bc

Istriku (Berubah) Seksi

book_age18+
9.8K
FOLLOW
99.6K
READ
arranged marriage
badboy
drama
twisted
asexual
like
intro-logo
Blurb

"Perlu sesuatu Mas?" tanya Ratih mengagetkanku yang tengah memandang deretan foto-foto wanita dengan body aduhai di dinding sss. Seketika aku melihat ke arah wanita yang mengenakan daster ungu dari ekor mata.

Hem. Sangat tak sedap dipandang, tubuhnya kurus, dasternya kumal dan wajahnya berminyak karena ke luar dari dapur. Kenapa beda sekali istriku ini dengan wanita-wanita di luar sana. Aku tahu dia sibuk bekerja, tapi setidaknya pikir juga lah suaminya ingin matanya dimanjakan.

"Nggak deh," jawabku malas, semalas mataku melihat sosok Ratih.

Wanita dengan d**a rata itu manggut-manggut. Ia akan melangkah meninggalkanku, tapi kusergah dengan menyebut namanya.

"Ratih!" Aku baru ingat sesuatu. Mataku tidak boleh terpejam malam ini, karena satu jam lagi ada meet di grup jodoh online.

"Ya?"

"Buatkan aku kopi. Yang kentel, jangan terlalu manis, karena aku gak mau kena diabetes di usia muda begini."

"Iya, Mas. Baik." Ratih menjawab datar.

Hadeuh. Aku geleng-geleng sepet melihat wanita yang sudah melahirkan anak perempuan untukku itu. Ratih melihat pada penampilannya. Bagus jika dia sadar apa yang membuatku tak suka.

Begitu kopi hitam kesukaanku datang, mulutku bicara begitu saja mencemooh Ratih. "Kamu ini masih muda, Rat. Harusnya bisa jaga penampilan. Wanita di luar sana banyak yang lebih tua dan banyak anak tapi tak sekucel kamu!"

"Iya, Mas. Maaf."

Huft. Kalimat itu lagi.

Jika Ratih tak mau berubah, anggap saja perpisahan adalah kebebasan, hingga aku bisa mengatakan,

"I'm coming tante Bohay."

chap-preview
Free preview
Istri yang Tak Bisa Merawat Tubuh
"Perlu sesuatu Mas?" tanya Ratih mengagetkanku yang tengah memandang deretan foto-foto wanita dengan body aduhai di dinding sss. Seketika aku melihat ke arah wanita yang mengenakan daster ungu dari ekor mata. Hem. Sangat tak sedap dipandang, tubuhnya kurus, dasternya kumal dan wajahnya berminyak karena ke luar dari dapur. Kenapa beda sekali istriku ini dengan wanita-wanita di luar sana. Aku tahu dia sibuk bekerja, tapi setidaknya pikir juga lah suaminya ingin matanya dimanjakan. "Nggak deh," jawabku malas, semalas mataku melihat sosok Ratih. Wanita dengan d**a rata itu manggut-manggut. Ia akan melangkah meninggalkanku, tapi kusergah dengan menyebut namanya. "Ratih!" Aku baru ingat sesuatu. Mataku tidak boleh terpejam malam ini, karena satu jam lagi ada meet di grup jodoh online. "Ya?" "Buatkan aku kopi. Yang kentel, jangan terlalu manis, karena aku gak mau kena diabetes di usia muda begini." "Iya, Mas. Baik." Ratih menjawab datar. Hadeuh. Aku geleng-geleng sepet melihat wanita yang sudah melahirkan anak perempuan untukku itu. Ratih melihat pada penampilannya. Bagus jika dia sadar apa yang membuatku tak suka. Begitu kopi hitam kesukaanku datang, mulutku bicara begitu saja mencemooh Ratih. "Kamu ini masih muda, Rat. Harusnya bisa jaga penampilan. Wanita di luar sana banyak yang lebih tua darimu, tapi bodynya masih sedep dipandang mata. Makan kek, yang banyak." "Iya, Mas." "Jangan iya-iya saja. Dikerjakan. Kamu gak kasian sama aku? Banyak perempuan cantik yang mau, tapi di rumah malah bentukmu begitu! Baru anak satu sudah kaya nenek-nenek." Ratih memaku. Iya menunduk. Sesekali tangannya memegang perut dan dadabya yang rata. Heran sama wanita itu, diomeli setiap hari tidak sadar juga. Suara tangis Denisa, anakku yang tiga tahun dari kamar sebelah membuat Ratih menoleh. Wajahnya seketika gelisah. Suara Denisa juga mengganggu, membangkitkan lagi kejengkelan karena Ratih gagal memberiku anak laki-laki. "Hah. Sudahlah! Datangi anakmu," perintahku. *** Tanganku gemetar. Kuklik icon hijau yang kemudian muncul gambar seorang wanita. Kontak kami akhirnya bertemu, setelah pengurus grup menyatukan kontak kami sebagai 'pasangan taaruf'. "Malam, Mas." Suara lembut wanita itu membuatku tergelak. Tubuh bohay dengan rambut panjang hitam semampai. "Yah. Malam." Aku berusaha terlihat santai. Benar-benar tidak rugi ikut grup itu dengan merogoh uang gajiku 500 ribu bulan ini. "Kenalin, Mas. Namaku Delia." "Ya Delia. Namaku Rama." Perempuan itu tersipu-sipu. Aku yakin dia sudah terjerat dengan ketampananku sekarang. "Semoga kita jodoh sampe pelaminan, ya, Mas," sambungnya lagi. Waw. Dia agresif. Pasti dia juga agresif saat melayani suaminya nanti. "Iya. Aamiin. Kamu cantik Delia. Aku sudah baca biodatamu tadi." Kukeluarkan gombalan mautku. Perempuan berusia 23 tahun itu makin tersipu. "Mas Rama juga ganteng," ucapnya malu-malu. "Mas Rama beneran duda kan?" "Ah? Ya-ya tentu saja. Aku ini selain tampan juga pria jujur. Hehe." "Mas bisa aja." "Ya, sudah Mas. Besok kerja kan? Delia gak mau Mas kehilangan pekerjaan karena dimarahi bos akibat ngantuk di kantor. Tar kita nikah gimana?" Perempuan itu mengucap pelan. Wah, firasatku mulai tidak enak. Apa Delia ini pengangguran? Dia sepertinya akan melimpahkan semua biaya hubungan kami hanya padaku. Bukan itu yang aku mau. "Ohya, benar. Apa, em apa kamu nggak kerja?" tanyaku memberanikan diri. "Ya, Mas. Delia juga kerja. Makanya kita harus istrihat." "Ohyaya. Betul." "Oke see you, Mas. Besok kita chatingan lagi ya, buat rencana kopdar." Aku mengangguk. "See you." Huft. Akhirnya tercapai juga, impianku punya istri cantik dan bohay. Bukan pengangguran pula. *** Dua minggu berjalan, aku dan Delia sudah bertemu tiga kali. Namun, via online hubungan kami terus tersambung. Aku makin mencintai Delia dan mantap ingin menikahinya, walaupun di belakang Ratih. Hingga suatu pagi, saat keluar dari kamar mandi aku terkejut melihat Ratih yang tengah berdiri membeku memegang ponselku. "Apa yang kamu lakukan?" "Mas, siapa Delia? Kenapa dia bisa hanya mengenakan handuk saat video call ke ponsel Mas?" Mata dan pipi Ratih sudah basah. Arhg. Sial dia pasti menangis gara-gara Delia. "Delia? Siapa? Salah sambung kali?" Aku berkilah. "Mas nggak usah bohong. Katanya hubungan kalian sudah serius?" "Kamu ngomong apa sih?!" Kutarik paksa ponselku dari tangannya. "Lagian ngapain kamu lancang buka-buka hapeku? Hah?!" "Itu karena benda itu berbunyi! Aku nggak rela ya, Mas kalau kamu selingkuh. Aku diam disuruh kerja dan membiayai hidupku sendiri dan Denis, aku diam mama dan adikmu hina aku, aku juga diam waktu kamu bilang aku jelek dan gak bisa ngurus diri. Tapi aku nggak rela diselingkuhi begini?!" Suara Ratih meninggi dengan d**a naik turun. Benar-benar sial. Kenapa juga pagi-pagi menelepon? Dia pasti juga sama kesalnya karena tahu aku bukan duda. "Jadi mau kamu apa?" Ratih kini diam. Kuberanikan diri menantangnya meski aku tahu selama ini uang hasil kerjanya sangat aku perlukan. "Kamu mau kita cerai? Oke. Kita cerai!" Kutinggalkan dia yang menangis sebagai gertakan. "Mas!" serunya tak kuhiraukan. Dan benar saja, sampai di kantor saat menghubungi Delia kembali perempuan itu marah besar karena aku berbohong. Aku sungguh muak dengan keadaan seperti ini. Okelah, tak apa aku kehilangan dia. Atau Ratih sekalipun. Kepalaku cukup pusing karena insiden pagi ini. Harga diriku juga mahal untuk menjilat ludahku sendiri. Jika harus berpisah dengan keduanya aku tinggal say hello pada wanita lain. Masih muda atau tante-tante yang penting bohay dan punya peghasilan. Anggap saja perpisahan adalah kebebasan, hingga aku bisa mengatakan, "I'm coming tante Bohay."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.3K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
110.7K
bc

T E A R S

read
312.6K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook