bc

Ditaksir, Pak Bos!

book_age16+
14.8K
FOLLOW
147.8K
READ
sweet
bxg
tricky
naive
like
intro-logo
Blurb

Ginaya Pramesita (26) sedang diburu dengan pertanyaan ‘kapan nikah?’ oleh orang-orang di sekitarnya, terutama mamanya. Sang Mama khawatir dia bisa jadi perawan tua kalau tidak segera menikah, padahal menurutnya tak salah menikah di atas umur 25 tahun, toh tidak ada larangan soal itu.

Merasa jenuh dengan drama perjodohan yang semakin memuakkan, Ginaya memutuskan menjanjikan sesuatu pada mamanya, yaitu akan membawa seorang pria ke rumah dalam waktu empat bulan. Jika tidak, dia setuju mengikuti perjodohan yang dibuat oleh Mamanya.

Farhan Abasstiawan (30) manajer keuangan di perusahaan ternama di Jakarta. Diumurnya yang sudah mencapai kepala tiga, dia belum mempunyai pasangan yang cocok untuk diajak menikah. Mapan dan tampan tak lantas membuatnya mudah mendapatkan calon istri. Bahkan kerap kali orang tuanya mendesak Farhan agar segera membawa calon istri ke hadapan keluarga besarnya. Jangankan calon istri, pacar saja tidak punya.

Kisah klasik percintaan karyawan dan Bos terjadi. Ginaya dengan ketidakpercayaan terhadap dirinya sendiri dan Farhan yang terlalu tergesa-gesa dalam suatu hubungan.

It’s simple, but complicated.

chap-preview
Free preview
AWAL MULA
Aku menatap empat lembar foto bergambar laki-laki dihadapanku dengan tatapan tak minat. Mama duduk di seberang dengan tatapan mengawasi, menunggu responku terhadap foto-foto yang sengaja diperlihatkannya. “Apa ini?” tanyaku pura-pura tak paham. “Ini Roy, anak kenalan Mama. Dia dokter spesialis jantung di salah satu rumah sakit swasta yang ada di Bandung. 32 tahun, lulusan luar negeri. Anaknya santun banget, Mama pernah sekali ketemu dia. Pokoknya dia mantu idaman banget.” Mama antusias menceritakan satu per satu laki-laki yang ada di foto. Aku hanya mendengarkan sambil lalu, sibuk membuka email pribadi yang aku tautkan di ponsel. Mendesah berat, mengeluh dalam hati kenapa si Bos demen banget menyiksaku bahkan di jam pulang kantor sepeerti saat ini. “Nay, kamu dengerin Mama ngomong gak, sih?” protes Mama sebal, karena aku sedari tadi sibuk dengan ponsel di tanganku. “Iya Ma, Naya denger kok.” Mama malah terlihat makin sebal mendengar jawabanku. Duh, Gusti gini amat jadi anak, semua yang dilakukan pasti selalu serba salah di mata orang tua. Mama melanjutakan omelannya yang seakan tidak ada habisnya. Mengeluarkan teori konvensialnya yang sudah tidak jaman di eraku sekarang. Ayolah, sejak kapan ada undang-undang yang mengatur bahwa perempuan harus menikah di bawah umur 25 tahun? Kenapa orang-orang terus menanyakan pertanyaan kapan nikah saat umur kita sudah melewati 25 tahun dan masih melajang? Aku pasti akan menikah, tapi tidak untuk sekarang. Memangnya aku hidup hanya untuk memenuhi ocehan orang-orang yang sibuk dengan urusan orang lain? Aku tidak mungkin asal memilih pria untuk dijadikan suami agar tidak dicecar pertanyaan “kapan nikah.” dari orang-orang 'kan? “Memangnya di kantor nggak ada yang naksir kamu? Masa anak Mama yang cantik ini nggak laku, sih?” Aku hampir terjungkal dari sofa mendengar pertanyaan Mama. Kok kesannya kejomloanku ini akar masalahnya karena aku gak good looking, ya? Kalau mau menilai sih, aku akui wajahku tak secantik Kak Ivana -- kakak perempuanku yang memang berprofesi sebagai model sebelumnya, atau seperti Kak Gisel-kakak sulungku yang meskipun tak berkecimpung di dunia make up tapi memiliki wajah oriental yang khas -- tapi bukan berarti mukaku sejelek itu sampai gak ada yang naksir. Mungkin memang belum waktunya saja. Kata hatiku memberontak, ‘Alasan terus lu, Nay.’ “Lagian tujuan Naya ke kantor itu kerja, bukan cari jodoh apalagi cari calon suami.” “Ya, no problem dong, itung-itung sambil menyelam minum air.” Mama menjawab santai, “Lagian kamu dari zaman SMA sampai sekarang nggak pernah sekalipun bawa cowok ke rumah. Mentok-mentok paling pulang bareng sama Salma, temen kamu dari zaman SMP itu. Kamu normal, ‘kan? Nggak ada orientasi seksual melenceng?” Kali ini bukan hanya hampir jatuh dari sofa, jantungku bahkan hampir mencuat keluar dari sarangnya. “Mama jahat banget ngatain anaknya sendiri aseksual. Tega.” Mama bersandar pada bahu sofa sambil bersidekap, “Ya, Mama cuma antisipasi aja, jangan-jangan selama ini kamu nolak dijodohin karena kamu nggak doyan sama cowok.” Aku heran, kenapa Mama bisa sesantai itu membahas kemungkinan aku yang aseksual dengan raut muka tanpa beban. Bagaimana kalau seandainya skenarionya tidak begini? Aku ternyata seorang penyuka lawan jenis dan terkejut mendapati tebakan Mama itu benar? Amit-amit deh, jangan sampai hal itu terjadi padaku. “Mama serius Nay, soal perjodohan ini. Bahkan Mama sampai cari seluk beluk latar belakangnya. Mama nggak cuma asal mencarikan kamu jodoh, Mama juga pengin yang terbaik buat kamu.” Hatiku iba mendengar pernyataan Mama yang terdengar sungguh-sungguh dan tersirat kekhawatiran di dalamnya. Jujur saja, dalam hati aku tak tega mendengar nada bicara Mama yang seperti berharap aku bakal menuruti keinginannya kali ini. Aku membawa tangan Mama kegenggamanku, mengusap kulitnya yang terasa kasar dan keriput termakan usia. “Ma, Naya pasti bakal bawa calon suami Naya ke rumah, tapi enggak dengan cara perjodohan seperti ini. Setidaknya, Naya harus kenal dengan baik laki-laki itu dan yang terpenting Naya nyaman di dekatnya. Naya janji bakal berusaha. Kasih Naya waktu empat bulan buat nyari laki-laki pilihan Naya sendiri. Kalau seandainya dalam empat bulan itu Naya nggak bisa bawa calon pilihan Naya ke rumah, Naya bakal ikutin kemauan Mama soal perjodohan.” Itu adalah kata-kata yang keluar dari mulut seorang Ginaya Pramesita yang otaknya lagi nggak sinkron menjelang closing. Kalau bisa memutar waktu, aku ingin sekali menarik ucapanku seminggu yang lalu. Kepercayaan diriku yang tinggi soal akan membawa seorang pria ke rumah dalam waktu empat bulan, itu hanya bullshit. Kenyataannya tak mudah mencari pacar dengan keterbatasanku soal cinta-cintaan. Apalagi dengan waktu 4 bulan, that’s impossible. “Nay ….” Bahuku ditepuk dari belakang, membuatku menoleh dan mendapati Aris berdiri di belakangku dengan laptop di tangannya. Sepertinya dia habis dari ruangan Bos. “Lo mikirin apa, sih sampe gue panggil gak nyaut-nyaut. Tuh, lo dipanggil sama Bos, suruh ke ruangannya.” Aku gelagapan. Duh, mati aku! Kalo ada tempat paling horor di dunia mungkin ruangan bos akan jadi pilihan teratas yang ada didaftarku. “Mampus gue, mampus!” rutukku pelan. “Baca doa dulu Nay sebelum dieksekusi. Allohuma Bariklana ….” “Eh, goblo, emangnya Naya mau diajak makan-makan sama si Bos.” Feni -- rekan sekantorku yang kubikelnya persis berada di sampingku melempar bulatan kertas ke arah Aris. “Bukan Fen, justru Naya yang bakal jadi menu sarapan paginya si Bos.” Mbak Nindi yang baru saja kembali dari pantry ikut menimpali. Memang ya, para penghuni departemen ini paling suka melihat aku menderita. “Doain aja abis keluar dari ruangan si Bos, badan gue masih utuh gak kurang satu apapun.” Aku mendramatisir keadaan. Keadaan ruanganku memang selalu begini ketika si Bos memberikan mandat pada bawahannya untuk masuk ke ruangannya. Kalau tidak diberi tugas tambahan pasti ada revisi yang mengharuskan kami bekerja dua kali lipat lebih berat dari hari-hari biasanya. Aku masuk ke ruangan Bos dan menemukan wajah datarnya yang tengah serius menghadap layar komputer. “Permisi. Bapak manggil saya?” Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer, si Bos menunjuk onggokan laporan keuangan yang tergeletak di ujung meja. Buset, tinggi amat tu tumpukan! “Kamu review laporan keuangan anak perusahaan yang ada di Solo, submit hasilnya ke email saya.” Boro-boro beramah-tamah, ngelirik aja enggak. Hah! Memangnya apa yang aku harapkan dari manusia macam Farhan Abasstiawan ini? Urat nadinya sudah terlanjur kaku mungkin. Dibawa senyum saja bisa putus. “Baik, Pak.” Aku berniat kembali ke ruangan sebelum suara Pak Farhan kembali menginterupsiku. Rasanya aku ingin berteriak hingga seluruh penjuru kantor mengenali suaraku. APA LAGI, PAK? “Untuk laporan konsilidasi ….” “Masya Allah, Subhanallah, Walakuwata illabillah. Pak, hari ini saya udah handle tiga pekerjaan sekaligus loh, Pak? Masa Bapak tega ngasih kerjaan lagi ke saya? Satu aja belum kelar apalagi tiga.” Aku berucap dengan nada memelas. Kalau kali ini keluhanku tak digubris oleh Pak Farhan, fix, dia manusia yang nggak punya hati! Pak Farhan mengangguk-angguk, lalu menyuruhku untuk kembali ke ruangan. “Ya sudah, kamu boleh kembali ke ruangan.” Aku masih berdiri di depan pintu, menunggu kata-kata yang mungkin akan menyusul dari mulut pedasnya. Ini beneran si Bos nggak mau ngalihin tugas gue ke yang lain? Setidaknya minta salah satu buat bantuin gue, kek. Dia denger ‘kan waktu gue bilang handle kerjaan tiga sekaligus? Ini cuma yaudah aja gitu? Gak ada lanjutannya? “Ngapain kamu masih disitu? Katanya kerjaan kamu banyak. Oh, atau kamu seneng lembur tiap hari? Cuma berduaan sama saya di kantor?” WHAT THE FASYALALALA?! Aku sengaja menghentakkan kaki ke tanah, berbalik keluar dari ruangan Bos dengan muka ditekuk. “Etdah, ini kenapa lagi anak kesayangannya si Bos pasang muka cemberut. Gagal dapet o*****e lo, ya.” “ANAK KESAYANGAN DARI HONGKONG! Yang ada gue dapet tambahan kerjaan lagi!” Aku membanting print out laporan keuangan perusahaan anak cabang yang harus di-review ke atas meja. “Gimana mau dapet jodoh, kalau kerjaannya ngurusin duit invisible mulu.” Feni tertawa, “Tenang aja Nay, nanti waktu akhir bulan bonusan lo yang paling gede di antara kita-kita.” “Iya, Nay. Seketika lo bisa jadi miliader dadakan.” Aris ikut menimpali. “Bukannya jadi miliader, yang ada gue alih profesi jadi penjaga kantor gegara keseringan lembur tiap malem.” Gue menatap horor pada setumpuk pekerjaan yang tak kunjung usai, “Padahal gue udah janji sama nyokap bakal bawa calon menantunya ke rumah. Boro-boro bawa, punya aja belum.” “Ternyata resolusi lo tahun ini ada progress-nya juga ya, Nay. Dari yang katanya nggak butuh cowok, sekarang malah nyari cowok,” ucap Aris sengaja menyindirku. Aris ini satu-satunya cowok yang ada di departemen Accounting. Dia juga yang paling muda di antara kami, baru setelahnya aku dan Feni -- yang satu Angkatan, lalu Mbak Nindi yang empat tahun lebih tua dariku. Tapi, Aris ini nggak pernah mau manggil “Mbak” kepadaku atau Feni. Katanya kami cuma satu tahun lebih tua dari dia, jadi dia ogah manggil Mbak. Dasar junior kurang ajar! “Ya mau gimana lagi, Gue udah bosen ditanyain kapan kawin mulu sama keluarga besar, sampe panas kuping gue. Belum lagi nyokap gue ngebet banget jodohin gue sama anak kenalannya.” “Dikira zamannya Siti Nurbaya kali, ya. Masih ada acara jodoh-jodohan.” “Siapa yang mau dijodohin?” Pak Farhan tiba-tiba saja sudah berada di belakangku. Dia membawa map merah berisi dokumen yang diserahkan ke Aris. “Ini, Han. Nyokapnya Naya kebelet pengin punya mantu. Jadi Naya punya resolusi bawa calon mantu nyokapnya ke rumah, biar ngga dijodohin.” Aky menunduk dalam, kenapa juga Mbak Nindi harus cerita juga ke si Bos, sih?! “Calon mantu? Memangnya kamu punya pacar?” tanya Pak Farhan. Yang di telingaku terdengar seperti meremehkan. Aku mengangkat wajah, berkata dengan penuh percaya diri, “Punya, kok,” kataku tegas. Aris di depan kubikelku menutup mulut, menahan tawa atas kebohongan yang telah aku katakan. Bodo amat lah, demi harga diri biar ngga terlihat ngenes di depan si Bos yang super angkuh, aku spontan saja berbohong tanpa peduli resikonya. Pak Farhan mengangguk-angguk lalu menjawab, “Bagus, deh. Saya kira ngga ada laki-laki yang mau sama perempuan pecicilan kayak kamu.” Setelahnya dia berbalik meninggalkan aku yang masih melongo mencerna ucapannya tadi. “Itu tadi maksudnya apa, ya?” tanyaku tak paham. Tawa Mbak Nindi pecah di antara kami. Ibu satu anak itu membeberkan fakta yang membuatku syok. “Sebenernya Farhan pernah mergokin lo lagi joget-joget sambil nyanyi lagu DNA-nya BTS di pantry waktu kita lembur bulan lalu, terus dia juga pernah mergokin lo manjat kitchen set pantry waktu ambil gula di kabinet karna ngga nyampe.” YA ALLAH, MAU DITARUH DI MANA MUKA GUE SEKARANG?!!! **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.2K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.4K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.7K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.1K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.9K
bc

Pengganti

read
301.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook