuh menjodohkannya. "Kau sudah cukup matang untuk menikah-" ujar Anne membela suaminya. "Kak Clarita jauh lebih matang untuk menikah daripadaku," potong Michael. "Aku lebih suka membaca kontrak kerja daripada buku nikah." Tiga orang yang masih berada di ruang keluarga tadi langsung menolehkan kepalanya kesumber suara. Di sana nampak Clarita dengan wajah lelahnya berjalan gontai diikuti Devi yang sama terlihat lelahnya. "Ah! Akhirnya kalian datang juga," ujar Anne. "Clarita, kau melupakan janjimu untuk pulang sebelum jam 10." "Aku tidak akan berubah menjadi buruk rupa jika pulang lebih dari jam 10 malam," balas Clarita enteng. Ia menghempaskan tubuhnya di samping sang ibu. "Kau ini anak gadis-" "Perawan tua," ralat Michael yang sukses mengundang tatapan tajam dari Clarita. "Michael tidak baik berbicara seperti itu pada kakakmu!" tegur Anne. "Pokoknya kamu harus pulang sebelum jam 10 kau mengerti?" Clarita bergumam sambil memejamkan matanya. "Aku sudah sangat mengantuk, aku ijin ke kamar-" "Sebentar, ada yang ingin ibu bicarakan," cegah Anne dan beralih pada Devi yang masih berdiri di samping Clarita. "Devi kau menginap saja di sini. Ini sudah sangat malam jika kamu pulang." Devi menggelengkan kepalanya. "Suami saya akan menjemput kemari." "Menginaplah di sini, jarak rumahmu kemari cukup jauh dan kabari suamimu untuk tidak menjemput," bujuk Anne. "Dia yang memaksa menjemput saya," tolak Devi. Anne menganggukan kepalanya. “Duduklah dulu, aku tahu kau juga lelah.” Devi langsung memilih duduk di kursi ruang tamu dan menolak untuk duduk bersama keluarga Harington tersebut. Selepas perginya Devi ke ruang tamu, Anne beralih menatap Clarita yang ternyata sudah tertidur di sampingnya. Ia menepuk paha Clarita cukup keras hingga Clarita terbangun dan langsung membenarkan posisinya. "Ada apa?" "El tadi datang kemari dan memberikan undangan untukmu," Anne meraih sebuah undangan dari dalam laci nakas di sampingnya. "Besok ia akan merayakan ulang tahun anaknya yang ke lima tahun sekaligus mengumumkan kehamilan anak keduanya." Clarita meraih undangan itu. El adalah teman kuliahnya dulu dan kini sudah mau memiliki dua anak. "Rasanya baru kemarin kita jenguk anak El yang baru lahir, sekarang udah besar saja." Clarita menatap waspada pada sang ibu. Ia tahu jika topik pembicaraan ini tidak akan berhenti begitu saja.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My One And Only

read
2.2M
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.2K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.4K
bc

The Perfect You (Indonesia)

read
289.7K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook