bc

Tante, I Love You

book_age18+
1.6K
FOLLOW
11.9K
READ
HE
age gap
independent
dare to love and hate
doctor
drama
sweet
icy
first love
office lady
like
intro-logo
Blurb

*Judul awal: Emergency Couple

Berawal dari kebohongan akan status keduanya yang mengaku sebagai sepasang kekasih, Vita dan Darren menjadi semakin dekat hingga akhirnya salah satu diantara mereka memiliki perasaan berbeda. Namun cinta adalah sebuah fatamorgana bagi Vita yang trauma akan masa lalu

keluarganya.

Mampukah Darren pria dingin yang irit bicara merobohkan tembok besar yang Vita bangun untuk sebuah hubungan bernama cinta?

chap-preview
Free preview
BAB 1
"Vit, gw boleh minta tolong enggak?" tanya mbak Maura senior sekaligus sahabatku di kantor. Kulihat wajah mbak Maura sekilas yang sedang tersenyum merayu ke arah diriku sambil memainkan handphone keluaran terbarunya secara bar-bar. "Memangnya mau minta tolong apa sih mbak?" jawabku sambil kembali fokus kepada laporan yang harus segera aku berikan kepada A'Muda, atasan yang juga merangkap sebagai sahabatku. "Jemput anak gw di bandara." "Memang si kembar habis dari mana sampai harus di jemput di bandara?" "Bukan si kembar tetapi Darren anak tiri gw, dia balik ke Indonesia." aku pun langsung menghentikan pekerjaanku dan fokus kepada mbak Maura dan permintaannya. Hai, perkenalkan namaku Vitalia Cecilia, 28 tahun dan seorang single. Aku mempunyai dua orang sahabat yang sudah aku anggap sebagai keluargaku sendiri di kantor yaitu Mbak Maura dan A' Muda. Keduanya merupakan senior sekaligus atasanku sejak 10 tahun yang lalu ketika diriku masih berstatus sebagai anak magang. A’Muda adalah atasan kami berdua, seorang Direktur Operasional yang berusia 39 tahun. Secara fisik dan materi dia merupakan inceran empuk para kaum hawa tetapi sayang dia lebih suka golongan berbatang, Yup, A’Muda adalah seorang gay. Tidak banyak yang mengetahui tentang hal ini karena memang bukan sesuatu yang patut diumbar dan dijadikan konsumsi publik. Lagi pula A’Muda memang tidak ingin ada yang mengetahuinya selain beberapa orang terdekat dirinya seperti aku dan Mbak Maura. Sementara mbak Maura saat ini berusia 36 tahun dan menjabat sebagai seorang supervisor dari divisi Marketing. 6 tahun yang lalu mbak Maura menikah dengan seorang duda beranak satu. Mbak Maura dan suaminya, Mas Bram bukan hanya berbeda secara status namun juga usia. Mbak Maura ketika itu yang berusia 29 tahun dan Mas Bram yang berusia 43 tahun. Usia Mbak Maura dengan Darren, anak dari Mas Bram juga tidak terlalu jauh karena seingatku saat itu usianya masih 18 tahun sehingga mungkin saat ini dia telah berusia 24 tahun. Setelah pernikahan Mas Bram dan Mbak Maura, Darren memilih melanjutkan pendidikannya ke Inggris dan selama itu juga setahuku dia belum pernah kembali ke Indonesia dengan alasan sibuk dan ingin fokus dengan kuliah kedokterannya. Saat ini Mbak Maura juga telah memiliki anak kembar yang diberi nama Nakula dan Sadewa dan usia mereka sekitar 4 tahun 8 bulanan. "Kemarin gw sudah ngajuin diri buat jemput Darren tetapi gw lupa kalau hari ini gw ada meeting sama klien dari Andara terus Mas Bram juga enggak bisa gw hubungin. Enggak tega gw kalau nyuruh Darren naik taksi nanti dia pikir kalau gw memang ibu tiri yang kejam lagi." "Ya sudah tetapi nanti elo yang bilang ke A'Muda ya sekalian gw mau titip laporan buat dia." "Iya, tenang saja. Lagian juga Muda katanya enggak bakal balik ke kantor lagi kok, mendadak ada masalah di lapangan yang mesti dia tangani secepatnya." Setelah mendapatkan informasi mengenai jadwal penerbangan Darren dan menyelesaikan laporan untuk A'Muda, aku pun langsung bersiap pergi ke bandara untuk menjemput anak dari sahabatku itu di sana. Masih ada dua jam lagi sebenarnya untuk pesawatnya mendarat di Soeta namun ini Jakarta, kota dengan kemacetannya di setiap waktu sehingga lebih baik berangkat sekarang daripada telat bukan? *** Pukul 15.05 WIB dan diriku masih saja menunggu tante Vita, teman Mami Maura yang katanya akan menjemputku di bandara namun hingga saat ini sosoknya tersebut belum juga sampai dan keberadaannya juga tidak aku ketahui sedang berada di mana. Kuperiksa lagi foto yang dikirim Mami Maura beberapa saat lalu, foto Tante Vita supaya aku bisa langsung mengenalinya jika dia muncul di hadapanku nanti. Saat sedang menunggu tiba-tiba saja seorang wanita berlari dan menabrak diriku, menumpahkan segelas kopi dalam genggamannya ke bajuku hingga mengotorinya. "Maaf, maaf Mas. Saya enggak sengaja." ucapnya yang terlihat merasa bersalah akibat perbuatan cerobohnya itu. Aku sedikit kesal sekarang, aku benci orang yang suka terlambat dan lebih benci lagi orang yang teledor. "Maaf ya Mas, saya beneran enggak sengaja. Nanti saya bantu bersihkan atau enggak saya ganti bajunya Mas. Tenang saja saya orangnya bertanggung jawab kok jadi enggak akan mungkin kabur." jelasnya panjang lebar. Kulihat wajahnya sesaat dan aku mengenalinya, dia Tante Vita. "Tante terlambat." ucapku dingin. Tante Vita sedikit terkejut mendengar ucapanku barusan dan setelahnya dia bertanya apakah aku Darren anak dari Mami Maura dan Daddy Bram atau bukan. "Ya ampun Darren, elo bikin gw sampai enggak ngenalin deh soalnya semakin cakep saja hehehe. Eh, sorry ya gw terlambat soalnya tadi gw salah gate dan baru sadar makanya lari buru-buru ke sini buat jemput elo." Tukang telat, teledor, dan banyak bicara, kombinasi sempurna untuk masuk ke dalam daftar orang yang harus aku hindari. Setelahnya kuberikan dua koper besar milikku kepadanya dan berjalan lebih dahulu meninggalkan Tante Vita yang masih terus saja berbicara. "Darren, tungguin gw dong!" teriaknya tanpa rasa malu. Aku harus cepat-cepat pergi dan menghindari dirinya saat ini karena sikapnya tadi telah membuat beberapa pasang mata menjadi melihat ke arah kami berdua dan hal tersebut membuat diriku merasa risi dan makin kesal dengannya. Sungguh wanita ini benar-benar telah menguras emosiku meski baru beberapa menit saja kami berdua bertemu. Dapat aku pastikan jika dia termasuk kategori wanita yang akan sangat merepotkan sehingga wajib aku hindari untuk ke depannya. Sesampainya di dalam mobil Tante Vita masih terus saja berbicara sehingga membuat kepalaku benar-benar menjadi sakit dan itu semua karena dirinya. Bagaimana tidak, diriku yang masih mengalami jetlag harus menungunya lama di bandara dan sekarang aku juga harus mendengarkan semua ocehannya yang menurutku sangat tidak penting sehingga kepalaku yang sudah pusing makin bertambah pusing saja karena wanita ini. "Darren, jawab kenapa sih? Elo seriawan atau bagaimana?" "Hm." hanya itu yang aku katakan sebagai jawaban atas semua pertanyaannya yang bahkan tidak aku dengarkan sejak awal. Bisakah kamu berhenti berbicara? Aku pusing mendengarnya. "Astaga elo tuh ya orang lagi bertanya malah enggak dijawab. Enggak sopan tahu namanya." "Iya tante." "Elo kenapa sih dari tadi manggil gw tante? Usia kita itu enggak beda jauh kalau elo belum tahu. Lagian wajah cantik dan imut begini masa dipanggil tante." "Tantekan teman Mami Maura." "Ya kan tetap saja. Lagian tuh ya, si kembar saja manggil gw kakak." aku kembali diam dan langsung memasang earphone milikku. Biarlah dianggap tidak sopan daripada kepalaku makin sakit dibuatnya. Satu jam lebih perjalanan akhirnya kami berdua telah tiba di rumahku. Rumah yang sudah 6 tahun lebih aku tinggal untuk melanjutkan pendidikanku di Inggris. Aku kembali atas paksaan dan keinginan Daddy sebenarnya. Awalnya aku selalu menolak namun pada akhirnya aku pun setuju, bagaimanapun aku rindu Indonesia. Aku rindu makanan dan suasananya, aku rindu Mommy serta rindu Mami Maura dan tentu saja aku juga merindukan kedua adik kembarku yang sangat jarang aku temui bahkan sejak mereka lahir ke dunia. Saat aku turun dari mobil, Bi Asih yang merupakan pembantu sekaligus pengasuhku sejak bayi langsung berlari dan memelukku erat. Beliau menangis sambil terus mengucap syukur atas kepulanganku dan aku pun hanya bisa membalas pelukannya itu sambil tersenyum. Bagaimanapun Bi Asih sudah aku anggap sebagai keluargaku selama ini dan sejujurnya aku juga sangat merindukannya. "Den Darren, mengapa baru pulang sekarang? Bibi kan kangen." "Maaf." hanya kata itu yang akhirnya terucap dari bibirku karena aku pun bingung harus menjawabnya seperti apa terlebih diriku adalah pribadi yang sulit mengungkapkan perasaanku kepada orang lain. Setelah selesai dengan adegan berpelukan di antara aku dan Bi Asih, aku pun menengok ke arah belakang di mana Tante Vita yang ternyata sudah menurunkan dua koper besar milikku. Saat ini Tante Vita terus saja menatap ke arahku dengan wajah yang terlihat lelah dan juga menahan kesal akibat aku yang telah membuatnya harus mengurusi kedua koper milikku sejak di bandara. Biarlah, anggap saja sebagai bayaran darinya karena telah membuatku harus menunggu dan merasa kesal akibat sikap teledornya itu terlebih bajuku juga menjadi kotor karena terkena tumpahan kopi miliknya tadi. "Non Vita, sini biar bibi bantu. Maaf ya Non, habisnya bibi sudah sangat rindu dengan Den Darren." "Iya enggak apa-apa kok bi, AKU KAN KUAT. DARI BANDARA SAMPAI SINI SAJA AKU SANGGUP KOK BAWA DUA KOPER BESAR SEN.DI.RI.AN!" sarkasnya dengan suara yang sedikit nyaring dan tentunya sambil menatapku tajam. Tanpa merasa bersalah apalagi meminta maaf kepada Tante Vita, aku langsung masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tengah. Bagaimanapun tubuhku sudah sangat lelah akibat harus terbang berjam-jam untuk sampai di sini. "Ren, kopernya sudah gw taroh tuh ya di sana. Terus baju elo yang kotor bakal gw ganti baru soalnya gw enggak mau punya hutang sama elo dan jangan lupa kabarin Mbak Maura kalau elo sudah sampai, gw mau pulang sekarang." "Thanks." setelah mendengar ucapan terima kasihku yang singkat dan tanpa basa-basi apapun, Tante Vita kemudian pergi dan setelahnya dapat aku dengar suara mobil miliknya yang keluar dari rumahku. Aku butuh kasur saat ini. *** "Dasar bocah nyebelin, sudah ditolongin malah kaya begitu. Memang enggak ada akhlaknya tuh si Darren." ucapku kesal sambil terus fokus dengan jalanan di depan. Saat ini aku berencana langsung pulang ke rumah karena memang tidak akan kembali ke kantor lagi. Lagi pula sudah mendekati jam pulang sehingga untuk apa bolak-balik? Terlebih jalanan Jakarta yang macet hanya akan membuatku yang sedang kesal bertambah kesal saja nantinya sehingga aku putuskan untuk langsung pulang ke rumah. Sementara masalah absen biar nanti aku bicarakan dengan bagian HRD dan mengatakan jika ada urusan mendesak dari atasan. Darren. Tidak banyak yang berubah darinya selain penampilan fisiknya. Aku memang hanya pernah bertemu sekitar dua kali dengannya yaitu saat acara lamaran dan pernikahan Mbak Maura dengan Mas Bram. Seingatku dahulu Darren bertubuh kurus dan berkulit putih pucat. Dia juga tidak banyak berbicara dan bertampang lurus alias minim ekspresi alias datar, tetapi sekarang? Kulitnya masih sama pucatnya namun tubuhnya tidaklah sekurus dahulu bahkan saat ini bisa dikatakan makin berotot telihat dari kemeja slimsuit yang tadi dia kenakan. Wajah dan gaya bicaranya juga masih tetap sama seperti dahulu atau mungkin menjadi makin menyebalkan seperti tadi? Entahlah. Untung saja dia itu anak Mbak Maura karena jika bukan sudah aku tendang dia keluar dari mobil saat dirinya telah membuatku harus menggeret dua koper besarnya sendirian. Tiba-tiba saja handphone milikku berbunyi, dari Mbak Maura. "Iya mbak assalamualaikum" "......" "Sudah kok barusan. Iya, tadi gw memang sempat salah gate sih makanya agak telat jemputnya." "......" "Iya, coba telepon saja ke rumah karena mungkin saja kan kalau Darren langsung istirahat pas gw pulang soalnya tadi itu dia juga kelihatan capek banget." "......" "Iya, bye. Waalaikumsalam." kutaruh kembali handphone milikku ke atas dashboard mobil dan kembali fokus menatap jalanan yang seakan tidak pernah sepi dengan lalu-lalang kendaraan sejak tadi. Darren, pria tampan berwajah dingin dan minim bicara. Anak Mas Bram dan Mbak Maura. Kakak si kembar Nakula dan Sadewa. Darren, pria yang memanggilku Tante. Sial.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook