bc

DIVE INTO YOU.

book_age12+
431
FOLLOW
3.1K
READ
opposites attract
manipulative
badgirl
mistress
drama
comedy
city
childhood crush
poor to rich
like
intro-logo
Blurb

"Kamu butuh diajarkan."

"Dih, jangan sok ngatur deh!"

"Saya berhak mengatur kamu, karena saya akan menjadikan kamu istri saya."

Maira yang tomboi dan Renjuna yang alim namun galak. Disatukan takdir dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Ketika kedua sifat itu bertentangan dengan banyak rahasia disatukan, lantas apa yang terjadi?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Disebuah rumah Joglo asri yang terawat. Sekeluarga sedang duduk bersama di gazebo khusus yang memang terletak disamping rumah Joglo tersebut. Mereka semua sedang membicarakan hal yang serius. Sebab, sang anak bungsu baru saja kembali dari menuntut ilmu di Mesir sana. "Alhamdulillah, Abah ikut senang mendengarnya. Abah mau tanya sama Renjuna, apa rencana Renjuna setelah ini?"  Pria tua baya yang mengenakan koko putih, sarung bermotif kotak-kotak, dan mengenakan peci putih di kepalanya, bertanya kepada si bungsu dengan ekspresi wajah serius. Usia putra bungsunya itu memang baru memasuki usia 25 tahun. Usia yang cukup muda untuk berkeluarga, namun cukup matang untuk membina keluarga sendiri. "Abah, Renjuna baru saja pulang dari Mesir. Apa Abah sudah ada rencana untuk menjodohkan Renjuna," kata Umi yang baru saja kembali dari dapur dan membawakan mereka minuman beserta camilannya. "Abah bukannya mau menjodohkan Renjuna, tapi Abah hanya ingin mengenalkan beberapa rekomendasi Abah untuk Renjuna."  Sang kakak---Saka yang sedaritadi menatap Lamat-lamat sang adik terkekeh kecil---begitu yang Renjuna lihat. "Renjuna ikut kata Abah saja, selama ini Renjuna juga tidak pernah dekat dengan wanita. Mungkin melihat beberapa rekomendasi Abah, Renjuna bisa mengenal tanpa harus mendekati Zina," ucap Renjuna dengan suara yang sopan. Abah tertawa kecil, "Renjuna memang penurut, sebenarnya Abah menyerahkan kebebasan Renjuna dalam memilih calon. Karena Abah yakin, Renjuna punya kriteria sendiri untuk calon Renjuna." Abah sempat melirik kearah Saka yang tampak datar dan tidak memberikan reaksi apapun. Sedikit merasa bersalah karena waktu itu pernah mencoba menjodohkan si sulung, mengingat dia sudah memiliki tambatan hatinya sendiri. Umi menghela nafas, mendadak suasana menjadi canggung dan hening. Jangan sampai kejadian yang menimpa Saka, dirasakan juga oleh Renjuna. Sekarang Saka sudah bercerai dengan istrinya. Abah melirik sekilas kearah Saka, memang benar, Terkadang pilihan orangtua itu tidak selamanya baik. "Abah turut menyesal dengan apa yang menimpa kamu, Saka." Renjuna segera melirik sang kakak yang hanya menampilkan senyum tipis, kemudian bangkit dan menepuk pelan bahu Renjuna sebelum dia masuk kedalam rumah. "Abah ... Abah ... Sekarang jangan bahas masalah ini lagi. Biarkan Saka menemukan pendampingnya sendiri, begitu juga dengan Renjuna." Mendengar ucapan Uminya, Renjuna tampak mengernyit dan meminta kejelasan lebih lanjut mengenai masalah kakaknya. Yang Renjuna tau, Kakaknya itu bercerai karena memang menjadi kesepakatan diantara keduanya. Mereka belum memiliki anak, jadi setidaknya tidak ada korban perasaan. Pernikahan Kakaknya juga baru seumur jagung, dua tahun tepatnya. Tapi harus berakhir dengan cepat, dan Renjuna tidak tau alasannya. "Apa yang membuat Mas Saka bercerai dengan istrinya?" Tanya Renjuna. "Kamu tanyakan sendiri, Umi ndak berani mengatakannya." Renjuna segera melirik Abah, namun dengan cepat Abahnya itu membuang muka. Renjuna menahan untuk tidak mendengus, karena sekarang dia sedikit kesal. Keluarganya tidak mau memberitahunya masalah keluarga sendiri. Renjuna melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah. Memasuki sebuah ruang kelas yang saat ini dipenuhi oleh para santri. Sembari mencari kerja, Renjuna membantu sang Abah untuk mengajar di madrasah milik pondok pesantren Al-Kahfi. "Saya tidak mau ada yang tidur di kelas saya. Setidaknya jika kalian punya alasan karena tadi malam habis tahajud, saya tidak bisa menerima alasan itu, Paham?"  Semua santri gigit jari, padahal mereka tau kalau Renjuna itu tiga tahun diatas mereka, setidaknya Renjuna seperti guru besar yang galak. Wajahnya sangat tegas dan serius. Mereka bahkan bisa merasakan aura karismatik yang begitu kuat. "Dia siapa?" Salah seorang santri berbisik. "Dia Gus Renjuna, anak dari Kiyai Musyidi." *** "Sampai kapan sih Nona terus-terusan ikut ke kampung saya." Wanita yang terlihat berpakaian seperti lelaki itu terkekeh pelan, "Memangnya kenapa? Tidak ada yang aneh dengan pilihanku untuk ikut kesini. Lagian, kenapa ribet banget sih Tin. Aku kan kesini mau jalan-jalan mencari udara segar, sumpek dirumah," balas wanita tersebut dan duduk layaknya lelaki di kursi panjang depan rumah gadis tadi. Dia adalah Humaira Rizki Aditomo, wanita yang saat ini menjadi seorang wanita setengah lelaki, kerap disapa dengan nama Maira. Pakaiannya menunjukkan kalau dia lelaki, dengan potongan pendek rambutnya yang sengaja ditutup topi hitam bertuliskan nama merk topi tersebut. "Ta-tapi, kalau Tuan besar dan Nyonya besar tau. Titin bisa kena marah lho Non, terus kalau gaji Titin di potong, bagaimana?"  Maira mengendikan bahunya acuh, "Nah kalau itu urusanmu lah tin," katanya cuek. "Nona mah, kalau gitu Titin resign aja jadi asisten sekaligus pembantu Nona. Males ah, apalagi punya majikan yang gak pengertian."  Titin pura-pura ngambek, biasa sikap dia sama Maira memang seperti adik kakak. Status Maira yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Lalu semua saudaranya punya jarak umur yang jauh darinya, membuat Maira merasa seperti menjadi anak tunggal. Maira terkekeh kecil, kemudian mendengus dan menyenggol pelan bahu Titin. "Santai aja, selama masih ada Maira, kamu gak akan bisa keluar dari rumah Aditomo." Mereka berdua tepatnya Titin memang datang untuk mengunjungi rumah Ayah dan Ibunya, sementara Maira hanya ingin ikut saja. Dia sedang libur bekerja dan tidak ada satupun dari keluarganya yang datang kerumah. Bahkan Papanya sibuk bekerja di luar Negeri, tepatnya masih di Dubai.  Maira memang akrab dengan keluarga Titin. Sudah tidak asing lagi karena Ibunya Titin dulu mantan pengasuh Maira. Maklum, Maira itu punya jarak umur yang jauh dengan kakak-kakaknya. Jadi mereka mulai sibuk disaat Maira masih bayi. Namun saat ini Ibunya Titin sudah berhenti menjadi pekerja disana, karena kondisi suaminya yang sakit-sakitan. "Makan yang banyak Non." Maira mengangguk, "Santai saja Bik, aku kan anak asuh bibi. Jangan merasa asing."  Wanita paruh baya itu tersenyum, "Sudah kebiasaan Nona,"  "Titin, Nanti tolong antarkan laundry dari Umi Salamah ke Pondok ya."  Titin mengangguk, kemudian melirik Maira yang saat ini sibuk melahap hidangan sederhana yang justru terasa sangat nikmat di lidahnya. "Nona Maira, mau ikut atau nggak?" Maira mengangguk tanpa menoleh, memang butuh jalan-jalan. Menemani Titin pergi mengantar pesanan tidak masalah bagi, Maira. Pedesaan yang letaknya diantara banyaknya perbukitan dan kebun teh. Membuat pasokan udara bersih begitu banyak. Maira sungguh merasa senang berada disini. "Non, nanti mau ikut masuk ke pondok atau mau tungguin Titin di depan?"  Maira mengendikan bahunya acuh, lebih tepatnya sedikit bingung. "Bagaimana enaknya, aku juga ngikut kamu ajalah."  "Yaudah, nanti ikut Titin masuk aja Non. Siapa tau dapat hidayah kan pake hijab," sindir Titin halus. Maira tertawa kecil, "Aamiin." Maira mendongak untuk melihat gapura tulisan pondok pesantren tersebut. Pondok pesantren Al-Kahfi, namanya. Halaman depannya cukup luas, apalagi ketika Titin mengajaknya masuk melalui pintu belakang sebuah rumah Joglo, yang sempat Maira lihat penampakan depan rumahnya. "Sama siapa kesini Tin, salam untuk ibunya ya." Maira bisa mendengar suara wanita paruh baya dari dalam sana. Tak lama Titin keluar dengan tergesa, bahkan jilbab Titin menjadi sedikit berantakan. "Tin, kenapa jadi engap begitu?" Tanya Maira keheranan. Titin terkekeh, "Maaf, gak mau bikin Nona menunggu lama." "Jilbab Kamu berantakan, sini aku bantu rapikan." Maira mendekat, membantu merapikan jilbab milik Titin. Mereka berdua tidak tau kalau saat ini ada yang melihat pergerakan mereka dengan raut wajah galak. "Kalian berdua? Kenapa kalian melakukan tindakan maksiat di belakang rumah saya!" Maira refleks berbalik untuk melihat siapa gerangan yang memiliki nada ucapan galak tersebut. Manik mata mereka tak sengaja bertemu, hal itu membuat mereka berdua secara tak sengaja lagi, kembali tatap-tatapan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook