bc

Pesona Duda Tampan

book_age18+
15
FOLLOW
1K
READ
one-night stand
HE
blue collar
drama
bold
city
like
intro-logo
Blurb

Suara erangan memenuhi seluruh ruangan, dalam kegelapan malam Vania merasakan rasa yang membuncah dan meminta dilepaskan.

Perasaan seperti ini dia tidak pernah merasakan sebelumnya, dirinya mencoba meraba sesuatu didepannya masih dalam keadaan setengah sadar. Sayup-sayup dia mendengar suara d******n seorang pria saat dirinya tanpa sengaja menyentuh perut bisep itu.

Merasakan getaran dalam dirinya, Vania kembali menghiraukan sekitarnya.

Tubuhnya terayun mengikuti irama, tanpa sadar Vania mulai hanyut kedalam kenikmatan. Meninggalkan kesadaran yang perlahan menipis.

*****

"Duh sakit banget kepalaku... " Gumam lirih Vania, dia mencoba meraba nakas di sebelah ranjang untuk menggapai ponsel yang biasa dia gunakan.

Vania terus meraba, perlahan matanya terbuka. Yang dia lihat pertama kali adalah ruangan asing. Ini jelas bukan hotel yang dia sewa pikirnya. Tangannya masih terus mencoba menggapai benda yang sedang dia cari.

"Kemana sih.. "

"Kamu cari ini?" Ucap seorang pria didepannya.

Vania yang masih setengah sadar terdiam, dia tentu tidak memesan layanan kamar saat dirinya akan menginap di hotel. Jadi, siapa pria didepannya ini?

"Kamu pasti banyak pertanyaan, bersihkan diri lalu kita makan siang dulu. Nanti setelah itu kamu bebas bertanya apapun dan pasti aku jawab" Ujar pria yang mulai melangkahkan kakinya keluar.

"Vania! What are you doing?!" Gumam Vania dengan lirih. Dia mulai memahami saat merasakan dirinya tidak mengenakan apapun. Sungguh si*l nasibnya, saat ingin menikmati hidup malah dia kembali dalam kecerobohan yang dia perbuat.

chap-preview
Free preview
Pria Semalam
Maaf guys aku coba rombak dikit-dikit ya, ini aku publish dari awal Happy Reading..... Flashback 20 jam yang lalu... "Kamar nomor 253.. 253..." Tangannya terus merambat memegang dinding membantu menyeimbangkan tubuhnya yang saat ini mulai sempoyongan. Vania yang ceroboh mulai melupakan bahwa dia tetap harus waspada, Meski dia sudah mengenal teman satu kantornya dengan baik. Dia terus berjalan sambil sesekali matanya melihat angka yang tertera diatas pintu kamar hotel yang dia pesan. Sungguh keputusan yang bodoh, dia memang menginginkan kebebasan setelah lama berjibaku dengan kegiatan belajar dan bekerja tapi kali ini dia sangat menyesali perbuatannya. Alih-alih bahagia karena sudah mampu menenggak minuman yang selalu ingin dia coba, Vania malah harus mengalami kesulitan yang tiada henti. Berawal dari tawaran Chika yang mengajaknya ke club malam, dia yang selalu ingin mencoba hal baru tanpa membuang waktu lebih banyak langsung mengiyakan ajakan Chika. "Kamu mau minum apa Nia?" Tanya Chika yang saat ini mengedarkan pandangannya ke segala arah. Entah apa yang sedang dia cari Vania tidak tau. "Orange juice aja Cik" Vania yang memang tidak ingin langsung 'teler' memilih orange juice sebagai minum pertamanya. Dia juga berjaga-jaga agar tidak langsung menerima minuman dari pria asing yang tidak dia kenal. "Jauh-jauh ke club cuma mau orange juice?" Chika terbahak dengan kencang, suaranya hampir sama kerasnya dengan musik yang menggema di ruangan itu. Vania tak menghiraukan ejekan dari teman kantornya itu, diam-diam Vania melirik ke sisi lain. Dimana ada gerombolan seorang pria yang sedang bercengkrama sambil tertawa. Awalnya dia tidak perduli saat melihat pria yang dia kenal berada di salah satu rombongan itu. Tapi, saat pria itu dengan santainya menggandeng mesra wanita di sebelahnya yang berpakaian minim, tangannya bahkan sesekali mencubit dan menggenggam sesuatu sampai membuat dia jengah. Sebenarnya dia tidak ingin ikut campur, tapi tatapan keduanya tanpa sadar bertemu hingga keduanya sama-sama tersentak beberapa saat sebelum pria itu tersenyum dan Vania memutuskan tatapan mereka. "Nih orange juice nya" Vania hanya mengangguk dan mulai meminum orange juice itu sedikit, karena dia bingung harus melakukan apa disaat Chika dengan santainya menari bersama pria yang baru dia temui, sementara Vania memilih ke toilet Chika dengan pria yang masih menari mulai memperhatikan Vania yang berjalan semakin jauh menuju toilet. ******* Vania tersentak saat dirinya keluar dari dalam bilik toilet. Pria yang sempat bertatapan dengannya itu sedang berdiri tepat di hadapannya. Dia mulai ketakutan, saat menyadari bilik-bilik di dalam toilet itu kosong dan hanya tersisa mereka berdua. "Jangan kasih tau Rara soal yang Lo liat barusan" Ujar Pria didepannya. "Bukan urusan gue" Vania dengan gesit mulai berjalan melewati pria itu, nahas tubuhnya kalah cepat karena saat ini pria itu mulai memeluk dirinya dari belakang. Tubuhnya menegang, dia mulai memberontak untuk melepaskan pelukan pria yang saat ini sedang berhubungan dengan Adik tirinya Rara. "Lepas- " Tubuh Lo ternyata lumayan ya, Kenapa Lo selalu jual mahal sih?" Ucapnya. Tangan itu tidak tinggal diam, mulai mengelus bongkahan p****t nya dan saat ini akan memasuki dress Vania. "B*******k! , Lepas atau gue teriak!" Sentak Vania, saat ini bahkan tubuhnya sudah gemetar ketakutan. "Teriak aja, gak akan ada yang dengar" Pria itu terkekeh lirih, sayangnya dia lengah. Karena merasa Vania sudah mulai menerima sentuhannya Pria itu mulai membalikkan tubuh Vania agar berhadapan dengannya. Vania yang sudah punya ide dari awal mulai melancarkan aksinya, dia menaburkan bubuk cabai ke mata pria didepannya. Kakinya dengan leluasa menendang p***s pria itu dengan kencang sampai bunyi suara 'krek' terdengar. Vania dengan kecepatan penuh berlari keluar dari toilet yang ternyata dijaga ketat oleh teman-teman dari pria tadi. Terdengar suara teriakan dan kegaduhan di dalam toilet itu, membuat pria yang berjaga di depan lengah hingga tidak bisa menangkap Vania. Dirinya baru akan berbicara pada Chika, dia akan mengatakan bahwa dia tidak ingin ada di tempat itu lagi. Tapi Chika malah menahan tangannya dan mengatakan bahwa dia harus menghabiskan orange juice pesanannya dulu. Tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun, Vania menenggak habis seluruh isinya. Beberapa menit kemudian tanpa sadar dia kehilangan kendali pada tubuhnya. Saat merasakan bahwa ada yang tidak beres di dalam minuman itu, Vania melirik Chika yang saat ini sedang tersenyum licik. "Gue gak suka Lo ambil semua atensi orang-orang kantor, nikmati sambutan dari gue ya Nia" Chika terkekeh mulutnya mulai merancau tidak jelas, jelas bahwa Chika sudah mulai mabuk. Pria yang ada disebelah Chika sempat melirik Vania tapi Vania langsung membuang pandangannya. Pria itu hanya mengerutkan alis, mungkin dia berpikir sangat sayang kalau Vania tidak dia bawa serta. Saat dia menengok kembali ke tempat dimana Vania duduk, yang tersisa hanya gelas kosong dengan sosok Vania yang tidak dia ketahui kemana perginya. ***** "235... Ah ini dia" Vania mulai menempelkan kartu akses yang dia peroleh dari resepsionis, tapi bahkan sampai usahanya yang ketiga kartu itu tidak kunjung mampu membuka pintu didepannya. Sampai tiba-tiba terdengar bunyi klik dari dalam. Dengan cepat Vania masuk kedalam tanpa melihat seorang pria yang bediri di belakang pintu yang saat ini memperhatikan Vania. "Apaansih, aku mau tidur dulu sebentar" Ucap Vania dengan mata tertutup beberapa detik saat dirinya menyentuh kasur. "Nona salah kamar, ini kamar yang aku pesan" Pria itu mencoba membangunkan gadis didepannya yang mulai menutup kedua matanya. "Ahh.. "Ck. Kenapa kamu malah mendesah!" Entah kesialan apa yang menimpa Rey, saat dirinya ingin beristirahat karena pekerjaan yang baru saja usai di pagi buta ini. Dia malah kedatangan tamu yang tidak diundang masuk kedalam kamarnya. Jika Rey pria m***m mungkin dia akan senang mendapati wanita masuk kedalam kamarnya dalam keadaan mabuk. Tapi, Rey bukan pria seperti itu. Dia bahkan tidak pernah merasakan l**************n lagi setelah mendiang istrinya meninggal hampir enam belas tahun yang lalu. "Hey bangun! " Tangannya terus terulur menarik tangan gadis itu, tapi yang dia dengan lagi-lagi adalah suara desahan lirih. "Hai tampan, temani aku malam ini ya" Rey terkejut, gadis yang sudah dengan susah payah dia bangunkan kini berada di depannya, bahkan wajahnya hanya berjarak sangat dekat dengan dirinya. "Nona, jangan seperti in- "Psttt... Aku single kok Om. Aku bahkan belum pernah dekat sama pria manapun" Dia terkekeh lirih. Kekehan yang Rey tangkap sebuah keluhan. "Jadi ayok kita bersenang-senang" Rey melihat gadis itu tertawa dengan binar bahagia. Sempat tersentak, Rey harus akui bahwa gadis di depannya sangat cantik. Matanya indah dengan binar bahagia dan ceria. Seolah lupa dengan keadaan gadis di depannya, Rey perlahan memegang tangan gadis itu. Dirinya seperti tersengat oleh listrik berkekuatan tinggi, dia tidak mabuk tapi seolah merasakan dirinya perlahan melayang tinggi. Rey mendengar suara itu.. Erangan yang terdengar dari gadis di depannya ulah dari tangannya yang tidak bisa diam. Tanpa sadar gerakan tangannya berhenti dan membuat gadis itu merengutkan wajahnya. "Lagi... Om" Tanpa basa basi Rey melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, dia mulai menikmati kegiatan keduanya. Tanpa sadar, Rey tidak mengenakan pengaman saat melakukan dengan gadis itu. Rey tidak ingat sudah berapa kali dia melepaskan gairah yang dia pendam dengan gadis di bawah kungkungannya, saat pelepasan terakhir yang dia lihat adalah pemandangan gadis di bawahnya yang menutup mata. Rey berniat membersihkan diri dari sisa-sia s*****a, Ketika dia memakai kembali celananya, tanpa sengaja melirik kearah seprai yang berwarna putih gading yang saat ini terdapat bercak merah. Terkejut, Rey menatap kembali Vania yang saat ini tertidur. Betapa kesalahan yang dia perbuat kali ini sangat besar. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook