bc

Beautiful Tragic Wedding

book_age18+
773
FOLLOW
3.5K
READ
drama
tragedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Andrew dan Jemima menginginkan pernikahan yang sangat indah, namun sayangnya semua itu terkendala dengan kesibukan karir. Apakah mereka sanggup menguatkan rasa cinta yang telah ada di dalam hati mereka?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Jemima Cooper - seorang wanita cantik berumur 25 tahun. Andrew Nichol - Lelaki tampan berumur 30 tahun *** Demi Indomie yang Jemima simpan di lemari paling pojok dapur, perempuan berambut emas kecokelatan itu menoleh kaget ke arah samping. "Apa tadi?" tanyanya memastikan, sembari menarik kedua daun telinga. "Aku akan menjemputmu jam makan siang nanti," tutur Andrew Nichol setelah mendengus samar. "Eh, serius? Tak biasanya," pungkas Jemima Copper tanpa jeda pada kekasihnya. Andrew mengedik, melirik sekilas ke arah Jemima yang tengah menahan senyum. "Kita lihat saja nanti," imbuh Jemima. Masih sangsi dengan Andrew Si Manusia Super Sibuk yang tengah duduk di balik kemudi. Pagi hari itu jalanan New York tidak seramai biasanya lantaran hujan gerimis mengguyur kota. "Ini bahkan belum musim penghujan," cakap Jemima. Matanya naik-turun mengikuti pergerakan windscreen wiper. "Bukannya kau tidak suka sorotan matahari? Kukira hujan adalah kesukaanmu," komentar Andrew. Jemima mengerutkan dahi, berpikir. Alis kecokelatannya menukik tajam sebelum menanggapi, "Kupikir setiap wanita tidak suka kulitnya tersengat matahari, tapi begitu, hujan pun bukan pilihan semua orang." Andrew mengangguk sekali seraya berbelok ke jalanan yang lebih lengang. Gerimis telah mereda sedari tadi, namun Jemima tak juga melepaskan mantel beledu ungu muda Dior-nya. Pagi cukup dingin untuk Jemima. Lain halnya dengan Andrew yang tampak acuh dengan hanya memakai jas kerja. "Apa kau tidak kedinginan?" ringis Jemima ketika Andrew mengoper gigi untuk berbelok. Melirik sekilas, Andrew berujar jahil, "Tidak, kalau sudah kau peluk." Jemima terkekeh pelan. Andrew dan keromantisannya adalah perpaduan yang menarik. Perempuan itu tidak menanggapi, karena mobil yang ia tumpangi telah sampai di lokasi. "Sudah sampai," ujar Andrew, menatap penuh Jemima di sampingnya. Tanpa canggung, Jemima mencondongkan tubuhnya ke arah Andrew yang segera pria itu sambut dengan senang hati. Bibir keduanya sempurna menempel. Rupanya, tanpa Andrew terka, Jemima menggerakkan bibir dengan lembut. mereka saling memagut. Menyalurkan gelenyar di sekujur tubuh. Tak bisa diam, Andrew menarik tengkuk Jemima, memperdalam ciuman keduanya. Jemima melenguh ketika lidahnya bertemu dan menghisap lidah Andrew. Teringat akan waktu, Andrew menghentikan aksi mereka. Napas keduanya memburu. Bibir Jemima mengerucut tak suka. Andrew penggeleng kecil, lalu mengecup singkat benda kenyal berlipstik manis itu. "Kita lanjutkan nanti," gumam Andrew di depan bibir Jemima. Perempuan itu menahan senyum, namun semburat kemerahan di pipi tirusnya tidak bisa dicegah. Andrew terkekeh karenanya. Pria itu menyugar surai Jemima lembut. Dengan tatapan memuja, ia berkata, "Kamu akan bekerja, bukan?" Jemima menghela pasrah. Menarik tubuh setelahnya. "Baiklah, sampai bertemu nanti siang." Perempuan itu tersenyum amat menawan sebelum keluar mobil. Andrew lanjut berkendara menuju kantornya setelah Jemima masuk ke pintu utama. Jemima menatap malas ruangan kantor tempatnya bekerja. Menjadi seorang akuntan bukanlah hal yang ia cita. Namun, apa daya jika sudah diatur Sang Pencipta? Kiranya, ini memang jalan hidup Jemima. Pikirannya tetiba menyerukan kata "model" berulang kali seolah mengingatkan Jemima bahwa profesi itulah ia seharusnya. Menjadi kebanggaan Victoria Secret dan potretnya dipampang di mana-mana. Sungguh keinginan yang luar biasa. Arloji yang bertengger pada pergelangan tangan kiri Jemima menunjukkan pukul delapan pagi. Sebelum mengurung diri di bangsal, kakinya melangkah menuju dapur guna menyeduh secangkir kopi hangat. "Satu cangkir kopi karamel, tolong," pintanya kepada penunggu dapur. Perempuan itu tersenyum dan mengangkat kedua jempol tangannya. "Aku baru melihatmu. Kamu pegawai baru?" tanya Jemima, "Siapa namamu?" "Ya, aku baru. Panggil saja saya Liv, Nona." Perempuan yang Jemima taksir lebih muda darinya itu memiliki gigi taring yang gingsul. Senyumannya manis. "Informal lebih enak," balas Jemima. "Senang bertemu denganmu, Liv. Aku Jemima Copper." Jo menerima uluran tangan Jemima dan membalas ucapanya sebelum berkutat dengan alat pembuat kopi. Jemima belum sadar ada benda itu di dapur kantor. Biasanya karyawan di sini menyeduh kopi instan. "Wah, kamu hebat sekali," puji Jemima, merasa takjub dengan cara Liv memutar-mutar cangkir dan menghiasnya. "Sebelumnya aku seorang barista, omong-omongnya," terang Liv, menyerahkan segelas koli. "Sesuai pesanan." "Terima kasih, Liv." "Sesuai tugasku." Liv menyengir. Setelahnya Jemima pamit ke tempat terkutuk—bangsalnya. Langkah Jemima seringan kapas, luwes dan anggun dalam waktu yang bersamaan. Tak ada yang memutus pandang darinya. Beberapa kali Jemima membalas senyum siapa saja yang ia lewati. Sampai di kursi yang tak dibanggakan, Jemima segera mendudukkan diri dan menyimpan tas Hermes-nya di atas meja kerja. Di sela kegiatan melepas jaket, Jemima melirik malas buket cokelat di sebelah vas bunga. Perempuan itu menyampirkan jaket di sandaran kursi sebelum mengambil surat yang menyembul di antara kiriman itu. Tertulis: ingin makan siang bersama? Namaku Timothy Adams dari staf pemasaran. "Wow, surat yang ke-sekian," serobot Betty, tetangga bangsalnya, rekan sesama akuntan. Perempuan berkaca mata itu mengambil alih kertas yang hampir saja Jemima buang. "Kali ini dari anak lantai bawah," imbuhnya, mengangguk-anggukkan kepala berlebihan. “Ah, andai Airin ada dini, pasti dia langsung teriak-teriak,” celetuknya. Airin adalah salah satu kawan baik mereka, bisa dibilang sahabat, yang kebetulan tidak bekerja karena ada masalah pada kandungannya. Jemima meluruhkan badannya pada kursi. "Tidakkah mereka tahu, aku sudah bertunangan?" tanyanya, tanpa menanggapi celetukan Betty. Betty menaikkan pandang, menelisik keseluruhan Jemima. "Kamu bahkan tidak pernah menggunakan cincin pertunangan atau membawa kekasihmu kemari, ke dalam kantor," komentar Betty, tersenyum jahil. Jemima menepuk jidatnya. "Aku selalu lupa memakai cincin. Terakhir kali aku memakainya, cincin malang itu hampir saja tergelincir ke saluran pembuangan," alibi Jemima. Betty memandang Jemima seolah perempuan berbaju putih itu manusia paling menggelikan sedunia. "Simpan cerita menjijikanmu," cibirnya, namun tak luput tertawa juga. "Aku cukup paham denganmu, Sayang." Betty tersenyum misterius, lalu terkikik mendapati Jemima meringis canggung. "Di perusahaan ini hanya aku yang tahu kalau kamu sudah bertungakan. Kamu selalu menutupinya." Oke, Jemima merasa tidak ada gunanya menutupi apa pun dari Betty. "Kadang kita butuh mencuci mata dengan melihat ciptaan Tuhan yang indah, Beth," tutur Jemima, seolah ia adalah manusia paling bijak di muka bumi. "Omong kosong, kamu!" Betty melempar gumpalan tisu kecil ke arah Jemima sembari terkekeh. Setelahnya obrolan terhenti karena pekerjaan yang menanti. Sekali lagi Jemima melirik ke arah buket cokelat. Ah, mereka pasti sangat enak dan lembut. Tak kuasa Jemima membuangnya ke tempat sampah. Alhasil, Jemima menarik salah satu batang cokelat dan memakannya. Jemima sekadar pegawai kantoran biasa di perusahaan asuransi swasta ini. Sebetulnya Andrew menawarkan jabatan yang menggiurkan. Hanya saja jika bersama Andrew, Jemima tidak bisa berbuat sesuka hati saat bekerja. Menerima tawaran makan siang misalnya. Tapi, tunggu, Jemima tidak berniat mendua. Andrew adalah pria yang mendekati sempurna. Ajakan makan dari lawan jenis adalah hal yang biasa. Titik awal pertemanan. Tak masalah, bukan? Jemima memang berkuliah akuntansi. Jadi bukan hal yang menggemparkan jika ia bekerja sebagai akuntan. Tetapi sebetulnya pekerjaan yang menguras pikiran dan selalu berhadapan dengan angka bukan kesukaannya. Agaknya Jemima salah memilih jurusan, atau pada saat kuliah dulu, belajarnya tidak maksimal dan selalu mengeluh hingga memburamlah kata "akuntan" di hatinya. Jemima sempat menjadi model majalah remaja. Namun dewasa ini, semenjak usianya 25, tawaran pemotretan tak seramai sebelumnya. Tak ada Jemima sebagai topik perbincangan utama. Semua ada masalahnya. Majalah itu berganti generasi. Atau tampaknya Jemima yang tidak menampakkan diri lagi di kamera dan cenderung tertutup di dunia maya. Kecantikannya terkunci di antara sekat bangsal kantor sialan ini. Jemima mendesau panjang. Hampir menangis drama jika saja tidak ingat di mana sekarang ia berada. Gawainya bergetar. Ada pesan masuk. Rupanya dari Andrew. Tertulis: ada pertemuan mendadak. Tampaknya akan lama. Aku akan menelepon setelah ini. Kita makan malam bersama. Sampai ketemu nanti! Tepat sasaran. Jemima enggan mengetik pesan balasan. Seperti yang ia duga, Andrew datang di jam makan siang adalah hal yang langka. Jika tidak ada pertemuan dadakan, maka lelaki itu akan mengurusi tugas lain. Semuanya tentang pekerjaan, dan Jemima tidak menyukai itu. Melenguh, Jemima melirik buket bunga. Baiklah, sekarang tidak ada alasan untuk menerima tawaran Timothy, bukan? Sekadar makan bersama, tentu saja. "Betty!" panggil Jemima, sedikit melongok ke bangsal sebelahnya. Betty mengangkat sebelah alisnya, bertanya, "Kamu perlu sesuatu?" Jemima menggeleng cepat. "Apa kamu tahu media sosial Timothy?" Betty mengingat-ingat nama yang tak asing itu di kepalanya. "Ah, Timothi Si Anak Pemasaran? Ya, siapa yang tidak kenal Timothy? Dia cukup terkenal," lanjutnya. Jemima mengernyit tak setuju, karena ia tak mengenal Timothy. Betty mencibir, "Terkecuali kamu." Perempuan itu segera menyebutkan akun media sosial Timothy dan kembali berkutat dengan layar monitor. Tak mau membuang waktu, Jemima lekas menyambar gawainya. "Timothy Adams. Ah, ini dia," bisiknya senang. Sekarang Jemima tahu mengapa Timothy cukup digilai karyawati di kantornya ini. Secara fisik tidak ada kekurangan sedikit pun dari pria itu. Wajah rupawan, senyum indah, alis tebal, bibir seksi. Semua yang melekat pada Timothy adalah kesempurnaan. Ingatkan Jemima bahwa ia telah bertunangan. Namun melihat ciptaan Tuhan yang begitu menawan, bergetarlah hati Jemima. "Astaga, astaga. Kenapa aku belum pernah melihatnya selama ini?" ujarnya gemas. Maka, dengan alasan makan sianglah, Jemima bersicepat menyelesaikan pekerjaan seakan-akan dengan begitu waktu istirahat pun akan lebih cepat bertandang. Makan siang tiba. Jemima menarik diri dari kursi tanpa mengenakan mantelnya tadi pagi. Kemeja panjang putih dengan bunga di d**a serta rok selutut yang membalut tubuhnya membuat Jemima begitu menawan dan percaya diri. Pintu kafetaria terlihat, seolah melambai-lambai pada perempuan bersurai emas kecokelatan itu. Melangkah ringan, ia memasuki ambang, dan seorang pria melambai padanya di sebelah utara. Jemima menghampirinya jengan senyuman. "Kukira kamu tidak akan datang," seloroh Timothy seraya mempersilakan Jemima duduk di depannya. "Tadinya begitu," pungkas Jemima, jujur. "Aku Timothy Adams, panggil saja Tim." Kedua saling berjabat tangan dengan senyuman. "Aku tahu namamu Jemima Cooper," selanya cepat sebelum Jemima angkat suara. Tampaknya Tim ingin membuat Jemima terkesan, namun bagi Jemima, itu hal yang terlampau biasa. Tim memang tampan, tapi tidak ada yang tahu kelanjutannya, bukan? Tim memang seksi, tetapi apakah ia semengagumkan Andrew? Sekali lagi Jemima tegaskan, sekadar makan siang dan saling mengenal tidak ada salahnya. Namun di sisi lain, Jemima lupa. Apa yang menurutnya A tidak selalu sama di mata orang lain. Seperti Tim, ia merasa mendapat lampu hijau dari Jemima. Perempuan itu telah memberinya harapan. (Haloo jangan lupa klik follow yaaa)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.3K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.3K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

YUNA

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook