Gairah Pernikahan Penuh Dendam

Gairah Pernikahan Penuh Dendam

book_age18+
44
FOLLOW
1K
READ
billionaire
dark
family
HE
love after marriage
system
fated
friends to lovers
arranged marriage
badboy
kickass heroine
stepfather
mafia
heir/heiress
drama
bxg
serious
kicking
bold
city
office/work place
cruel
addiction
actor
like
intro-logo
Blurb

Sebastian dan Diandra terikat oleh jaringan gelap dunia mafia dan cinta yang berbahaya. Setelah menerima jantung Alena, istri Sebastian sekaligus putri petinggi klan KARMA, Diandra tanpa sadar masuk ke dalam pusaran dendam dan intrik keluarga yang mematikan. Namun, Sebastian juga menyimpan rahasia kelam, ia bukan bagian dari keluarga Alvarendra, melainkan korban penculikan yang hidupnya dihancurkan oleh konspirasi masa lalu.

Ketika Aldo Alvarendra tiba-tiba kembali dengan identitas lain, merampas segalanya untuk membalas dendam, Sebastian memilih bangkit sebagai 'Sullivan'. Dingin, tegas, dan penuh kebencian, ia dan istrinya, Diandra, menjalin aliansi maut, melibatkan cinta yang intens sekaligus sarat bahaya. Bersama, mereka menciptakan kekuatan baru untuk menghadapi masa lalu yang belum selesai.

Dalam dunia yang dipenuhi pengkhianatan, kekuasaan, dan gairah, "Gairah pernikahan penuh dendam" adalah kisah tentang cinta dan kebangkitan sebuah legasi yang teruji oleh darah serta kehancuran. Ketika dendam dan cinta bertabrakan, siapa yang akan bertahan di tengah kegelapan ini?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Vila
Ruangan itu terasa suram. Lukisan abstrak bernuansa gelap menghiasi dinding, mempertegas aura dingin yang menguasai tempat ini. Perabotan mahal dengan garis tegas membingkai keheningan yang menggantung. Aroma kayu cendana pekat memenuhi udara, menciptakan tekanan yang tak terlihat. Diandra berdiri tegak di tengah ruangan, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, berusaha mengendalikan rasa tak nyaman yang menjalar. Matanya beradu dengan pria yang duduk santai di atas sofa kulit. Sebastian, kaki disilangkan, jemari mengetuk pelan lengan sofa dalam ritme yang mengintimidasi. Tatapannya tajam, menelanjangi setiap detik kebisuan seperti elang yang mengincar mangsanya. "Kenapa kamu memanggilku kemari?" suara Diandra memecah keheningan. Nada bicaranya terdengar tenang, meski sorot matanya menyiratkan ketidaksabaran yang mulai membuncah. Sebastian tak segera menjawab. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, memperdalam atmosfer tegang yang menguasai ruangan. Setelah beberapa detik yang terasa seperti seabad, akhirnya ia berucap, "Apa hubunganmu dengan Alena?" Diandra mendongak, menatapnya dengan penuh ketegasan. "Kami tidak saling kenal," jawabnya singkat, suaranya tegas, meski alisnya sedikit terangkat karena heran atas pertanyaan tersebut. Sebastian bangkit dari duduknya. Langkahnya pelan, tanpa suara, seolah setiap hentakan sepatu mengukuhkan d******i yang mengimpit Diandra. Kehadirannya membawa hawa dingin, membuat suhu ruangan seakan turun beberapa derajat. Ia berhenti tepat di hadapannya—terlalu dekat hingga Diandra bisa mencium aroma musky cologne yang melekat di tubuh pria itu. Tanpa peringatan, jemarinya mencengkeram rahang Diandra, memaksa wanita itu untuk menatapnya lebih dekat. "Jangan coba-coba berbohong padaku, w************n!" desisnya, rahang mengeras, bibir tertarik membentuk garis tipis yang penuh amarah. Diandra tersentak, tetapi ia segera pulih dari keterkejutan itu. Ia menepis kasar tangan Sebastian, membuat pria itu sedikit mundur. "Singkirkan tanganmu, b******k!" suaranya bergetar, tetapi tatapannya tetap tajam, tidak menunjukkan ketakutan. Dadanya naik-turun, napasnya berat, sementara jemarinya mencengkeram kain bajunya sendiri. "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya!" Nada suaranya meninggi, emosinya tak terbendung. "Kalau kau tidak percaya, ambil saja kembali jantung istrimu. Aku lebih memilih mati daripada terus dihina oleh pria sepertimu!" Sebastian menyeringai, bukan seringai yang membawa kehangatan, melainkan ejekan yang terasa seperti luka yang dikoyak lebih dalam. "Jantung itu memang cocok berada di tubuhmu. Kalian berdua sama-sama tidak berharga." Suaranya lantang, penuh kemarahan yang menyala seperti api yang disulut bensin. Diandra menelan ludah, bibirnya bergerak sedikit, tetapi tak ada kata yang terucap. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi di antara Sebastian dan Alena? Sorot mata Sebastian yang membara membingungkan, di balik kebenciannya, ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang menyerupai cinta yang terluka. Namun, Diandra tidak menunjukkan rasa takutnya. Ia mendongakkan wajahnya sedikit, menantang. "Kau boleh menghina aku, tapi jangan pernah menghina orang yang sudah tidak bisa membela dirinya. Alena adalah istrimu, dan dia sudah tiada," ucapnya dengan tegas. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan d**a yang sesak. Sebastian mendengus, meletakkan tangannya di pinggang. "Tidak perlu basa-basi. Serahkan dokumen yang dibutuhkan untuk mendaftarkan pernikahan kita. Dan jangan pernah bermimpi aku akan memberimu pesta yang megah!" suaranya terdengar dingin dan penuh ketegasan, seolah tidak ada ruang untuk perdebatan. Diandra memutar malas kedua bola matanya. Tanpa banyak bicara, ia memutar tubuh, berniat meninggalkan ruangan itu dengan segera. Ia sudah capek berdebat, tubuhnya butuh istirahat, begitu juga pikirannya yang mendadak kacau. "Stop, Diandra Rose!" suara Sebastian menggema, membuat langkahnya terhenti. "Jika kau melangkah keluar, dalam tiga puluh menit, kau akan menerima kabar kematian sahabatmu, Mita. Kecelakaan mobil. Kau tahu aku tidak main-main." Tubuh Diandra membeku. Ia merasakan darahnya berhenti mengalir sejenak. Dengan gerakan lambat, ia memutar tubuhnya kembali, tatapannya penuh keterkejutan bercampur kemarahan. "Kamu mengancamku?" Sebastian mengangkat bahu, seringai nya semakin lebar, seperti serigala yang baru saja memenangkan perburuan. "Jika kamu tidak percaya, silakan dicoba." tantangnya dengan nada dingin. "Kau sendiri yang bilang aku ini perempuan murahan. Jadi kenapa sekarang kau memaksa menikahiku?" tanya Diandra, emosinya mulai memuncak. Wajahnya memerah, dan kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Aku tidak akan menjawab pertanyaan bodohmu itu. Sekarang serahkan apa yang aku minta," titah Sebastian dengan nada tak terbantahkan. "Kamu tahu apa konsekuensinya jika terus melawan." ‘Aku tidak sudi menikah denganmu!’ sayangnya kalimat itu hanya bisa Diandra gaungkan dalam hatinya. Demi Mita dan hal-hal kecil lain yang ia perjuangkan, ia harus menekan perasaannya dan mengalah. Diandra tidak tahu siapa sebenarnya Sebastian. Ia pernah mencoba mencari tahu latar belakang pria itu, tetapi selalu menemui jalan buntu. Data tentang Sebastian seolah menghilang tanpa jejak. "Aku tidak membawa dokumen—" "Serahkan saja KTP-mu. Sisanya biar menjadi urusanku," potong Sebastian cepat. Ekspresinya tetap dingin, sulit ditebak. Dengan sangat enggan, Diandra menyerahkan KTP-nya. Sebastian memberikannya kepada sekretaris untuk difotokopi sebelum mengembalikannya padanya. "Apakah sudah selesai? Kalau sudah, aku ingin pulang," ucap Diandra dengan wajah lelah. Tanpa banyak bicara, Sebastian meraih kunci mobilnya dan melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan Diandra yang masih tertegun. "Fine! Dasar sinting!" umpat Diandra kesal, mengikuti langkah Sebastian menuju lift dengan ekspresi masam. Setibanya di basement, Diandra baru saja hendak menelepon Mita ketika sebuah mobil sport berhenti tepat di depannya, klaksonnya memekakkan telinga. Perlahan, jendela mobil diturunkan, memperlihatkan wajah Sebastian yang membuat Diandra ingin melontarkan sumpah serapah. "Masuk!" perintah Sebastian dingin. "Ogah!" tolak Diandra tegas. "Diandra Rose! Aku tidak suka mengulang perintah. Cepat masuk!" bentak Sebastian, nadanya tak terbantahkan. Karena malas berdebat, sekali lagi, Diandra terpaksa menurut. Ia mengitari mobil dan duduk di kursi penumpang, masih dengan ekspresi masam. Setelah memasang sabuk pengaman, Sebastian melajukan mobilnya, membelah jalan kota yang ramai. Setelah perjalanan panjang, mereka tiba di sebuah vila dengan halaman luas dan asri. "Mulai sekarang, vila ini adalah tempat tinggalmu," ucap Sebastian. Diandra menoleh dengan tatapan tak percaya. "Aku punya rumah sendiri. Kau tidak perlu memaksaku tinggal di sini." "Ini adalah perintah Diandra Rose, aku hanya ingin meminimalkan masalah yang akan datang dengan memintamu tinggal di sini," jelas Sebastian tanpa menoleh. Diandra ingin memprotes, tetapi Sebastian sudah keluar dari mobil. Ia pun terpaksa mengikuti. "Tuan!" Seorang pembantu wanita paruh baya menyambut Sebastian di ambang pintu. "Bawa dia ke kamar, lalu siapkan makan siang," perintah Sebastian, yang langsung dipatuhi pembantunya. "Ayo, Nona, saya tunjukkan kamarnya," ujar pembantu paruh baya itu. Diandra tersenyum kecil dan mengangguk. Vila itu hanya memiliki satu lantai, sehingga mereka cepat sampai di kamar yang dimaksud. Ukurannya sedang, lengkap dengan semua perlengkapan, termasuk koper milik Diandra. "Loh, ini koperku. Siapa yang mengantarkan ini ke sini?" tanyanya curiga. "Tadi ajudan Tuan yang mengantarkan koper ini, Nona. Sekarang Nona istirahat, ya. Kalau butuh sesuatu, cari saya di dapur," jawab pembantu itu sebelum pergi. Diandra memandang koper itu dengan tatapan penuh tanda tanya. "Aneh! Siapa sebenarnya dia? Bagaimana dia bisa tahu tempat tinggalku?" gumamnya pelan, rasa penasaran menguasai pikirannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
152.6K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
295.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
214.5K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
172.3K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.6K
bc

TERNODA

read
193.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook