bc

Landing di Pelukanmu

book_age16+
15.1K
FOLLOW
77.4K
READ
HE
badboy
sweet
office/work place
secrets
like
intro-logo
Blurb

"Kalian ngapain?"Kedua mata hazel milik Bella hampir saja terlepas dari tempatnya saat mendapati Rangga berduaan dengan Vina di sebuah kamar hotel. Dua anak manusia yang baru saja bangun itu tampak gelagapan. Tak bisa menjawab setiap pertanyaan yang dilayangkan pada mereka. Ikuti kisahnya hanya di sini❤️

chap-preview
Free preview
Curiga
"Kalian ...." Bella terkejut saat mendapati dua orang yang sangat ia kenal duduk berdua saja di kafe dalam bandara. Sambil menunjuk, telunjuk Bella terasa dingin. "Oh, em. Iya, kebetulan tadi enggak sengaja pengen ngopi, terus semua kursi penuh. Jadi, kami gabung aja," balas Rangga dengan wajah gugup. Tampak menyiratkan sesuatu, tetapi Bella tak ingin berprasangka yang bukan-bukan pada mereka saat ia melihat dua tangan di bawah sana saling menggenggam. "Oh, ya udah. Apa aku boleh gabung?" Bella mengulas senyuman. Berharap bisa mengobrol dengan calon suami dan sahabatnya itu. "Eh, sorry, Bel. Aku harus terbang lagi. Ada jadwal penerbangan ke Jogja." Vina lantas berdiri. Gadis dengan sanggul rambut tinggi itu membenahi penampilannya yang rapi. Seragam batik dengan belahan rok tinggi memperlihatkan kakinya yang jenjang. Wajah manis dengan gincu merah itu menatap Bella dengan tatapan biasa. Berbeda dengan saat ia menatap Rangga. "Rangga, aku pergi dulu. Kalian bersenang-senanglah," lanjut Vina. Bella, pilot cantik yang mendapat julukan Kartini muda itu mengangguk dan membalas senyuman sahabatnya. Setelah itu ia menarik kursi dan ingin duduk di sebelah calon suaminya yang bekerja sebagai pramugara. Namun, Rangga tiba-tiba berdiri. Pria itu membenahi jas mewahnya sambil menghabiskan sisa kopi di cangkirnya. "Bella, aku juga harus pergi. Jadwal terbang satu jam lagi, aku harus menyiapkan diri dari sekarang. Aku ke pesawat dulu, ya." Dalam hati kecewa, tetapi Bella tak mau membuat suasana hati Rangga menjadi buruk. Bella mengangguk dan ia berusaha mengerti profesi calon suaminya itu. Bekerja secara profesional dan tak membawa hubungan mereka di dalam jam kerja. "Hati-hati ya, Ngga." Bella ikut berdiri. Ia hanya ingin membantu Rangga membenahi dasinya, tetapi pria tampan itu menepis pelan. Rangga berusaha menolak meski dengan halus. "Sudah, Bel. Aku pergi dulu." Pundak gadis berbalut seragam putih dengan Bros dua sayap itu luruh. Bella merasa Rangga semakin hari semakin jauh. Padahal, tanggal pernikahan sudah dekat. Satu bulan lagi mereka akan menjadi pasangan halal. Punggung kekar itu terus mendapat tatapan harap dari Bella. Gadis itu ingin Rangga menoleh meski sekali dan melayangkan senyuman untuknya. Akan tetapi, sampai hilang dari pandangan mata, Rangga tetap menatap lurus. Berjalan semakin menjauh dan menuruni eskalator. "Bel!" Satu tepukan pada pundak membuat Bella terkejut. Gadis dengan lesung pipi itu terperanjat. "Melani! Bikin kaget aja sih, kamu." "Ih, lagian kenapa melamun? Dari tadi aku perhatikan, muka kau macam ditekuk saja. Ada apa? Ada masalah memang?" Melani memebenahi kursi dan mengajak Bella duduk. Mereka adalah teman sejak duduk di bangku SMA. Begitu juga dengan Vina. Namun, Vina mengambil jurusan pramugari sementara dua gadis yang kini tengah duduk itu menjadi pilot. "Cerita dong, Bel." Melani memulai obrolan. Bella tampak tak berselera untuk menceritakan kegundahannya saat ini. Setelah menarik napas dalam-dalam, gadis itu menatap Melani. "Si Rangga." "Kenapa dengan dia?" Melani mengangkat tangannya yang besar itu untuk memesan kopi. "Kelen ada masalah serius?" "Enggak. Cuman perasaan aku aja kayaknya. Eh, katanya mau cuti ke Medan, kapan?" Bella sengaja mengalihkan pembicaraan karena dia sendiri malu kalau-kalau nanti malah menjadi berita besar yang akan mengancam pernikahannya. *** "Bel, gue duluan ya." Melani melambai pada Bella. Mereka berdua baru saja landing dan tugas hari ini sudah selesai. Waktunya untuk pulang. "Iya, Mel. Gue juga mau pulang." Setelah mereka berpisah, Bella menggeret koper sedang yang selalu ia bawa terbang menuju mobil antar jemput bandara. Gadis berjilbab hitam itu baru saja mengangkat satu kakinya untuk masuk ke dalam mobil, tetapi pandangan mata tak sengaja menangkap dua orang yang baru saja masuk ke dalam mobil sedan di depannya. Rangga dan Vina lagi. Mereka tampak terburu-buru dan mobil itu langsung melaju keluar bandara. "Mbak Bella, mari saya antar." Ucapan sang sopir membuat Bella tersadar. Bella pun lantas menurunkan lagi kopernya dan berkata, "Pak, saya naik taksi aja." "Baik, Mbak," balas pria itu. Bella langsung melambai pada sopir taksi yang kebetulan siap untuk mengantar penumpang. Gadis itu langsung menyuruh sopir taksi tersebut untuk mengejar mobil Rangga yang baru saja pergi. "Pak, cepetan dikit, Pak! Jangan sampai ketinggalan." Bella menekan ucapannya. "Baik, Mbak." Setelah mobil berada di jarak yang sangat dekat, Bella terkejut karena mobil di depan mengarah ke sebuah apartemen mewah. Di sana, mobil Rangga berhenti di parkiran dan tampak dua orang keluar dengan tangan saling berkelindan. Jantung Bella berdebar semakin kencang. Ia segera membayar ongkos taksi dan keluar mengikuti langkah dua orang di depan sana. Pelan, Bella melangkah tanpa suara. Setelah memastikan Rangga dan Vina masuk ke dalam lift, Bella bertanya pada bagian resepsionis. "Mbak, teman saya tadi kamarnya nomor berapa, ya?" "Maaf, Mbak. Tapi, kami tidak bisa memberitahu pada siapa pun mengenai kamar pemilik setiap penghuni apartemen pada sembarang orang. Sudah menjadi ketentuan di sini," jawab wanita cantik dengan blazer hitam. "Em, saya temennya, kok. Saya kebetulan tadi masih ambil barang di mobil. Kami satu tempat kerja." Bella sengaja berbohong. "Oh, begitu. Kalau begitu, silakan ke lantai lima dengan nomor 412." Akhirnya Bella lega saat mendapatkan nomor kamar yang ia cari. Gadis yang masih lengkap dengan seragam pilot itu bergegas memasuki lift dan menekan nomor lantai. Kedua telapak tangan terasa dingin, ditambah dengan perasaan gugup, Bella tak siap mengetahui hal buruk. Setelah pintu terbuka, Bella melangkah menoleh kanan kiri. Mencari nomor kamar yang tadi ia dapatkan. Meski koper sedang masih ia bawa sampai saat ini, berat tak mengapa asal prasangka yang ia khawatirkan tidak benar terjadi. Setibanya di depan kamar 412, Bella menelan ludahnya susah payah. Jantung berdebar kencang, tangan gemetaran dan akhirnya ia beranikan diri untuk mengetuk. Tiga kali ia mengetuk, tak ada yang membuka. Bella semakin penasaran dan ia tetap mengetuk lagi hingga sang pemilik kamar membukanya. Saat terdengar knop pintu terputar, Bella mundur satu langkah. Ia sudah siap jika memang yang ada di dalam adalah Rangga dan Vina. Setelah dibuka, muncul sosok yang ia cari. "Vina ...." Benar, Vina yang keluar. Hanya dia saja. "Hai, Bel. Ada apa? Tumben kamu malam-malam begini datang. Aku udah tadi pulangnya dan baru aja mau tidur." Tubuh Bella panas dingin melihat Vina hanya mengenakan baju tipis berbahan satin. Tanpa lengan dan cukup pendek sekali. Rambut panjang tergerai dan aroma wangi menguar ke udara. Lelaki mana yang akan tahan melihatnya. "Vin, aku boleh masuk sebentar? Aku boleh numpang istirahat lima menit saja?" Bella berharap menemukan Rangga di dalam dan membongkar semua kebusukan mereka berdua. Apalagi, saat Bella melihat ekspresi Vina yang aneh. "Bbb ... boleh, Bel. Kita kan, teman." Vina memaksa bibirnya tersenyum manis. Bella tak menunggu lagi, ia segera melangkah sambil terus mengatur napasnya. Semua sudut kamar satu persatu ia perhatikan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook