bc

Bukan Kamu Yang Dulu

book_age18+
126
FOLLOW
1.3K
READ
HE
escape while being pregnant
second chance
kickass heroine
blue collar
sweet
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Tujuh tahun yang lalu Hanna terpaksa pergi meninggalkan kota. Tujuh tahun kemudian Hanna kembali karena pekerjaan dan dipertemukan lagi dengan mantan kekasihnya, Adam.

Namun sosok Adam bukan lagi Adam yang Hanna kenal. Pria yang dulu sangat mencintainya dan memperlakukannya bak seorang ratu, sekarang berubah menjadi pria dingin yang arogan.

Kebencian tersimpan amat dalam. Adam tidak bisa memaafkan Hanna yang memutuskan pergi darinya tanpa penjelasan. Adam bertekad untuk membalas. Membiarkan Hanna mengetahui betapa sulit dirinya menjalani hidup beberapa tahun ini.

Antara cinta dan benci hanya dipisahkan satu garis yang tipis. Cinta lama itu belum benar-benar selesai. Namun ini bukan hanya tentang sepasang kekasih yang dulunya saling mencintai dan sekarang berpisah. Ini juga tentang dua anak kembar genius, Alex dan Axel, yang ingin menyatukan kedua orang tua mereka.

Ingin tahu cara apa yang akan digunakan si kembar? Simak kelanjutannya, dan pastikan sudah "tap love".

chap-preview
Free preview
1. Setelah Tujuh Tahun
Di sebuah stasiun kota C, dua anak laki-laki berjalan beriringan sambil menarik tas koper berwarna hitam. Wajah mereka yang identik membuat sebagian orang di sekitar menatap dengan tatapan penuh perhatian. Tidak jauh di belakang, tampak seorang wanita yang kepayahan membawa koper cukup besar. Dia melambai pada dua anak laki-laki kembar di depannya. "Alex, Axel, jangan jalan terlalu cepat. Tunggu Mommy!" Setelah mendapat teguran, dua anak kembar itu dengan kompak menoleh ke belakang. Alex si sulung lalu berkata dengan bijak pada adiknya, "Axel, kamu membawa terlalu banyak mainan. Mommy susah payah menarik kopernya karena terlalu berat. Kamu harus membantu Mommy!" Axel si bungsu mengerucutkan bibir. "Itu tidak banyak! Hanya sedikit. Aku hanya membawa sedikit dari sekian banyak mainanku." Telunjuk dan ibu jarinya saling bersentuhan. Seperti ingin menekankan jika dia sudah sangat berkompromi. "Sudah. Sudah. Jangan bertengkar. "Mommy masih kuat. Tapi kalian jangan berjalan terlalu cepat. Nanti jika terpisah kalian bisa tersesat." Hanna Sekarwati, wanita berusia 30 tahun itu hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat tingkah kedua putranya. "Mommy tenang saja. Selama ada Alex, kami tidak mungkin tersesat." Axel menyahut sambil menepuk pundak kakaknya. Alex berdehem pelan. Wajah bocah enam tahun itu sedikit memerah. Sedikit membusungkan d**a. "Ya, itu benar. Tidak mungkin tersesat." Hanna ingin tertawa saat melihat Alex. Dia harus mengakui jika anak sulungnya ini sangat pandai dalam bidang teknologi. Bahkan semua guru di tempat sekolah lama pun mengakui kecerdasannya hingga menyertakannya dalam beberapa lomba yang kemudian berhasil mendapatkan tempat pertama. Namun, dia memiliki sifat yang sedikit tertutup. Sementara Axel, walau tidak begitu pandai dalam bidang teknologi, tetapi dia memiliki kecerdasan emosional yang baik dan cenderung suka dengan aktifitas fisik. Ting! Notifikasi pesan membuat Hanna menahan langkahnya. "Alex, Axel! Tunggu sebentar." Hanna mengecek pesan tersebut karena mungkin itu pesan yang penting. Namun ketika mengeceknya ternyata hanya sales assuransi yang berusaha mengejar target bulanan. Tanpa berpikir dua kali Hanna memblokir nomor tersebut setelah melaporkannya sebagai spam. Perlahan Hanna mengalihkan pandangannya ke tempat Alex dan Axel. Namun .... "Eh! Mereka ke mana?" Hanna tak menemukan Alex dan Axel di tempat mereka sebelumnya. Padahal sudah dibilang untuk menunggu tapi mereka malah menghilang dalam sekejap. "Alex! Axel!" Hanna berteriak memanggil nama kedua anaknya. Akan tetapi sulit pastinya untuk mencari mereka di stasiun yang ramai. Terlebih pada saat itu unit kereta lain baru saja tiba dan puluhan penumpang turun yang membuat stasiun menjadi sangat bising. "Mereka ini ...." Hanna tidak bisa berkata-kata. Segera dia mencoba menghubungi Alex yang memiliki jam tangan pintar. Namun, sayangnya hal itu tidak berhasil. Hanna tidak menyerah dan lagi berusaha menghubungi Alex. Matanya hanya tertuju pada ponsel sampai seorang wanita tiba-tiba menabraknya. Padahal Hanna hanya diam di tempatnya. Dia juga dalam posisi berdiri, tidak duduk bersila. Entah apa yang terjadi hingga wanita itu tidak dapat melihat keberadaannya. Aduh! Wanita itu meringis saat bokongnya mendarat di lantai. Tas yang dibawanya terjatuh, begitu pula dengan kacamata hitam yang langsung terpental. Hanna tidak bisa membantu karena dia juga terjatuh. Jangankan membantu, Hanna bahkan tidak mempedulikan keadaan sikunya yang tergores untuk fokus mencari ponselnya yang sempat terlepas. "Ah! Di sini kamu rupanya." Hanna menemukan ponselnya. Dia berusaha mengambilnya, tapi sepasang kaki tiba-tiba muncul di depan wajahnya. Sontak Hanna mendongakkan kepala. Pada saat itu juga tubuhnya langsung membeku saat merasa familiar dengan sosok pria yang muncul di depannya. "A-Adam ...." Suaranya sangat lirih sehingga tidak akan ada yang mendengarnya. Sementara Adam, pria itu terlihat sedikit menaikkan kedua alisnya sebelum mengulurkan tangan. "Kamu baik-baik saja?" "..." Hanna terdiam. Dia bertanya-tanya bagaimana Adam bisa muncul di depannya. Padahal Hanna sangat yakin tidak memberitahu siapapun tentang rencananya untuk kembali ke kota. "..." "Sampai kapan kamu akan duduk di lantai?" Suara Adam membuat Hanna berniat meraih uluran tangan pria itu. Namun, sebelum Hanna benar-benar meraihnya, wanita di sampingnya menyambar terlebih dulu dan mendahuluinya. "Ini semua karena wanita ini yang berdiri di tengah jalan. Dia seharusnya tahu ini bukan tempat untuk orang-orang berdiri dan bermain ponsel. Benar-benar kampungan." Wanita itu menatap sinis Hanna. Dia seolah lupa jika dirinyalah yang berjalan begitu cepat hingga menabrak. "Sudah. Jangan membuang waktu di sini. Ayo pergi!" "Ini juga satu alasan kenapa aku tidak suka naik kereta. Aku jamin, ini terakhir kalinya aku menggunakan alat transportasi ini." Adam menarik tangan wanita itu. Mereka pun pergi dari sana, meninggalkan Hanna yang tampak tidak percaya. "Dia tidak mengenaliku?" gumam Hanna. Dia sangat yakin pria berjas hitam yang baru saja pergi itu adalah Adam, mantan kekasihnya. Meskipun mereka sudah sangat lama tidak bertemu, bukankah sangat tidak mungkin dia melupakan dirinya? Tiba-tiba Hanna menepuk pipinya dua kali. Tersenyum pahit. "Hanna! Tujuh tahun yang lalu kamu pergi meninggalkannya. Bukankah ini yang kamu inginkan sejak awal? Dia sudah melupakanmu. Jadi apa lagi yang kamu harapkan?" Hanna menarik nafas panjang saat mengambil ponselnya. Dia berniat sekali lagi menghubungi Alex sebelum suara yang familiar tiba-tiba terdengar dari balik punggungnya. "Mommy!" Hanna langsung berbalik. Kemudian dia menemukan Alex dan Axel yang berdiri sambil membawa cup es cream. "Mommy kenapa duduk di lantai?" Wajah Hanna terasa seperti terbakar mendengar pertanyaan polos Axel, putra bungsunya. Dia menyuap es cream rasa vanila ke dalam mulut kecilnya tanpa rasa bersalah. Benar-benar tidak tahu betapa mommynya panik mencari keberadaan mereka. Hanna berdiri setelah menghela nafas. Dia melangkah ke tempat Alex dan Axel kemudian tanpa banyak bicara menjewer telinga mereka. "Auh! Mommy!" Keduanya meringis seperti akan menangis. Tetapi Hanna tidak berniat mengampuni mereka. Dia berkacak pinggang setelah melepaskannya. Menatap dengan tajam. "Sekarang Mommy tanya. Kalian dari mana?" Si Kembar langsung menundukkan kepala seperti menyadari kesalahan mereka. Keduanya dengan kompak menunjuk mobil es cream yang ada di dekat pos pemberitahuan. "Axel ingin beli es cream jadi menarik tangan Alex untuk ikut. Ini salah Axel. Maaf Mommy!" Axel si bungsu mengakui kesalahannya. Seperti tidak ingin bersembunyi di belakang adiknya, Alex pun ikut meminta maaf. "Maaf Mommy. Ini juga salah Alex. Seharusnya Alex mengingatkan Axel untuk menunnggu Mommy." "..." Tidak ada kata yang dapat diucapkan Hanna setelah melihat kedua anaknya meminta maaf. Dia menarik nafas panjang, lalu mengelus kepala mereka. "Lain kali jangan diulangi. Mommy benar-benar khawatir kalian tersesat." "Kalian adalah harta paling bernilai yang Mommy miliki." "Permisi!" Tepat setelah Hanna melepas pelukannya. Seorang pria yang tampak seperti seorang sopir taksi berbicara kepadanya. "Dengan Mbak Hanna?" Hanna sejenak diam, lalu perlahan mulai memahaminya. "Benar." Mengetahui dirinya sudah menemukan orang yang harus dijemput membuat sopir taksi itu senang. Dia lekas memperkenalkan diri. "Selamat pagi Mbak Hanna, saya ...." "Koreksi! Pagi merupakan waktu yang menunjukkan pukul 05:00 hingga 10:59. Sekarang pukul 11:15, itu berarti sudah masuk waktu siang." Supir taksi menyipitkan mata menatap anak kecil di depannya yang dengan begitu percaya diri mengangkat tangan. "Maaf, Pak. Mereka berdua anak saya." Hanna merasa sedikit tidak enak. Dia langsung menurunkan tangan Axel dan memintanya diam. Supir taksi pun mengangguk paham. "Tidak apa, Mbak Hanna. Saya ditugaskan untuk menjemput dan mengantar Mbak Hanna." "Saya mengerti." Hanna menyerahkan kopernya saat supir taksi berinisiatif membantu. Mereka berjalan menuju taksi yang terparkir tak begitu jauh. Axel menarik tas koper kecilnya. Wajahnya tampak cemberut. "Mommy, aku tidak salah, kan? Ini sudah siang," katanya. Sebelum Hanna menjawab, Alex si sulung terlebih dulu menyahut. "Kamu tidak salah. Tapi ada perbedaan waktu antara Kota C dan Kota B." "I-iya kah?" Mata bulat Axel terlihat ragu. "Benar yang dikatakan Alex. Kita sekarang berada di Kota C. Lebih lambat satu jam dibanding Kota B." Hanna memberi pengertian pada Axel. Putra bungsunya itu hanya manggut-manggut sambil menggaruk tengkuk kepalanya. Mereka bertiga kemudian naik ke kursi penumpang. Namun taksi tidak bisa langsung jalan karena keberadaan lima mobil porsche di depan. Mereka datang tiba-tiba, menutup jalan seperti semua adalah milik nenek moyang mereka. Beberapa taksi dan mobil pribadi membunyikan klakson. Tapi begitu tahu pengemudi mobil itu adalah orang-orang berpakaian hitam dengan tubuh dan wajah yang sangar, satu persatu pun langsung terdiam. Setelah keluar dari mobil belasan bodyguard itu kemudian langsung membentuk barisan. Tidak begitu lama dua orang tampak berjalan keluar dari area dalam stasiun sambil bergandengan tangan layaknya pasangan. "Adam!" Mulut Hanna tidak bisa diam begitu saja tanpa bergumam saat sosok Adam muncul di hadapannya. Terlebih melihat Adam bergandengan tangan dengan seorang wanita. Wanita yang sama yang sempat bertabrakan dengannya. "Apa hubungan mereka?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

My Secret Little Wife

read
96.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook