bc

Pelangi di Mata Laila

book_age18+
176
FOLLOW
1K
READ
drama
twisted
sweet
like
intro-logo
Blurb

"Ada noda di rok seragam puteriku," keluh Rani diiringi tangisan.

Bagi Laila, ini bukan masalah harga diri atau kehormatan yang banyak diagungkan manusia. Melainkan rasa sakit ... juga malu, setiap kali orang yang dicintai memandangnya dengan jijik. Padahal, bukan keinginannya, mahkota kehormatan Laila hilang, lantaran seorang pria memaksanya malam itu.

Namun, Laila bisa apa? Semua di luar maunya.

Cara terbaik kala menghadapi musibah, adalah bersahabat dengan takdir. Mengupayakan kebaikan semampu diri. Lantaran tak semua hal di dunia ini, berjalan sesuai kemauan kita. Namun, percayalah, bahwa selalu ada harapan di depan sana.

Ini adalah kisah memilukan seorang Ibu yang mendapati puteri kesayangannya telah dinodai seseorang.

Bagaimana dia akan menjalani hidup ke depan, jika orang jahat tersebut adalah orang terdekatnya? Bagaimana pula gadis jelita bernama Laila menghadapi masa depannya? Setelah tenggelam dalam kubang air mata.

chap-preview
Free preview
Laila Pulang dalam Kondisi Lemas
Ada Noda di Seragam Puteriku "Kenapa harus pakai seragam, La?" tanyaku heran. Ini kan bukan kegiatan sekolah, tapi Laila memakai seragamnya. "Em. Itu ...." Dua alisnya yang rapi terangkat. "Kayaknya supaya ada kesan acara pelajar deh, Bun. Entahlah. Laila juga nggak tau." Gadis itu tersenyum meringis. Itu pun sudah bagus karena akhir-akhir ini Laila jarang tersenyum. Belum lama. Tapi itu cukup mengganggu. "Laila berangkat dulu, Bund. Assalamualaikum." Puteriku berpamitan. Tak biasanya dia bela-belain keluar malam begini. Katanya karena tak enak sama temen sebangkunya yang ulang tahun. "Hem. Ya. Waalaikumsalam. Pulang jangan malam-malam, ya." Gadis itu mengangguk. Laila anak yang baik. Penurut dan tak neko-neko. Termasuk dalam bergaul. Selama SMP dihabiskan waktunya di pesantren, karena aku menikah kembali setelah bertahun-tahun menjanda, dan tak mau membawanya tinggal dengan ayah tirinya. Namun, karena dia bilang tak betah dan ingin melanjutkan ke sekolah negeri, kami pun memutuskan mengeluarkannya dari pondok. Entahlah, belakangan dia terlihat kurang ceria seperti saat beberapa kali pulang dari pondok dulu. Padahal seharusnya, setelah keinginannya berhenti mondok dituruti, dia senang, bukan? Pikirku dia masih perlu penyesuaian. Langkah Laila berhenti, kala sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Aku yang akan menutup pintu mengikuti gadis itu. Namun, ada sesuatu yang membuatku mengerutkan kening. Mas Heru? Benarkah dia menghubungi Laila? Apa ada sesuatu yang tertinggal? "Ayah itu, La?" tanyaku dengan tenang. Mungkin tadi dia menghubungi, dan aku tak kunjung mengangkatnya, itu kenapa Mas Heru kini menghubungi Laila. "Ah? Bukan, Bund." Laila tampak ragu. Ekspresinya membuat mata ini memicing curiga. Apa Ayah yang dimaksud adalah nama kontak untuk pacarnya? Ah, tidak. Kalau iya Mas Heru, kenapa dia harus menyembunyikannya? Duh, kenapa aku jadi bertanya-tanya gak jelas gini. Aku terlalu curigaan gara-gara sikap Laila yang agak pendiam. "Udah, Bund." Laila hilang di balik pintu yang ditutupnya. "Ya." Aku mengangguk. Pasrah melepas gadisku itu pergi. _______ Hari sudah malam. Tak biasanya Laila belum pulang jam segini. Apa motornya macet di jalan? "Bund. Sedang apa?" tanya suamiku yang keluar dari kamar. Dia baru saja pulang dan berganti pakaian. "Makanan sudah ada?" "Ya, Yah. Sudah aku siapin. Ini loh, Laila kok belum pulang, ya?" jawabku sembari berjalan ke arah dapur. Berniat menyiapkan makan dan menemani Mas Heru. Kasihan, dia baru pulang kerja. Pasti lelah dan lapar. Aku tak boleh egois hanya memikirkan puteriku sendiri. "Ehm, paling juga main sama temennya, Bund. Biasalah." Mas Harus yang mengekorku menyahut. "Iya, tapi kenapa harus matiin ponsel?" gerutuku kemudian. "Bikin orang tua khawatir saja." "Ya, yah. Sabar. Bentar lagi juga pulang. Dia lho udah gede, gak fair rasanya kalo Bunda over protektif gitu." Priaku itu memang paling bisa membuatku tenang. Yah, lebih tepatnya memaksaku untuk tenang. Kalau dipikir, selama ini sifat Mas Heru kelewat baik pada Laila. Bahkan lebih bijak dibanding aku yang ibu kandungnya. Di tengah aktifitas Mas Heru makan, tiba-tiba saja terdengar deru mobil. Tak lama suara itu berhenti persis di depan rumah kami. Tanpa pikir panjang, aku pun bangkit untuk melihatnya. "Sebentar, Mas." Aku bangkit dari duduk. "Hem. Ya." Mas Heru tetap makan, menatap sebentar saat istrinya ini bergegas pergi meninggalkannya. Sampai di depan, kubuka pintu. Melihat ke arah mobil berwarna merah. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Aku pun menajamkan mata. Dan alangkah terkejutnya aku melihat Laila yang tampak lemas dibopong teman perempuannya, Lintang. Aku tahu karena beberapa kali gadis itu main ke rumah. Tak lama keluar seorang teman laki-lakinya, seketika pikiranku tak karuan. Berpikir dia adalah pacar anakku. Jujur saja. Aku sangat takut dengan pergaulan anak jaman sekarang, itu sebabnya tak rela Laila pacaran dan jadi korban laki-laki. "Kamu siapa?" tanyaku, dengan nada sedikit ketus. "Em, saya Aris, Bu. Teman Laila. Kakaknya Lintang." "Oh." Dari sini aku pun mulai merasa tenang. Berarti dia ke sini karena Lintang, bukan karena pacaran dengan Laila. Lagian puteriku itu tak mungkin pacaran. Lihat saja, Aris bahkan tak berani menyentuh Laila hingga Lintang kesulitan sendiri menolong Laila. "Bu, maaf, ini Laila!" Lintang tampak kesusahan karena membopong sendiri. "Oh ya." Aku sampai lupa tadi khawatir melihat keadaan Laila. "Dia kenapa?" Nada suaraku kembali khawatir. Semoga Laila hanya kelelahan dan jatuh sakit di rumah temannya. Dia memang memiliki typus. Dan kalau sudah kambuh seperti tak sadarkan diri karena saking sakitnya, katanya. "Eum, saya kurang tahu, Bu." Lintang menyahut. Dia menyerahkan separuh tubuh Laila hingga kini aku dan dia berada di dua sisi gadisku. "Ya Allah Laila, kamu buat Bunda khawatir saja." Tapi tubuhnya tidak panas seperti biasa. Apa iya typus? Atau baru gejala? Kami pun segera membawa Laila ke kamarnya. Lalu merebahkan di ranjang. Saat akan menutupkan selimut ke tubuh anakku, tak sengaja mataku menangkap sesuatu yang mencurigakan di rok berwarna abu-abu yang dikenakan. Sebuah noda mirip seperti darah yang belum lama mengering. Apa itu darah haid? Tak mungkin Laila baru seminggu lalu bersih dari haidnya. Pikiran ini jadi tak karuan karena melihat noda itu. Apa itu darah perawan karena anakku diperkosa? Ya Tuhan. Tapi siapa pelakunya? Tak terima aku pun segera ke luar kamar dan membiarkan Laila beristirahat, kemudian menginterogasi kakak beradik itu sebelum pergi. "Tunggu!" hardikku pada dua bersaudara yang akan pergi itu. Enak saja, apa mereka mau kabur? Dua remaja itu, berhenti. Aku tersengal karena emosi bisa jadi mereka menipuku. Demi melindungi diri sendiri. Harusnya aku tak percaya, mana mungkin Aris kakaknya Lintang sedang mereka terlihat sebaya. Pasti dua teman itu yang telah mengerjai puteri kesayanganku, Laila. Next?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.9K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook