bc

Dokter Tama (Mas Bujang Awas Jatuh Cinta)

book_age16+
3.8K
FOLLOW
25.3K
READ
HE
opposites attract
confident
bxg
lighthearted
office/work place
substitute
like
intro-logo
Blurb

Tama seorang dokter yang usianya sudah matang untuk berumah tangga. Namun, ketika sudah menemukan gadis yang ia cintai, gadis itu malah sengaja hanya memanfaatkan kebaikan Tama saja.

Tama ditinggal menikah dan dia harus merasakan patah hati untuk kali pertama. Kedua orang tuanya meminta agar Tama membawa gadis yang sempat ia janjikan pada mereka. Terpaksa Tama mencari gadis lain, tetapi ia malah terjebak dalam permainannya sendiri.

Siapakah gadis itu? Apakah gadis itu mau diajak bertemu orang tua Tama dalam sekali pertemuan di hari yang sama?

chap-preview
Free preview
Kenyataan Itu
"Mas, aku diminta Papa untuk segera menikah. Dengan lelaki pilihannya dan aku pun menyukainya." Senyum manis di bibir Alea terlihat semakin menambah kecantikannya. "Apa? Menikah? Dengan siapa?" Tama merasa sekujur tubuhnya seperti hendak kehilangan keseimbangan. Lelaki berkemeja biru dengan tangan memegang Bunga Lily di belakang tubuh itu mendadak gemetaran. Ini adalah kali pertama ia akan mengungkapkan isi hatinya pada seorang gadis. Namun, sebuah kabar mengejutkan malah keluar dari bibir gadis itu sendiri. "Ada deh, nanti Mas Tama juga tau sendiri." Alea masih terlihat malu-malu. "Oh ya, tadi katanya mau bilang sesuatu juga. Apa, Mas? "Em, sebenarnya aku mau ...." Tama mengurungkan niatnya lagi. Ia tak sanggup untuk mengatakannya. "Alea ... Tama!" Lelaki berkemeja putih dengan celana hitam panjang itu mendekat. Senyumnya mengembang saat sudah berada di dekat dua sahabatnya itu. "Eh, Dean. Apa kabar?" Tama menggenggam kembali buket Bunga Lily di belakang tubuhnya erat-erat. Ia terkejut dengan kedatangan lelaki itu. Mereka bertiga adalah rekan dokter satu angkatan. "Hai, Bro. Kabar aku baik. Gimana, jadi ngelanjutin? Bentar lagi jadi profesor dong. Keren." Dean menepuk pundak Tama. Tampak wajah bahagia ketika semua tahu bahwa Tama akan melanjutkan S3 sebentar lagi. "Doain aja, ya. Semoga cepat kelar." Tama tersenyum tipis. "Oh ya, kalau bisa Minggu depan datang dong. Ke acara pertunangan aku sama Alea. Dia udah bilang kan, sama kamu?" Kedua alis Dean terangkat sebagai penekanan sebuah pertanyaan. "Hah! Em, iya. Aku akan datang." Debaran jantung Tama saat berdiri di depan butik ternama itu semakin kencang. Tubuhnya gemetaran. Alea hanya menunduk sejak tadi. Ia menggigit bibir bawahnya karena tersipu malu. "Itu yang mau aku sampaikan, Mas Tama. Aku akan bertunangan dengan Mas Dean Minggu depan. Papa yang menginginkannya. Keluarga kami baru saja melakukan pertemuan untuk membahas ke depannya." "Iya, Tam. Jadi, tadi Alea minta ijin menemuimu. Kebetulan banget tempatnya enggak jauh dari restoran kami bertemu tadi," tambah Dean. Lelaki berwajah oriental itu tersenyum bahagia. "Aku tau, Mas. Kamu pasti akan selalu mendukungku. Kau selalu menganggapku adik, bukan? Nah, sekarang kau juga harus merestui adikmu ini." Semakin terlihat jelas bagaimana rasa kecewa yang Tama rasakan. Ingin sekali ia menyatu dengan debu yang beterbangan sore itu. Seharusnya hari ini adalah hari bahagianya, karena ia akan melamar Alea. Namun, sang gadis ternyata hanya menganggapnya sebagai kakak saja selama ini. Cinta itu sudah tumbuh bertahun-tahun lalu. Hanya saja, Tama tak mau menodainya dengan sebuah ikatan yang tak pasti. Baru hari ini ia akan mengatakan hal serius untuk mengikat seorang gadis, tetapi sudah terlanjur orang lain yang mendahului. "Ii--iya, aku selalu mendukungmu, Al. Kau harus jadi istri yang baik nanti. Ikuti apa kata Dean. Kalian cocok banget, kok." Meskipun perih, Tama tetap berusaha memasang senyuman di bibirnya. "Al, aku sudah enggak sabar lagi liat kamu yang cantik di acara nanti. Semoga, secepatnya kita menikah dan tak ada halangan apa pun." Dean tersenyum sambil menyelipkan rambut panjang Alea yang tertiup angin di belakang telinga gadis itu. "Aku juga sudah tidak sabar lagi. Makasih banyak untuk pengorbanan selama ini, Mas." Tatapan Alea pada Dean begitu dalam, Tama tak bisa melihatnya lebih lama lagi. Mendengar kemesraan mereka berdua, Tama memutuskan untuk pergi saja. "Kayaknya udah mau hujan. Aku duluan ya. Buat kalian berdua, semoga bertambah kebahagiaan dan lancar acaranya. Aku duluan." Tak ingin mendengar ucapan apa pun lagi dari mereka, Tama berlari melewati persimpangan. Begitu tak terlihat lagi oleh dua orang yang membuatnya patah tadi, langkah Tama semakin pelan. Bunga Lily terjatuh bersama turunnya air hujan, Tama tetap berjalan bersama luka itu. Pipinya basah oleh air mata bercampur rintik hujan yang semakin deras. Hanya dengan Alea ia merasa dekat selama ini. Dan, selama itu juga ia menjaga hati dari gadis mana pun. Namun, yang ada malah kekecewaan yang didapatkan. *** Sampai di rumah yang begitu luas itu, Tama melewati kedua orang tuanya yang tengah berbincang-bincang sambil menikmati acara televisi. Namun, panggilan demi panggilan tak ia hiraukan lagi. Lelaki gagah itu mempercepat langkahnya ke dalam kamar. Lalu menutup pintu kamar dengan rapat dan menguncinya. Jika teringat kejadian sore tadi, rasanya dunia tengah mempermainkannya. "Tama, kamu kenapa, Nak?" Suara wanita tua terdengar di balik pintu tempat Tama menyandarkan kepalanya. Napasnya masih tersengal, belum tenang. "Enggak ada, Ma. Tama enggak kenapa-napa." Tanpa membuka pintu itu, Tama menjawab. "Oh ya, papa tadi tanya. Kamu jadi enggak besok ngajak kami ketemuan sama gadis yang kau ceritakan kemarin? Papa sama Mama udah enggak sabar, nih." Tama berdecak dengan raut kesal. Namun, ia tak bisa melampiaskan kekesalan itu pada kedua orang tuanya. "Iya, Ma. Nanti Tama kabari lagi." "Iya, Sayang. Kalau bisa, besok siang ya. Soalnya, kamu tau sendiri, kan? Papamu itu keras banget kalau soal jodoh. Papa enggak akan memberimu sepeser pun dari hartanya kalau sampai usiamu bertambah setahun lagi, kamu belum juga menikah, apalagi besok kan ulang tahun kamu." "Iya, Maaa. Tama ingat itu." Tama semakin bimbang. Bersama itu, suara mamanya tadi telah hilang. Tama melepas sepatunya dan pergi ke kamar mandi. Lelaki itu masih terus berpikir bagaimana caranya memberi pengertian pada mereka jika gadis yang akan ia tunjukkan itu ternyata sudah memiliki kekasih dan mereka akan bertunangan dalam waktu dekat. Malam semakin larut, suara makhluk malam masih mengusik gendang telinga Tama. Lelaki itu membaringkan tubuhnya dengan kedua tangan di belakang kepala. Besok, ia hanya memiliki waktu beberapa jam saja untuk mengatakan semuanya. Sudah menjelang tengah malam, Tama belum juga bisa memejamkan mata. Ia masih teringat saat-saat kenangan bersama Alea. Gadis cantik yang senyumannya begitu memabukkan itu sulit sekali untuk dilupakan. Tak lama, ponsel di bawah bantal bergetar. Tama membukanya dan malah mendapati sebuah foto terpampang di depan mata. Dua cincin di jari manis Alea dan Dean sengaja dikirimkan. Tama semakin merasa kesal. Ingin sekali ia melampiaskan kemarahan itu. Tama segera mematikan ponsel itu dan kembali berpikir. "Apa aku minta bantuan si cewek udik itu aja? Tapi, dia cupu banget. Mana sok kalem lagi. Masa iya harus minta tolong sama dia." Sampai 30 menit berlalu, akhirnya Tama memberanikan diri untuk mengirim pesan pada salah seorang dokter koas yang baru tadi pagi membuatnya marah besar. Tama kira, balasan akan sampai esok pagi, tetapi ternyata dalam hitungan detik, ponsel bergetar kembali.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook