bc

Dituduh Sebagai Pembunuh

book_age4+
387
FOLLOW
1K
READ
sweet
high-tech world
like
intro-logo
Blurb

Grizella berusaha menerima keadaannya yang sekarang, dimana keluarganya yang dulu menyayanginya kini mereka membencinya. bukan tanpa alasan, ada suatu kejadian yang membuat keluarganya membenci Grizella.

Kejadian apa yang telah Grizella lalui, sehingga seluruh keluarganya membencinya?

akankah keluarganya menerima kembali Grizella? atau malah tidak akan pernah menganggap Grizella anaknya lagi?

chap-preview
Free preview
PART 1 BERUSAHA
Seperti saat-saat sebelumnya, Grizella berusaha tersenyum ramah kepada keluarganya yang tengah berkumpul diruang keluarga, namun sikap mereka masih sama seperti kemarin dan sebelumnya. "Kita pindah ke taman belakang," ajak sang ibu setelah Grizella duduk di sampingnya. Semua keluarganya mengangguk dan bergegas menuju taman belakang. grizella menghembuskan nafasnya gusar. Ia menatap keluarganya satu persatu. "Sampai kapan kalian menjauh?" lirih gadis itu, hampir putus asa. Lalu, ia bergegas menuju kamarnya. Kebetulan sekali, kamarnya menghadap kearah taman belakang, bisa dilihat bagaimana bahagianya sang kakak yang tengah tertawa lepas bersama kedua orangtuanya. Sudah lima tahun ia dan keluarganya tak lagi merasakan kumpul-kumpul bersama. Membuat ia sangat iri kepada kedua kakaknya. Ia iri, tapi mau bagaimana lagi. Kesalahannya memang tak bisa dimaafkan. Bahkan tak pantas jika seseorang memaafkan kesalahannya dimasa lalu. Memang sudah lima tahun, tapi kejadiannya masih teringat jelas dipikiran mereka. Mungkin saja mereka belum bisa menerima bahwa salah satu anaknya menjadi seorang pembunuh? Meskipun tak sengaja. Helaan nafas panjang keluar dari mulut gadis itu, ia berusaha menahan dirinya agar tidak menatap kembali keluarganya, namun sepertinya tidak bisa. "Harus berapa kali lagi Zella ngejelasin?" Keluh gadis itu. Selama lima tahun ini, gadis itu hampir setiap hari meminta maaf kepada keluarganya, tapi hasilnya tetap sama, nihil. Mereka enggan memaafkannya. Lagi-lagi ia menghela nafas. Ia beranjak dari tempatnya berdiri, dan bergegas untuk tidur agar besok tidak terlambat bangun pagi, dan menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Meskipun suara bising dari arah taman belakang, tak ia hiraukan. Ia memejamkan matanya berusaha untuk tertidur dan mengabaikan keluarganya yang tengah menikmati kebahagiannya. Tak apa jika tak ada dirinya, yang penting mereka selalu bahagia. Semoga saja selalu begitu. *** Pagi-pagi sekali Grizella sudah bangun, saat ini gadis itu tengah sibuk dengan bahan-bahan yang ada di dapur. Meskipun saat ini pukul menunjukkan jam 5, tapi semangat gadis itu tetap berkobar. Setelah satu jam lamanya ia berkutat dengan alat dapur, akhirnya ia telah menyelesaikannya. Ia menatanya di atas meja makan, setelah itu, Grizella bergegas menuju kamarnya dan membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan bergegas untuk pergi ke sekolah. Kini jam yang berada di atas nakas sudah menunjukkan pukul 06.39, tanpa berlama-lama gadis itu segera berangkat menuju sekolahnya. Tanpa sarapan terlebih dahulu. *** Ia telah sampai di sekolahnya, tak sedikit murid-murid yang menyapa nya, namun tak ada yang ia balas satupun. Grizella salah satu siswi yang berprestasi, selain itu ia juga terkenal dengan kecantikannya. Tak heran para murid membangga-banggakannya. Grizella duduk di bangkunya, menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan. Salah satu temannya menepuk pundak Grizella. "Lo kenapa?" tanyanya membuat gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap teman-temannya silih bergantian. "Biasa." gadis itu kembali menenggelamkan kepalanya. Risha menghembus nafasnya. "Hey guys!" teriak seorang perempuan dari arah pintu, gadis itu menghampiri Raisha dan juga Grizella. "Tidak usah berisik!" ketus Shaga yang selalu jengah melihat sikap temannya itu. "Kaku amat Lo!" Shaga, laki-laki pindahan dari Amerika, laki-laki yang membuat semua wanita terpekik kegirangan melihatnya. Karna tampangnya yang bisa dibilang, tampan. "Eh, Grizell, Lo dari tadi Napa diem Mulu. Lo nggak liat nih, gue bawa selendang baru," tubuh gadis itu berputar membuat selendang yang ia bawa melayang. "Kamu memang tidak bosan membawa selendang setiap hari? Aku saja yang melihatnya sangat jengah," Abel mendelik kesal kearah Shaga, laki-laki itu selalu saja menyahuti ucapannya. Grizella terkekeh mendengar perdebatan itu, "iya, gue juga sama kaya Shaga." Abel mendengus kesal, gadis itu menghentakkan kakinya menuju bangkunya. Risha yang sedari tadi melihat Grizella yang sebelumnya murung, ia tersenyum senang kala kehadiran Abel bisa membuat Grizella tertawa. Sepertinya ia harus berterimakasih kepada temannya itu. "Udah deh, nggak usah kaya anak kecil, gitu aja ngambek." Risha melirik sebentar kearah Abel. Bibir gadis itu mengerucut kedepan, dengan mata yang menatapnya. Grizella tertawa melihatnya. "Oh iya, gue punya ingpo baru." Abel itu bisa di bilang murid populer, populer karna kecentelinnya, populer karna kekepoannya. Dan masih banyak lagi. "Dengar-dengar sih, sekolah kita kedatangan murid baru." Gadis itu mengangkat telunjuknya dan mendarat di dagunya, seolah sedang berpikir. "ganteng gak ya?" "Memangnya murid barunya laki-laki?" tanya Shaga yang kini menatap Abel dengan alis yang terangkat. Abel melemaskan bahunya, ia juga ya, iya belum tau jenisnya. Lantas ia menggeleng serata menatap Shaga. Grizella bernafas lesu. "Udah deh, nggak usah bahas gitu. Cowo mulu yang Lo pikirin," Grizella melempar pulpen kearah Abel yang berhasil ditangkap olehnya. "Yeh, kan lumayan buat cuci mata. Emang kalian nggak sentuk liat angka terus setiap hari?" Abel menghela nafasnya. "Kalo gue sih sentuk," lanjutnya. "Lo harus belajar yang bener, sebentar lagi kita naik kelas 12, masa kita-kita naik Lo sendiri yang tinggal," celetuk Risha menohok. Abel melirik tajam kearah Raisha. "Heh, ya kagak mau lah gilak. Masa cewe secantik gue nggak naik kelas, apa kata orang-orang?" gadis itu mengibaskan rambutnya kebelakang, sesekali melirik kearah Raisha saat berbicara. Grizella menggelengkan kepalanya. Ada-ada aja perdebatan mereka. "Lo kaya nggak tau aja gimana guru ngasih kita ujian," ucap Grizella. Raisha mengangguk menyetujui ucapan Grizella. Namun, ketika Abel ingin membalasnya, bel masuk telah berbunyi membuat mereka segera terduduk di bangkunya masing-masing. Grizella menatap kedepan, memahami pelajaran yang tengah di terangkan oleh sang guru. Setelah sekian lama mereka mengasah otaknya, akhirnya jam pelajaran pun berakhir dan tergantikan oleh bel istirahat. Abel menghela nafas berat. "Gilak tuh guru, nggak tanggung-tanggung ngasih tugas," pasalnya setelah jam belajar berakhir, ada beberapa materi yang tidak sempat dijelaskan sehingga menyuruh para muridnya untuk menjadikan tugasnya. "Iya bener, mana gue belum ngerti lagi," keluh Risha seraya memasukkan alat tulisnya kedalam tas. "Udahlah, nanti kita kerjain sama-sama," senyuman Abel mengembang, memang berguna sekali para temannya itu, pikirnya. Setelahnya mereka bergegas menuju kantin untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Setelah memesan makanan mereka duduk di salah satu kursi. "Lo hari ini sibuk nggak?" tanya Risha kepada Grizella. "Nggak, emang kenapa?" "Kita mampir dulu yu ke cafe depan," ajak Risha. "Oh, kalo gitu kayaknya gue nggak bisa deh." Risha menolak secara halus. Bukan tanpa alasan, sejujurnya ia mau saja mampir terlebih dahulu, tapi untuk sekarang ia benar-benar tidak bisa, bisa-bisa orangtunya semakin marah besar kalo dirinya telat pulang sekolah. "Emangnya kamu mau kemana?" kerutan di dahi Shaga tercetak jelas. "Ada urusan," balasnya seraya mengunyah makanan yang ia pesan tadi. "Kalo Lo, Bel? Bisa nggak?" Abel yang sedari tadi menatap kearah lain mengalihkan pandangannya kepada Risha. "Bisa apa?" tanya balik Abel. Risha berdesis kesal. "Mampir dulu ke cafe." "Oh," ia manggut-manggut. "Ayok!" lanjutnya, seraya membenarkan letak selendangnya yang berada di bahunya. "Lo ribet amat sih," ujar Grizella yang memang sedari tadi melihat gerak-gerik Abel yang terlihat jelas dari wajahnya sangat tidak nyaman. "Kalo nggak nyaman nggak usah pake yang kaya gituan, lagian buat apaan sih?" lanjut Risha. Abel menghela nafasnya, lalu gadis itu menatap satu persatu teman-temannya. "Menurut kalian, gue lebih cocok pake selendang atau pake cardigan?" tanyanya seraya menarik turunkan kedua alisnya. "Dua-duanya nya pun tidak cocok denganmu," jawab Shaga menohok. "Lo mending diem aja deh, gue nggak nanya sama Lo," jengah Abel sambil memutar bola matanya malas. Setiap kali ia angkat bicara, pasti selalu saja Shaga meresponnya dengan kata-kata yang tidak mengenakkan. Padahal kan ia benar-benar bertanya. Yuk, Support Author dengan klik tanda love

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.0K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.5K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.8K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.2K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.7K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook