bc

Gairah pemuda Polos

book_age18+
12
FOLLOW
1K
READ
age gap
badgirl
mafia
drama
bisexual
heavy
hockey
poor to rich
intersex
wild
like
intro-logo
Blurb

WARNING anda memasuki zona 18+

mohon agar stidaknya umur di kondisikan untuk membaca cerita ini

"Reza,Bapak mohon maaf padamu. Sepertinya ... tahun ini belum bisa kuliah dulu." Kedua mata Anton berkaca-kaca. Raut penuh kerutnya kini tampak kian muram. Ditatapnya lekat wajah anak lelaki satu-satunya tersebut.

Fahreza, namanya. Umurnya baru memasuki angka 20 tahun. Lelaki bertubuh tinggi dengan lengan berotot sekaligus penuh urat akibat terlalu giat bekerja itu runtuh hatinya. Cita-cita untuk berkuliah di jurusan teknik sipil yang telah lama dia idamkan, akhirnya harus pupus juga.

"Iya, Pak. Nggak apa-apa." Reza, begitu dia dipanggil, hanya bisa tersenyum getir. Diraihnya kedua tangan tua milik sang bapak. Kasar, begitu yang dirasa oleh Reza, Tangan kasar itulah yang menghidupi tiga orang anak tanpa merasa lelah. Tak sampai hati bagi Reza untuk menuntut anton yang hanya seorang kuli bangunan dengan penghasilan tak seberapa itu.

"Bolehkah aku meminta bantuanmu, Rez?" Pudin bertanya lagi. Cukup diragukan sebenarnya. Hati Anton berat untuk merepotkan putra sulungnya. Namun, apa boleh buat. Pada Rezalah dia bisa menggantungkan harapnya.

"Apa itu, Pak?"

"Mulai sekarang, Reza bisa kan, kalau bekerja penuh membantu Bapak di proyek?"

Reza mengangguk. Dikencangkannya genggaman di tangan sang bapak. Reza tak punya pilihan lain.

"Bisa, Pak. Sangat bisa. Reza akan bekerja

, sungguh-sungguh."

"Alhamdulillah. Bapak senang mendengarnya. Mulai lusa, kita akan mengerjakan renovasi rumah seorang nyonya. Kepala rombongan sudah menelepon Bapak kemarin. Dia kekurangan tenaga. Bapak bilang, Reza pasti bisa membantu. Bapak senang ternyata kamu memang bisa membantu, Rez."

chap-preview
Free preview
1.keputusan
"Reza,Bapak mohon maaf padamu. Sepertinya ... tahun ini belum bisa kuliah dulu." Kedua mata Anton berkaca-kaca. Raut penuh kerutnya kini tampak kian muram. Ditatapnya lekat wajah anak lelaki satu-satunya tersebut. Fahreza, namanya. Umurnya baru memasuki angka 20 tahun. Lelaki bertubuh tinggi dengan lengan berotot sekaligus penuh urat akibat terlalu giat bekerja itu runtuh hatinya. Cita-cita untuk berkuliah di jurusan teknik sipil yang telah lama dia idamkan, akhirnya harus pupus juga. "Iya, Pak. Nggak apa-apa." Reza, begitu dia dipanggil, hanya bisa tersenyum getir. Diraihnya kedua tangan tua milik sang bapak. Kasar, begitu yang dirasa oleh Reza, Tangan kasar itulah yang menghidupi tiga orang anak tanpa merasa lelah. Tak sampai hati bagi Reza untuk menuntut anton yang hanya seorang kuli bangunan dengan penghasilan tak seberapa itu. "Bolehkah aku meminta bantuanmu, Rez?" Pudin bertanya lagi. Cukup diragukan sebenarnya. Hati Anton berat untuk merepotkan putra sulungnya. Namun, apa boleh buat. Pada Rezalah dia bisa menggantungkan harapnya. "Apa itu, Pak?" "Mulai sekarang, Reza bisa kan, kalau bekerja penuh membantu Bapak di proyek?" Reza mengangguk. Dikencangkannya genggaman di tangan sang bapak. Reza tak punya pilihan lain. "Bisa, Pak. Sangat bisa. Reza akan bekerja sungguh-sungguh." "Alhamdulillah. Bapak senang mendengarnya. Mulai lusa, kita akan mengerjakan renovasi rumah seorang nyonya. Kepala rombongan sudah menelepon Bapak kemarin. Dia kekurangan tenaga. Bapak bilang, Reza pasti bisa membantu. Bapak senang ternyata kamu memang bisa membantu, Rez." Anton yang memiliki tubuh kurus dan kulit legam itu langsung memeluk erat Reza Hatinya yang melankolis bertambah gerimis dan terharu. Reza yang susah payah dibesarkannya sejak sang istri kabur dari rumah sepuluh tahun lalu akibat impitan ekonomi, kini telah bisa diandalkan. Tak dia sangka ternyata tangan kasarnya mampu membesarkan putra-putri yang berbakti. "Reza akan bantu Bapak. Bapak tenang saja. Semuanya demi Dena dan Dina." Reza menyebutkan nama dua adik perempuannya. Keduanya adalah saudara kembar. Hanya selisih empat tahun dari Reza Sama-sama tengah mengenyam pendidikan di bangku kelas X SMA. Butuh banyak biaya. Dalam benak Reza, kalau bisa kedua adiknya nanti harus berkuliah. Jangan menjadi kuli seperti dirinya. "Masyaallah. Kamu selalu mengutamakan adik-adikmu. Bapak salut padamu." Lelehan air mata pun membasahi pipi anton yang berkerut. "Tentu, Pak. Bapak, Dena, dan Dina adalah separuh hidupku." "Ibumu juga. Jangan lupakan itu, Rez." Anton meremas pundak anaknya. Mengusap perlahan air mata untuk menyembunyikan segala kesedihan yang mulai merasuki jiwa. Reza menggeleng. Lelaki berhidung mancung dengan dua mata cokelat tua yang dia dapat dari sang ibu tersebut tersenyum sinis. "Aku tidak punya ibu." "Jangan bicara begitu. Kejadiannya sudah sangat lama. Maafkan dia." Sampai mati pun Reza tak akan mau. Begitulah prinsipnya. Baginya, ibu adalah kata terlarang dalam kamus kehidupan. "Tidak, Pak. Lupakan saja. Kita tidak butuh dia lagi. Kita juga tak perlu memaafkannya." Manik Reza berkilat penuh dendam. Pria yang memiliki warna kulit asli kuning langsat tetapi berubah menjadi sawo matang sebab tersengat mentari saat membantu sang bapak bekerja itu pun menelan liur pahitnya. "Ya, sudah. Kita bahas yang lain saja." Anton yang berusia 54 tahun itu pun merangkul tubuh sang anak. Ditepuknya pundak Reza beberapa kali. Coba dia tenangkan gejolak amarah sang putra. "Pak, jangan pernah sebut nama dia lagi ya, di depanku." Reza mengerling. Menatap tajam ke arah bapaknya. "Iya. Maafkan Bapak. Tadi Bapak hanya keingat saja." "Jangan diingat lagi dia, Pak. Dia sudah mati mungkin." Anton memejamkan matanya. Ulu hatinya seketika nyeri. Sakit sekali saat dia mendengar ucapan Reza yang tajam. Bagaimanapun, dia masih mencintai Diana Perempuan berwajah elok dengan kulit bersih itulah yang menjadi pelabuhan pertama sekaligus terakhir dalam pelayaran cintanya. Dari diana jua, anton bisa mendapatkan tiga orang anak dengan wajah rupawan. Namun, Diana yang malah mengempaskan kehidupannya ke jurang suram nan gelap. Sampai sekarang, anton tak berdaya. Dia hanya bisa diam saat istrinya kabur tanpa kabar. Hanya karena perekonomian yang tak kunjung menanjak, diana yang cantik pun memilih hengkang tanpa membawa anak-anak mereka yang saat itu masih kecil. Tega. Seharusnya Anton bisa melupakan Diana karena sikapnya yang begitu jahat. Lagi-lagi, cintanya begitu besar kepada perempuan berambut lurus tebal tersebut. "Bapak mau ke kamar dulu, Rez." Anton yang perih hatinya, langsung bangkit dari sofa tua ruang tamu mereka. Pria tua itu pun beranjak dengan langkah perlahan meninggalkan Reza seorang diri di tengah kepekatan malam. Diam-diam Reza menatap punggung bapaknya. Sampai tubuh itu menghilang dari pandangan mata. Reza bukannya tak tahu bila anton masih begitu mengharapkan kembalinya Diana. Padahal, kejadian itu sudah berlalu sekian puluh tahun lamanya. Reza hanya membenci sikap lembek Anton yang dinilainya terlalu 'kecintaan' tersebut. "Sampai mati aku tidak akan mau menjadi seperti Bapak! Untuk apa mencintai seorang perempuan tak setia? Sudah pergi sepuluh tahun lalu pun, masih saja dipikirkan! Cih!" Reza merinding sendiri. Digosok-gosoknya lengan kekar yang berurat tersebut. *** Pagi itu, setelah mengemaskan rumah dan seisinya, Reza buru-buru berangkat dengan sepeda motornya. Perpustakaan kota yang jadi tujuan Reza. Tadi malam, dia sudah membuat janji dengan seorang gadis yang belakangan dekat dengannya. Mereka memang tak pacaran. Namun, hubungan antara keduanya sangat spesial. Anak-anak zaman sekarang menyebut hubungan tersebut dengan istilah friend-zone. Reza tidak menuntut untuk memiliki status. Asal bisa sering berjumpa dan berkomunikasi dengan sang gadis, hatinya sudah cukup bahagia. Reza sudah merasa penampilannya cukup baik. Dengan celana jins yang dia pakai khusus untuk acara-acara tertentu, lalu sepotong kaus hitam polos, dan jaket parasut berwarna biru dongker dinilainya sangat pantas buat menemui gadis incaran tersebut. Sedikit semprotan parfum beraroma ocean semakin membuat kepercayaan diri Reza meningkat pesat. Semoga kencan kali ini membuat hatinya bahagia, begitu doa Reza dalam hati. Areta, gadis 19 tahun yang telah dua tahun berturut-turut menghabiskan masa SMA-nya dengan sekelas bersama Reza, ternyata sudah tiba terlebih dahulu. Gadis berambut cokelat itu menguncir rambutnya ke samping. Wajah telur itu terlihat tengah sibuk terpaku di depan sebuah buku yang dia pegang erat-erat dengan kedua tangan mulusnya. Dimas yang baru saja tiba di hadapan si gadis, diam-diam mengejutkannya dengan sebuah deheman. "Ehem." Areta yang mengenakan kacamata minus berbingkai bulat itu menengok. Senyum manisnya langsung tersungging hingga menampakkan dua lesung pipit yang dalam. "Reza!" serunya sembari berlonjak. Pagi itu perpus kota masih sepi pengunjung. Total hanya ada empat orang yang datang-sudah termasuk Reza dan areta. "Selamat pagi, Nona," sapa Reza seraya duduk di hadapan areta. Aroma parfum mahal gadis cantik anak seorang pemilik lahan pertanian tembakau itu langsung memenuhi rongga hidung Reza. "Pagi, Re-Rez!" Areta makin terpesona dengan hadirnya Dimas. Kulit yang semakin tan itu dinilai areta sangat sexy dan memukau. Dia tahu betul, bila potongan Reza sangat perfect untuk ukuran luar negri sana. Areta pernah beberapa kali berlibur ke Eropa sana. Kata orang Eropa yang dia temui, kulit dengan warna tan itu sangat keren di mata mereka. Makanya, sejak warna kulit Reza berubah menghitam akibat membantu anton bekerja di lokasi proyek, rasanya Areta makin tergila-gila saja. "Gimana kabarmu?" tanya Reza basa-basi. "Ah, kita kan, ngobrol terus di ponsel. Pakai acara nanya kabar segala!" kata Areta gemas. Gadis itu memukul punggung tangan Reza dengan buku yang dia pegang. "Gimana, Rez? Kamu udah isi formulir pendaftaran kampus? Jadi berangkat ke Jogja, kan, minggu depan?" Bahu Reza merosot. Matanya yang semula penuh gairah hidup, sontak meredup. Air mukanya pun sontak berubah drastis. "Rez, kenapa diam?" Areta mengerjap. Menyelidiki eskpresi lelaki yang telah diam-diam dia sukai sejak duduk di kelas XI sebab tampan dan atletis. "A-aku…." "Kamu kenapa, Rez?" Areta sudah resah. Perasaannya tiba-tiba tak enak. "Aku ... nggak bisa lanjut kuliah dulu." Areta lemas. Syarat untuk bisa pacaran adalah kuliah. Itu mutlak. Syarat itu yang membuat sang papa, bukan areta. Gadis itu sudah sejak lama minta izin pada papanya untuk menjalin hubungan dengan fahreza, seorang anak lelaki dari kalangan rakyat proletar. Tak berkecukupan, tapi punya modal tampang dan otak cemerlang. Papanya yang kaya itu bilang, boleh pacaran tapi setelah duduk di bangku kuliah. Kalau Fahreza hanya tamatan SMA dan tak lanjut ke jenjang sarjana, baiknya areta mengubur mimpinya itu dalam-dalam. Begitu pesan tuan Putro, papa areta yang begitu sayang pada anak tunggalnya tersebut. "K-kenapa?" Bibir merah areta gemetar. "B-bapakku... tidak punya biaya." Mata Reza sudah berkaca-kaca. "Ya, sudah. Kalau begitu, kamu cari beasiswa saja, Rez, Ada bidikmisi. Kamu bisa ikut itu tahun depan, karena tahun ini sudah tutup seleksinya." Reza menggeleng. "Aku harus bantu Bapak cari uang, Ta." Areta makin lesu. Lunglai hatinya. Pupus impinya. Di benak areta, mereka berdua bisa mendaftar di kampus yang sama di Yogyakarta sana. Namun, mendengar jawaban Reza. gadis itu pun seketika merana. "Kalau kamu nggak kuliah ... itu artinya kita nggak bisa jadian, Rez" lirih areta seraya tertunduk. Air matanya hampir menitik dari ujung pelupuk. "Papa bilang, kalau mau punya hubungan sama cowok, cowoknya harus kuliah. Nggak boleh hanya yang tamatan SMA." Bagai disambar petir, Reza seketika mati rasa. Wajahnya terasa panas karena malu. Harga dirinya jatuh. Apakah itu pria yang tidak kuliah di mata orang tua areta? "Memangnya, yang mau pacaran sama kamu itu siapa, Ta?" Jantung Reza berdebar sangat kencang. Ulu hatinya kini terasa perih. Ada kecewa yang menghantam sanubari. Dia tak sangka, ternyata areta tak benar tulus mencintainya. "Kita memang bukan selevel. Lebih baik, tidak usah saling bertemu lagi. Carilah teman yang sepadan. Satu lagi, aku tidak pernah punya hati dan keinginan untuk menjadi pacarmu. Camkan itu, Ta."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

After That Night

read
8.6K
bc

The CEO's Little Wife

read
628.2K
bc

BELENGGU

read
64.7K
bc

Revenge

read
16.5K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
8.0K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
54.2K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook