bc

Fall For You

book_age18+
675
FOLLOW
2.3K
READ
drama
tragedy
comedy
humorous
like
intro-logo
Blurb

Clarissa Tiffany, seorang model dan artis terkenal, dia jatuh cinta dengan pria one night standnya namun cintanya harus terhalang. Fabian Dewangga lelaki yang dijodohkan dengan Clarissa berusaha keras menerima Clarissa apa adanya, meski awalnya sulit karena dia juga mencintai Sherin. Tapi keduanya tetap melangsungkan pernikahan tanpa cinta. Bagaimana dengan pernikahan Clarissa dengan Fabian yang penuh lika-liku?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Kapan lagi bisa menikmati hari libur dan tidur siang jika tidak sekarang, Clarissa sangat menikmati tidurnya, namun dia mendengar suara teriakan di depan pintu kamarnya. Sangat mengganggu niatnua bangun terlambat. "CLARISSA!! AYO BANGUUN!!" teriak Raven—manajer Clarissa yang super cerewet, dia sangat gemas dengan sikap Clarissa yang selalu santai, padahal satu jam lagi akan ada pemotretan. Raven dengan Clarissa telah bersahabat sejak di bangku SMA, mereka sangat dekat dan kini Raven yang menemani Clarissa kemanapun gadis itu pergi. "Berisik!!" balas Clarissa, dia menutup kembali selimutnya. Ini Sabtu dan dia menginginkan libur kerja, tetapi Raven tidak pernah mengizinkan Clarissa libur kecuali libur. "Hei bagaimana kamu melunasi kartu kreditmu kalau tidak mau bekerja?" Raventha mengucapkan dengan wajah bersungut-sungut, dia menggedor sekali lagi pintu kamar Clarissa. Suka bersenang-senang tetapi malas bekerja, sudah ciri khas Clarissa, tanpa Raven, mungkin dia selamanya akan menjadi pengangguran. “Kau yang membayar!” teriak Clarissa di balik bantalnya, dia benar-benar lelah karena pemotretan dan syuting kemarin, sekarang hari libur tetapi Raven sudah menyuruhnya untuk bekerja lagi. Benar-benar kerja rodi. “Enak saja!” bentak Clarissa. Raven tidak mau mengalah, dia menarik kaki Clarissa, gadis itu akhirnya menyerah, dia menghentakkan kakinya, memberengut kesal dan segera mandi. Untung saja hanya pemotretan hari ini, tidak terlalu menguras tenanganya. Raven tersenyum melihat Clarissa, ada rasa gundah di hatinya, dia berencana menikah bulan depan, tetapi melihat sikap Clarissa yang manja dan susah diatur begini, Raven menjadi khawatir. Melepaskan Clarissa sendirian rasanya berat, Raven berencana resign setelah menikah nanti, namun dia belum membicarakan hal ini kepada Clarissa. Sembari menunggu Clarissa yang mandi, Raven menyiapkan pakaian Clarissa. Semenjak tinggal di Jakarta, mereka menyewa apartemen yang sama, tinggal bersama dan bekerja bersama. Mereka tidak pernah terpisahkan sekalipun. Tetapi bagaimanapun juga, Raven tidak bisa selamanya hidup hanya berdua dengan Clarissa, dia juga ingin menjalani hidup normal seperti gadis lainnya, menikah dan memiliki anak-anak yang menggemaskan. “Ini bajumu,” ucap Raven memberikan dress berwarna biru laut dengan motif kecil berbunga. Kulit putih dan tubuh Clarissa yang cantik membuat dia nampak sempurna dengan dress ini. Clarissa menatap wajahnya di cermin, tanpa polesan make up dia sudah sangat cantik seperti dewi. “Nanti saja make up di lokasi, kita berangkat sekarang.” Sepanjang perjalanan, Raven hanya terdiam sibuk memikirkan kalimat yang pas untuk menceritakan tentang pernikahannya, dia masih menduga bagaimana reaksi Clarissa ketika mendengarnya nanti. Apakah sahabatnya akan bahagia atau malah kecewa karena dia tinggal. Clarissa begitu lihai dalam melakukan pemotretan, tidak membutuhkan waktu lama untuk mengambil fotonya, selain cantik, dia terbiasa untuk berbagai pose. Raven sangat bangga dengan Clarissa, dia bisa melakukan dengan baik. “Good job Clar,” puji Raven. Dia memberikan sekotak bekal makanan berisi salad sayur. Clarissa menatap makananya, memang sehat, tetapi dia ingin makan fast food sekarang. “Aku mau beli burger di depan,” pinta Clarissa. Raven menggeleng, besok dia ada syuting, bisa membengkak nanti pipinya kalau memakan fast food. Apalagi Clarissa pasti mengincar minuman sodanya. Selain tidak baik untuk kesehatan, Raven juga tidak mau syuting batal karena Clarissa terlihat lebih gemuk di kamera. “Besok kan syuting Clar, ya enggak bisa dong,” ucap Raven memperingatkan. Clarissa menghela nafas kasar, dia sangat jengkel dengan sikap Raven sekarang, padahal dia hanya ingin satu burger ukuran small dengan satu cup soda. Selain itu dia juga belum sarapan sama sekali, kenapa semuanya serba diatur dan tidak diberi kebebasan sedikit saja. Clarissa pergi terlebih dulu tanpa pamit, dia tidak peduli dengan Raven, bahkan mobilnya dia bawa sendiri. Hasratnya sudah tak tertahankan, dia menginginkan burger saat ini juga, rasanya sudah lama dia tidak memakan fast food. Raven mencari Clarissa ke sekeliling gedung, dia bingung mencari Clarissa. Raven baru saja menerima upah, tetapi Clarissa tiba-tiba menghilang. Dia menelpon Clarissa, namun berulang kali telfonnya diabaikan. Raven tau Clarissa marah, tapi ini semua demi kebaikan Clarissa. Terkadang seperti ini sikap sahabatnya, kekanakan. Raven memutuskan pulang ke apartemen terlebih dulu, dia sempat terkejut ketika mobil sudah menghilang dari parkiran, dia memilih untuk naik taksi. Rasanya Clarissa jengah, dia memilih untuk pergi ke klub malam, menenangkan pikirannya sejenak. Dia sedikit merasa bersalah karena terus mengabaikan panggilan Raven. Dia tau Raven pasti khawatir, namun Clarissa merasa ingin sendiri, dia lelah bekerja setiap hari, sorotan media, semuanya dia lelah. Rasanya ingin istirahat, di saat seperti ini dia memikirkan orang tuanya. *** Raven semakin khawatir dengan Clarissa ketika pukul satu malam gadis itu tak kunjung kembali. Raven berulang kali membuka korden dan berharap mobil Clarissa segera datang. Raven bahkan tidak tidur menunggu Clarissa datang. Dia mengambil remote tv, menyalakan televisi mencoba mengurangi rasa bosannya. Ketika terdengar suara mobil, dia segera bangkit dan melihat ke jendela. Raven berbinar ketika melihat mobil Clarissa memasuki parkiran apartemen. Tak lama, Clarissa masuk ke dalam apartemen, Raven mencium adanya bau alkohol. “Clarissa!! Dari mana saja kamu? Yaampun aku sangat khawatir,” ucap Raven memeluk sahabatnya. Clarissa tak menjawab, dia hanya tersenyum tipis. “Aku hanya bermain sebentar di club, jadwal syuting bisa re schedule? Aku lelah,” ucap Clarissa. Dia lalu naik ke atas kasurnya tanpa mengganti baju, memeluk gulingnya dan tak lama memejamkan mata. Meski matanya tertutup, Clarissa masih bisa mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, dia teringat bagaimana Rio yang sangat lembut bercinta dengannya namun dia pergi begitu saja. Clarissa terkejut saat dia terbangun tidak ada siapapun di kamar kecuali dia. Rio tidak meninggalkan jejak apapun atau bahkan nomor telfonnya, malah Rio meletakkan cek di meja. Clarissa terluka karena sikap Rio yang angkuh, dia tidak menyangka jika Rio mengiranya gadis nakal, padahal Clarissa menyukai Rio. Perlahan air matanya menetes, padahal baru mengenal Rio, tapi dia sudah jatuh hati. Raven tidak setuju dengan permintaan Clarissa mengenai syuting yang ditunda, apalagi sudah ada jadwal tayang, semakin lama Clarissa menunda akan semakin lama juga project ini selesai. “Clar, gabisa kita nunda seenak kita, besok kalau kamu udah sadar, kita langsung syuting.” Clarissa tidak menjawab, dia tidak mau mendengarkan apapun atau berdebat saat ini, dia terlalu lelah. *** Rio menatap ponselnya, dia tersenyum saat melihat foto Clarissa yang tertidur pulas. Dia menyukai Clarissa, tetapi sayangnya dia tidak bisa berlama-lama dengan Clarissa. Terpaksa dia meninggalkan Clarissa sendirian karena dia harus kembali mengerjakan laporan. Meski begitu Rio merasa bertanggung jawab, dia memberikan cek kepada Clarissa. “Selamat siang, permisi pak, ada yang mau bertemu dengan bapak,” ucap sekretaris Rio. “Siapa?” “Nyonya Dewi pak,” jawab sekretarisnya. “Loh kalau ibu saya yang datang kenapa pakai izin? Langsung saja disuruh masuk.” Sekretarisnya langsung mengangguk dan mempersilahkan ibu Rio untuk masuk. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, usia ibunya sudah lima puluh tahun namun tidak nampak tua. "Ada apa Ma sampai ke kantor aku? Sepertinya penting sekali?" tanya Rio menatap ibunya penuh kelembutan. "Ayah kamu meminta pernikahan dipercepat, kalau bisa seminggu lagi," ucap ibunya dengan tatapan takut kepada Rio, takut jika anaknya akan marah. Rio menghela nafas kasar. "Aku gak cinta Ma sama dia, Mama tau sendiri kan?" "Rio, kamu anak satu-satunya Mama, cuma kamu yang bisa membuat Papa kamu bahagia, Papa cuma ingin lihat anaknya sebelum meninggal dunia," ucap ibunya. Rio hanya bisa pasrah diam mengangguk, pernikahannya sudah diatur, mau bagaimana lagi dia? Percuma memberontak, tidak akan bisa, dia malah takut menyakiti orang tuanya. Rio memang satu-satunya harapan bagi orang tuanya. “Iyaudah aku nurut apa kata Mama.” Ibu Rio pamit pulang setelah perbincangan panjang lebar, karena kesibukan Rio, semua yang mengurus ibu dan calon istrinya, termasuk pakaian untuk menikah nanti. Rio tak ambil pusing dan hanya akan menghadiri pernikahannya. Dalam hati Rio, sebenarnya dia ingin menemui Clarissa lagi, setelah dia mencari tau siapa Clarissa, dia tercengang saat mengetahui Clarissa seorang artis juga model cantik. Malam ini, Rio berniat mencarinya di klub malam lagi, berharap bisa menatap wajah cantik Clarissa. Rio mempercepat pekerjaannya, jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dia masih harus mengerjakan beberapa laporan di hadapannya, menjadi CEO perusahaan bagi Rio membosankan, tetapi dia terpaksa untuk menggantikan ayahnya yang sedang sakit. Tepat pukul tujuh, Rio mengambil jasnya, dia mengenakan dengan tergesa-gesa dan pergi menuju klub malam. Suara musik dj menggema di ruangan, mata Rio sibuk mencari-cari sosok Clarissa, berjam-jam dia menunggu, mencari Clarissa namun tak kunjung menemukannya. Sudah hampir tengah malam, Rio menyerah, dia juga menyesal tidak memberikan nomor ponselnya kepada Clarissa. Andai saja kemarin dia memberi nomornya, pasti tidak akan kesusahan mencari Clarissa begini. *** Clarissa, gadis cantik itu sibuk membaca majalah fashion baru sembari merebahkan tubuhnya, lelah namun Clarissa masih tertarik dengan majalah fashion ini. Raven baru saja keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya, dia duduk di samping Clarissa. “Clar, ada sesuatu yang mau aku ... beritahu, tapi janji kamu jangan marah ya?” Clarissa seketika menutup majalahnya, dia duduk dan menatap Raven, dari nada bicaranya, Raven nampak serius, entah apa yang akan Raven katakan, namun Clarissa menebak, mungkin ada masalah dengan syuting atau pemotretannya. “Kenapa Rav? Bilang aja, aku gak akan marah kok ada apa sebenarnya?” tanya Clarissa. Akhir-akhir ini sikap Raven berubah, Raven juga terkadang pamit pergi terlebih dulu dan meninggalkan dia di lokasi syuting sendirian tanpa mengatakan kemana perginya. “Sebenernya lima hari lagi aku nikah,” ucap Raven. Clarissa seketika membulatkan matanya, terdengar seperti lelucon, sejenak Clarissa terdiam. Dia tertawa keras mendengarkan ucapan Raven, setengah tidak percaya dengan ucapan sahabatnya. "Aku serius Clar, aku mau nikah makanya aku mau ambil libur," ucap Raven. Clarissa berhenti tertawa sejenak dan memperhatikan raut wajah Raven, nampak serius dan tidak bercanda. Clarissa mengerjapkan matanya lalu pandangannya turun ke perut Raven. "Kamu ... hamil?" tanya Clarissa. Raven memukul pelan lengan Clarissa dan memberengutkan wajahany. "Kamu kira aku perempuan apaan? Enggaklah! Aku bukan penganut seks bebas!” ucap Raven gemas melihat Clarissa yang menatapnya penuh selidik. “Terus kenapa tiba-tiba memutuskan menikah? Setau aku kamu sama sekali enggak punya kekasih,” ucap Clarissa penuh dengan tanya, dia tidak menyangka jika Raven akan menikah secepat ini. “Karena ... yah karena suatu alasan yang aku gabisa cerita sama kamu Clar, masalah keluarga, aku minta maaf karena enggak bisa cerita dulu, tapi nanti setelah menikah aku pasti cerita, besok pagi apa boleh aku pulang dulu buat persiapan nikah?” tanya Raven. “Oke, kalau memang itu privasi kamu, aku cuma bisa ngasih selamat dan semoga lancar acaranya. Di Bandung ya?” tanya Clarissa. “Iya, di Bandung, ini undangan buat kamu,” ucap Raven. Clarissa menerima undangan itu, membaca dengan seksama, dia tersenyum senang jika sahabatnya menikah. “Aku pasti datang nanti Sabtu, besok kalau mau ke Bandara, biar aku yang antar,” ucap Clarissa. “Beneran mau nganter aku? Makasih banyak Clar,” ucap Raven berbinar. Clarissa tersenyum, sedetik kemudian dia berpikir sejenak, sahabatnya sudah mau menikah, sedangkan dia masih bergelut dengan karir, sebenarnya Clarissa tidak ingin menikah, dia merasa beban, baginya berumah tangga itu tidak semudah hidup sendiri. Clarissa lalu pamit masuk ke dalam kamarnya, dia melihat sebentar Raven yang sedang fokus dengan ponselnya. “Rav, aku tidur duluan ya,” ucap Clarissa. “Iya, tidur aja duluan, aku masih mau pesan tiket buat besok,” ucap Raven. Clarissa hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya yang terasa lelah, lelah dengan pikiran dan fisiknya. Rasanya canggung ketika mengetahui Raven akan menikah, Clarissa melihat sekeliling ruangan, pasti nanti akan sepi jika Raven pergi, seumur hidupnya dia tidak pernah lepas dari Raventha, semenjak orang tuanya tinggal di luar negeri, Raven selalu menemaninya. Clarissa duduk di pinggir ranjang, dia mengusap air matanya, dia tidak yakin bisa hidup sendiri. “Rav,” panggil Clarissa dengan suara seraknya. Dia berlari berhambur memeluk Raven dengan erat. “Nanti kalau kamu nikah jangan lupa ya sama aku,” ucap Clarissa menangis dengan tersedu-sedu. Raven juga ikut menangis, mereka berdua sudah seperti adik dan kakak, rasanya sangat sulit jika berjauhan. “Nanti kalau aku sudah menikah, aku jodohin kamu deh sama cowok,” ucap Raven. “Iya, biar aku enggak kesepian.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.0K
bc

My Secret Little Wife

read
94.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook