bc

Tertawan Hati Tuan Depresi

book_age18+
2
FOLLOW
1K
READ
HE
arranged marriage
badboy
kickass heroine
heir/heiress
drama
bxg
brutal
like
intro-logo
Blurb

Jelita Shaqila terpaksa menikah dengan Yassa  Abiraga lantaran dirinya menjadi jaminan utang sang ayah yang terlalu berfoya-foya bersama istri kedua dan anak tirinya.

Parahnya, Yassa adalah lelaki pengidap depresi setelah ditinggal nikah oleh sang kekasih bernama Melati Christella yang tidak lain adik tiri dari Jelita.

chap-preview
Free preview
Kematian Sang Mama dan Perselingkuhan Sang Papa
Netra itu berair! Memaksa untuk jatuh berdesakkan tanpa aba-aba. Langkah itu tertatih bahkan seperti akan lunglai tanpa fondasi. Isak menjadi alunan sendu yang siap mengoyak hati siapa pun. Luka menganga, duka mendekap! Takdir mencekam dalam buaian malam. "Ibu." Suara itu bergetar. Nadanya terdengar sumbang sekaligus lemah. Desakan demi desakan bulir air mata berlomba berlarian menelusuri pipi tirus nan pucat. Bocah itu hancur! Bocah itu terdampar! Hebatnya, fokusnya tidak beralih walaupun dunianya runtuh. Tatapannya masih sama, nanar! Ya, meskipun ia tahu, luka hatinya semakin membusuk. Di langit-langit kamar, ibunya terlelap sembari menjulurkan lidah seolah mengejeknya. menggantung bersama tali tambang warna merah bak lampu hias. Di lengan sebelah kiri luka menganga bersama cairan merah mengalir setitik demi setitik. Takdir mungkin sedang bermain-main pada bocah perempuan berusia 7 tahun itu sehingga dengan nyatanya mempertontonkan tubuh tanpa nyawa milik perempuan paling berharga. "Ibu," katanya lagi. Suaranya benar-benar lemah tanpa daya. Jangan ditanya kenapa. Sebab dia pun sudah tidak bisa berteriak! Kenapa? Ada luka yang tak kasat mata. Tidak! Meskipun bocah itu berteriak minta tolong, tidak akan ada yang datang mendekat. Ayahnya sedang bermain-main dengan perempuan simpanannya di kamar lain. Meskipun rungu mendengar, mungkin akan memilih berpura-pura. Belaian dari w*************a lebih nikmat. Panas dingin, menjerit tertahan lalu bercampur peluh satu sama lain. Bagaimana dengan adiknya? Jangan tanya dengan mimik penasaran, sebab adiknya sedang berlarian ke sana kemari bersama anak dari simpanan sang ayah. Luar biasa! Mungkin hanya dia yang memahami rasa sakit mendalam. Mungkin dia yang memahami kehilangan. Mungkin hanya dia yang mengerti dari kehancuran! Hidup sedang mengujinya! Lantas dengan kaki mungil nan tertatih, berdiri di bawah tubuh ibunya. Menahan dengan tubuhnya, semampunya, berpikir jika seperti itu, semua akan baik-baik saja. Ibunya akan bertahan dan memanggil namanya. Namun, semua pemikiran itu sirna. Karena selama sejam pun, tidak ada panggilan manis dari perempuan penyayang itu. Ibunya tidak bernapas! Dia tahu itu! Namun, mengabaikan kenyataan. Dia melakukannya, tapi Tuhan tidak sedang bermain-main. Ibunya sudah tidak bisa kembali ke dunia fana lagi. Tidak! Semua mustahil! Perempuan itu tidak akan bangun! Tidak akan memarahinya. Ibunya sudah tidak bernyawa. Mendekap dalam lara hingga kehilangan nyawa. ** Namanya Jelita Shaqila. Usianya masih terlalu muda untuk menanggung beban derita akibat ulah orang dewasa. Dia bukan si Putri Cinderella dari negeri dongeng yang pada akhir cerita bahagia karena menikah dengan pangeran tampan. Dirinya hanya secuil bentuk yang tidak dihargai bahkan tidak dipandang dengan benar. Entah alasan apa, lelaki yang begitu dihormatinya itu selalu menaruh amarah padanya. Tidak jelas! Kadang kala, perihal di luar rumah yang tidak diketahui olehnya diletakkan di pundak begitu saja. Berapa kali pipinya menerima tamparan? Berapa kali kakinya disabet menggunakan tali pinggang? Jangan tanya, sebab menghitung dengan jari pun tidak akan cukup. Ayahnya bilang, dia adalah neraka! Lantas, kenapa dia dibiarkan lahir jika pada akhirnya dianggap sebagai hal terburuk? Berapa kali dia bertanya, tapi jawaban selalu sama. Anak tidak layak untuk ada! Ada apa? Lalu hari ini, dia kembali dihancurkan pada kenyataan. Ayahnya melayangkan tangan di wajahnya hingga telinganya berdengung. Semua karena satu nama, Sekar! "Bagaimana kamu tega sama adik kamu sendiri?" Teriakan menggema. Belum lagi isak tangis dari Sekar. Jelita menggigit bibirnya kuat. Dia tidak boleh menangis karena amukan akan menjadi-jadi. "Sama adik sendiri perhitungan!" Untuk kedua kalinya teriakan menggema. Dia tidak tahan. Telinganya seperti ditusuk kuat hingga sakit ke ulu hati. "Tapi aku mendapatkannya dengan susah payah, Ayah," cicitnya. Dia berharap ada sedikit kebaikan di hati sang ayah. "Aku mulung, Ayah. Aku juga mengajari Regi mengeja huruf." Jelita membela dirinya. Siapa lagi yang akan membela selain dia sendiri? Ibunya sudah tidak ada! Pita rambut itu miliknya. Sekar merebutnya. Dia mengambilnya lagi, lalu menjadi tersangka. Lucu! "Aku hanya meminjamnya, Ayah. Tapi dia tidak memberikan kepadaku. Dia malah mendorongku hingga terluka." Sekar berbohong. Jelita tahu. Namun, ayah mereka tidak. "Aku tidak mendorong kamu. Kamu yang menjatuhkan diri sendiri." Jelita membela diri. Ayahnya semakin geram! "Kamu itu!" Si Ayah mengambil paksa pita, memberikannya kepada Sekar. "Kamu lebih baik menyusul ibumu." Kalimat itu! Sungguh menyakitkan. Sebenci apa ayahnya sampai ingin ia mati. Seandainya saja dia bisa, maka itu lebih bagus. Kendati demikian, dia takut untuk pergi. Tidak akan ada yang menangisi dirinya sama sekali. ** Tatapan itu menyebalkan. Seolah akan menguliti tubuhnya yang kurus. Salahnya apa? Perempuan itu jelas tidak akan menyukai dirinya. "Kalian mengenalnya, kan?" Jelas mengenal! Jelita tahu betul siapa perempuan seksi itu. Di hari kepergian ibunda, perempuan itu malah berteriak penuh nikmat. "Dia akan menjadi ibu kalian." Kalimat itu meruntuhkan dunia Jelita. Ayahnya ingin meletakkan perempuan penggoda itu dalam tahta keluarga mereka. Ibunya terasingkan! Terabaikan tanpa diingat sedikit pun. Bahkan tanah kuburan masih merah, kuncup kembang belum bermunculan, ayahnya sudah mau menikah. Luar biasa! "Ayah, apa—" "Aku senang!" Kalimat Jelita terpotong akan Sekar. Adiknya bahagia, tapi tidak dengannya. "Aku tidak—" "Pendapatmu tidak dibutuhkan." Ayahnya memotong cepat. Jelita diam. Ulu hatinya sesak. Menangis akan percuma, ayahnya tidak pernah peduli. "Sayang, jangan begitu." Pengganti ibunya itu tersenyum. Jelita takut! Dia yakin, di balik senyum itu ada makna yang tersembunyi. "Dia juga anak kamu, loh. Dia berhak memberi pendapat." Kalimat itu lembut, tapi tidak dengan tatapan. "Coba katakan apa kamu setuju atau tidak, Jelita." Jelita terdiam. Ia menutup rapat mulutnya. Jika ditanya kenapa, semua karena penggoda itu memberi isyarat mengerikan melalui kakinya yang mengimpit kaki Jelita. Jelita diam. Menunduk lalu secara perlahan pergi bersama air mata. ** Jelita pikir, drama dari calon ibu tirinya berakhir. Ternyata tidak! Pagi buta datang, membawa tas berisi makanan untuk sarapan. Jelita tersenyum. Setidaknya hari ini makan enak dan tidak perlu melukai tangannya hanya untuk memasak satu telur dadar. Mereka berkumpul di ruang makan sekitar jam enam lewat tiga puluh. Sekar menyodorkan piringnya. "Mama, aku mau ayam yang besar." Senyum mengembang. Perempuan itu mengangguk. Lalu anak kecil berusia seperti Sekar juga menyodorkan piringnya. Jelita pernah mendengar calon ibu tirinya itu memanggil dengan nama Melati. "Mama, aku juga." Perempuan itu kembali mengangguk. "Ah, jangan rebutan." Jelita menoleh pada ayahnya. Ada kehangatan dari wajah itu. Seperti bahagia dengan calon keluarga barunya. "Makasih, Vani. Kamu sudah repot-repot datang pagi-pagi ini untuk kami." Ternyata namanya Vani. Calon ibu tirinya itu memiliki nama yang indah. "Tidak masalah, Mas. Aku senang melihat kalian makan lahap." Perempuan itu menjawab. Jelita mengerjap. Ia menoleh pada ayam bakar yang menggiurkan. "Bolehkah aku meminta satu?" Lalu mengalihkan tatapannya kepada Vina. Vina tersenyum dan mengangguk. "Tentu." "Kamu tidak perlu memberikan dia ayam itu, Vina. Biarkan dia makan yang lain saja. Toh, ayamnya hanya empat potong, kan?" Jelita menoleh pada ayahnya. Potongan ayam hilang dari pandangannya seketika. "Tapi, Ayah—" "Jangan manja," potong sang ayah. Air mata Jelita mendesak keluar. Sebisa mungkin ditahan olehnya. Kenapa dia tidak boleh meminta seperti Sekar? Kenapa? "Kami bisa berbagi, Mas." Vina memberi usul, tapi sang ayah tetap kekeh pada larangannya. Jelita mundur begitu saja. Kembali ke dapur bersama piring yang hanya diisi nasi putih. Tangan mungilnya menyendokkan garam ke sisi piring lalu duduk di lantai, makan dalam diam ditemani air mata begitu deras. "Ibu, tunggu aku!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.6M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
473.7K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
519.7K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
612.8K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
472.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook