bc

Waiting The Words

book_age16+
2.3K
FOLLOW
35.5K
READ
arrogant
badboy
CEO
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Daren kira ia tidak akan pernah berurusan dengan wanita lebih dari satu malam seperti biasanya. Tapi kali ini, dengan kehendaknya sendiri ia membiarkan seorang wanita tinggal di apartemennya, bahkan bersusah payah dengan segala cara menahan wanita itu agar tidak pergi dari kehidupannya.

Namun, bukan Daren namanya jika ia tidak memperumit keadaan. Semua orang juga tahu, bahwa pria kaku itu telah jatuh cinta. Tapi Daren tidak akan pernah mau mengakuinya, bahkan jika wanita itu sampai memilih untuk meninggalkannya...

chap-preview
Free preview
First Meet
"Maaf nona, saldo anda tidak mencukupi untuk pembelian barang ini." Mata Lena langsung membelalak kaget tidak percaya. "Hah? Mungkin ada kesalahan, coba cek kembali." Pegawai kasir itu kembali menggesek kartu debit milik Lena sesuai apa yang wanita itu pinta. Tapi nihil, hasilnya tetap sama. "Maaf Nona tetap tidak bisa. Mungkin anda memiliki kartu debit yang lain atau anda ingin membayar dengan uang tunai?" tawar pegawai itu. Lena membuka dompetnya---mencoba bersikap setenang mungkin walaupun saat ini ia sedang gelisah bukan main, dan matanya langsung mencolos kaget karena tidak ada sepersenpun uang disana. Ia menatap kasir itu lalu memaksakan diri untuk memberi senyum terbaiknya. "Hmm... Begini saja, saya titip dulu barangnya ya. Nanti saya akan kembali secepatnya." kata Lena yang langsung diberi anggukan mengerti pegawai itu. Bukan sekali dua kali ada member yang seperti ini. Dengan langkah seribu, Lena segera keluar dari butiq itu dan ecepat mungkin masuk ke dalam mobilnya lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh untuk menjauh dari area tersebut. Ia memukul setir mobilnya keras sambil menggeram keras. Lena mencoba mengendalikan dirinya sendiri dengan menghela dan mengeluarkan nafasnya secara perlahan. Ia bersumpah tidak akan menginjakan kakinya lagi di outlet tersebut. Tentu saja ini sangat memalukan. Mau ditaruh dimana mukanya nanti? Dengan kasar ia mengambil ponselnya lalu memencet nomor panggilan cepat menelpon si k*****t Edwin karena Lena sangat yakin jika si b******n itu adalah biang dari kesialannya hari ini. Tapi lebih sialnya lagi, si k*****t itu tidak menjawab telponnya hingga hal itu membuat Lena kembali menambahkan laju kecepatan mobilnya sambil mengumpat kata-k********r untuk menumpahkan kekesalannya hari ini. Ia berjalan dengan langkah cepat, menaiki lift menuju apartemennya tanpa melihat sekitar. Dengan tidak sabaran, jemarinya memencet tombol password apartemennya agar segera terbuka. "What the hell!!" teriak Lena saat ia melihat baju beserta dalaman wanita yang berserakan di dalam apartemennya. Suara racauan menjijikan serta desahan berbarengan dengan teriakan yang tidak lebih dari suara film p***o lokal terdengar menggema dari kamar milik Lena. Sesekali kedua pasangan laknat itu terkikik bersama dan saling memuja satu sama lain. "Kau sangat cantik, Debby..." "Oh... Pantatmu indah sekali Debby..." "Iya sayang... Ah" Dengan kemarahan yang membara Lena mendobrak pintu kamarnya yang langsung disuguhi pemandangan yang sangat menjijikan.. Kedatangan Lena membuat kedua pasangan tersebut meloncat kaget menghentikan aktifitas panasnya. Si k*****t itu... dengan tidak tahu malu b******a dengan seorang w************n di dalam apartemennya "Apa yang kalian lakukan di apartemenku!!” teriak Lena murka.  “Dan kau Edwin, kau k*****t yang tidak tahu malu! Pergi kalian dari sini!! " usir Lena tak tanggung-tanggung. Tanpa wajah berdosa, pria itu hanya terkekeh pelan  memakai celananya dalamnya. Sama sekali tidak risih dengan ketelanjangannya sekarang. "baby, kau sudah pulang ya." katanya sambil tertawa cengengesan. Ia mengelap rambutnya yang lepek sehabis s*x membuat Lena mengernyit jijik. "Beraninya kau mengotori apartemenku!" geram Lena. Tapi respon Edwin sama sekali tak jera. Ia malah tertawa sambil menghampiri Lena yang sudah berwajah merah padam. Sedangkan w************n itu, dengan tak tahu malu melewati Edwin dan Lena tanpa permisi, memungut pakaiannya yang tergeletak dimana saja. "Akan ku telpon nanti malam sayang." teriak Edwin, saat wanita itu berada di ambang pintu. "Oke!" katanya tanpa wajah tak tahu malu dan tak berdosa sedikitpun. Tangan Lena gatal, benar-benar ingin mencekik si b*****t dihadapannya ini. "b*****t! Jangan injakan lagi batang hidungmu di apartemenku!!" teriak Lena murka. Edwin terkekeh. "Kau lupa baby? 75% aku yang membayar uang sewa apartemen ini?" Ekspresi wajah Lena berubah kaku. Milik bersama huh? Ia tak mau kalah begitu saja dari si b*****t ini. Menaikan kepalanya, ia menatap Edwin dengan tatapan menantang. "75℅ di tarif awalnya saja kan? Aku membayar uang tagihan setahun berikutnya, belum lagi aku yang merawat apartemen ini dan itu memakai biaya yang tidak pernah ku hitung!" desis Lena tak mau kalah. Edwin tak jera, ia malah semakin terkekeh menatap Lena dengan tatapan remeh. Ini yang membuatnya geram, berpikir kenapa dulu Lena bisa mencintai pria b*****t seperti Edwin dan yang lebih menyesalnya lagi adalah karena Lena setuju saja saat Edwin mengajaknya tinggal bersama. Dulu Lena buta—benar-benar dibutakan oleh pesona cassanova Edwin—tidak pernah terpikirkan bahwa pria ini ternyata tidak lebih dari seorang b*****t. Karena Lena pikir saat itu Edwin lah satu-satunya, yang Lena percaya akan menjadi masa depannya, tapi sialnya itu hanya harapan masa lalu, masa dimana Lena masih tergila-gila pada Edwin dan Lena benar-benar menyesali hal itu. Jika mantan kekasih saja sudah repot dengan masalah sensitif seperti harta, Lena tidak dapat membayangkan jika Edwin adalah mantan suaminya, dan syukurnya hal itu terjadi. "Terserah kau saja! Lagipula apartemen ini bertanda tangan atas namaku, dan aku bekerja keras untuk mempertahankan ini semua! Jadi kuperingatkan sekali lagi untuk angkat kaki dari sini!" teriak Lena benar-benar marah. Berhadapan dengan Edwin hanya akan membuatnya tensi darahnya semakin naik. "Woah... Santai baby santai... Kau sudah lupa janji manis kita? Aku sedang dalam masa sulit sekarang, kau seharusnya ada di sampingku. Kau tidak seperti mereka yang hanya datang saat aku senang kan?" Lena menggertak, kesabarannya sudah habis. "Edwin Gilbert Mahendra! Jelas itu bukan urusanku, dan masa sulit kau bilang? yah masa sulit yang pas untuk bermain dengan w***********g ya? Sekali lagi aku katakan angkat kaki dari sini atau aku akan memanggil satpam!" Edwin malah tertawa keras, tidak takut sama sekali akan ancaman Lena. "Lihat saja baby, kau akan menyesal." kata Edwin memungut bajunya lalu keluar apartemen Lena sambil mengedipkan matanya penuh arti. Lena membanting tubuhnya sendiri di sofa. Mengulus dadanya sambil menghela nafasnya berat. b*****t! Berurusan dengan Edwin benar-benar akan membuatnya mati konyol. *** "Ya aku sudah mendapatkan foto-fotonya, dia terbukti masih hidup. Terus intai keberadaannya. Ok, aku ingin hasil secepatnya." Daren membuka kacamatanya, lalu kembali mengamati foto-foto yang baru dikirimkan suruhannya lewat fax . Ia mengangguk saat pelayan cafe yang ia tempati membawa pesanannya. Aroma Black coffe langsung membuat Daren rilex. Pekerjaannya membuat ia suntuk setengah mati dan cafetaria ini adalah tempat yang pas untuk ia melarikan diri. Siang ini ia harus melaporkan hasil intaiannya. Jadi sebelum itu ia harus memastikan bahwa data dan orang yang diintainya adalah orang yang benar dan tepat. Ia juga tidak menyangka bahwa wanita itu masih hidup dengan sehat. Dan yang menjadi pertanyaannya alasan apa ia menghilang selama ini dan kabar burung tentang kematiannya. Sambil menyeruput kopinya yang masih panas, Daren memijat pelipisnya yang terasa pening. Ini akan menjadi masalah besar... Lena terlihat seperti mayat hidup saat memasuki cafetaria langganannya. Ia memilih tempat duduk yang masih kosong di ujung sana. Ia membenamkan wajahnya di kedua tangannya yang terlipat di meja. Lalu dengan gerakan cepat ia duduk tegak dengan ekspresi wajah yang kacau untuk memanggil waiters dan memesan pesanannya. "Americano plus extra sugar ya." kata Lena lesu. Waiters itu mengangguk patuh sedikit geli ketika tidak sengaja memperhatikan penampilan Lena saat ini. Pesanannya datang dengan cepat, dan Lena langsung membuka semua extra gulanya dan memasukannya ke dalam kopinya. Yah rasanya memang tetap pahit. Seperti pahitnya hidupnya saat ini. Lena menggaruk rambutnya kesal. Cicilan kredit mobilnya belum selesai, tunggakan apartemennya terus mengejar, dan sekarang ia diancam dipecat karena telat mengirim file designnya di kantor. Lalu setelah itu? Bagus Lena Amanda White, kau akan habis! Pandangan Lena kini tertuju pada seorang pria berkaca mata dengan wajah serius di sebrang tempat duduknya. Rahangnya tegas, dan keningnya berkerut menandakan ia benar-benar sedang serius. Ia mengangkat telepon dari seseorang dengan suara berat yang sialan sexy. Kerutan di keningnya tidak pernah lepas, tapi hal itu yang mengesankan bahwa ia pria yang maskulin dan matang. Ia membuka kaca matanya dengan gerakan s*****l lalu memijat pelipisnya. Yatuhan, ia sialan panas dan tampan! Pria itu menggigit bibirnya kembali menatap serius berkas dihadapannya. Lena menggeleng keras. Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan seorang pria. Lena tidak bisa berpikir jernih lagi, ia menyeruput kopi panasnya cepat sampai tersedak tidak menyadari betapa panas dan pahitnya kopi tersebut. Iris mata coklat terang itu menatap Lena datar. Lena menepuk-nepuk dadanya sambil menunduk malu karena diperhatikan pria itu dalam keadaan seperti ini. Tapi hanya sesaat pria itu kembali pada berkas dihadapannya. Masih dengan kening yang berkerut dan yang terakhir Lena dengar sebelum ia beranjak pergi, ia mendesah berat dan sialan malah terdengar seperti erangan yang merangsang. Oh My. Apa yang sebenarnya kau pikirkan?!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bastard My Boss

read
2.7M
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.9K
bc

PERFECT PARTNER [ INDONESIA]

read
1.3M
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

My One And Only

read
2.2M
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook