bc

Perfectionist Mother

book_age16+
192
FOLLOW
1.4K
READ
drama
sweet
city
highschool
small town
photographer
classmates
roommates
friends
selfish
like
intro-logo
Blurb

"Ameera. Bangun!"

Selimutku di tarik paksa. Bantal pelukku juga terlepas dari pelukkanku. Aku mendesah kecil takut dipaksa berdiri juga.

"Bangun. Lari pagi. Waktu setengah jam."

Aku melirik orang yang dengan seenak jidatnya menarik semua kenyamananku untuk tidur. Aku mendesah lagi, kemudian melirik jam di nakas tempat tidur.

Sudah setengah lima. Bangun. Lari. Jam lima sudah sampe rumah." Katanya sebelum meninggalkanku di sini.

Benar - benar.

Aku ingin sekali terlelap lagi jika tidak tau konsekuensi yang akan aku dapat jika tidak segera bangun dan menuruti permintaan orang itu.

Aku bangun.

Berganti pakaian.

Mengikat rambut.

Dan tentu saja lari pagi.

*

Aku membuka pintu setelah lari pagi. Mengelilingi kompleks dan sedikit senam kecil. Biasa aku lakukan di taman. Belum ada siapa - siapa waktu aku di sana.

"Telat lima menit. Mandi, lima belas menit. Setelah itu sarapan."

Aku mendengus pelan sambil berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan shower dan mendinginkan badanku yang panas tadi. Sialnya, kepala dan telingaku juga jadi panas ketika mendengar ocehan orang yang sama yang merenggut kenikmatan di ranjangku tadi.

"Ree. Sudah lima belas menit. Terlalu lama mandi."

Aku menghela nafasku berat.

Ini masih pagi. Dan pagiku sudah hancur. Seperti biasanya.

*

"Makan itu dikunyah tiga puluh dua kali. Habis itu telan. Jangan cepet - cepet dan jangan terlalu banyak minum kalo lagi makan."

Kata orang di depanku.

Aku sudah tidak ingin makan. Sedari tadi ada saja kesalahanku yang membuatnya mengoceh. Entah itu aku yang makan dengan dentingan sendok bertemu dengan piring. Tentang minum terlalu cepat meneguknya.

Sepertinya, semua kegiatanku benar - benar terkontrol olehnya.

Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Dan sejak saat itu juga.

Aku tidak punya teman.

"Makan cepet, mama anter ke sekolah."

Aku menatapnya.

Gara - gara dia.

Si perfectionis mother.

chap-preview
Free preview
BAB 1 : ADINDA AMEERA
Namanya Adinda Ameera Pratama. Seorang anak tunggal dari single parent yang mendirikan beberapa kumpulan anak – anak cerdas. Beberapa tempat itu merupakan tempat les yang bersertifikat. Dan tentu saja, Adinda di tuntut untuk memperlihatkan bahwa ibunya sudah berhasil tentang mengelola tempat belajar itu. Adinda jika di rumah bukan Adinda seutuhnya. Melainkan, Ameera yang harus menurut apa yang ibunya suruh dan tentu saja tidak ada yang bisa Ameera lakukan selain patuh. Dan saat di luar rumah. Ameera adalah Adinda yang pendiam. Pintar menuju cerdas. Dan tentu saja juara umum setiap tahunnya di setiap akhir tahun ajaran. Sama saja. Semuanya abu – abu. Di zona lingkaran kehidupan Adinda Ameera. Dari pagi sampai malam, Adinda tidak bisa tenang dan tidak bisa hidup sesuai dengan keinginannya . dan tentu saja, Adinda Ameera baru menyadarinya . Menyadari jika enam belas tahun, Adinda hidup dengan keadaan tersiksa dan tumbuh dengan sangat tidak bahagia. Contoh kehidupan pagi harinya adalah seperti pagi ini. "Ameera. Bangun!" Selimutnya di tarik paksa. Bantal peluknya juga terlepas dari pelukkan eratnya. Adinda mendesah kecil takut di paksa berdiri juga. Pada akhirnya, Adinda menyerah dan bangun walau kasur lebih menarik daripada suasana di luar sana. "Bangun. Lari pagi. Waktu setengah jam." Teriakan itu akan berlanjut jika tidak Adinda penuhi semua kata kerja yang ada di setiap kalimat yang di lontarkan orang itu. Adinda melirik orang yang dengan seenak jidatnya menarik semua kenyamanannya untuk tidur. Dia mendesah lagi, kemudian melirik jam di nakas tempat tidur. "Sudah setengah lima. Bangun.” Ucapnya lagi. “Lari. Jam lima sudah sampe rumah." Katanya sebelum meninggalkannya di sini. Di kamar ini, sendiri. Untung saja orang tadi tidak melihatnya menggeliat sambil berteriak meneriaki bantal yang menemaninya setiap malam. Benar - benar. Adinda sebenarnya ingin sekali terlelap lagi jika tidak tau konsekuensi yang akan Adinda dapat jika tidak segera bangun dan menuruti permintaan orang itu. Adinda bangun. Berganti pakaian. Mengikat rambut. Dan tentu saja lari pagi. Pagi ini benar – benar lebih kacau dari pagi – pagi sebelumnya. Pasalnya, Adinda Ameera tidur pada jam dua dini hari tadi untuk mempersiapkan ujian hari ini. Dan Adinda masih membutuhkan waktu untuk tidur. Adinda membuka pintu rumahnya setelah lari pagi. Mengelilingi kompleks dan sedikit senam kecil. Biasa dia melakukan itu di taman. Belum ada siapa - siapa waktu Adinda di sana. Tentu saja. Jam lima pagi. Apa yang ingin kalian dapatkan di perumahan yang sangat elit ini. "Telat lima menit.” Kata sambutan yang di dapat Adinda bukanlah sambutan yang manis menurutnya. “Mandi, lima belas menit. Setelah itu sarapan." Lanjutnya setelah Adinda hanya mendesah lelah begitu orang itu menyambutnya. Adinda mendengus pelan sambil berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan shower dan mendinginkan badannya yang hangat bekas lari pagi tadi. Sialnya, kepala dan telinganya juga jadi hangat ketika mendengar ocehan orang yang sama yang merenggut kenikmatan di ranjangnya tadi. "Ameera.” Panggilnya. “Sudah lima belas menit. Terlalu lama mandi." Adinda kembali menghela nafas berat. Ini masih pagi. Dan paginya sudah hancur. Seperti biasanya. Setelah mandi dan berseragam, Adinda membawa buku pelajaran yang akan di ujiankan ke meja makan. Selanjutnya dia duduk sambil membaca bukunya. Ibunya sudah menyediakan hal – hal yang dibutukan Adinda pagi itu. Sarapan bergizi dan tentu saja, sehat. Sudah biasa. "Makan itu di kunyah tiga puluh dua kali. Habis itu telan. Jangan cepet - cepet dan jangan terlalu banyak minum kalo lagi makan." Kata orang di depannya. Adinda berdecak. Kemudian membalikkan lembaran – lembaran buku dengan tangan kirinya sambil terus makan dengan tangan kanannya. Sebenarnya, Adinda ini kidal. Namun, untuk makan. Menjaga kesopanan, Adinda Ameera belajar menggunakan tangan kanan. Hanya untuk makan saja. Adinda rasanya sudah tidak ingin makan. Sedari tadi ada saja kesalahan Adinda yang membuat orang di depannya mengoceh. Entah itu Adinda yang makan dengan dentingan sendok bertemu dengan piring. Atau tentang minum yang terlalu cepat cara meneguknya. Sepertinya, semua kegiatannya benar - benar terkontrol oleh orang itu. Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan sejak saat itu juga. Aku tidak punya teman. "Makan cepet, mama anter ke sekolah." Adinda menatapnya. Gara - gara dia. Si perfectionis mother. Setelah makan, Adinda bergegas untuk menuju mobil orang itu. Ibunya. Mamanya. Atau bahkan orang tuanya. Adinda masih membaca bukunya setelah duduk di mobil di samping ibunya. Tidak banyak pembicaraan yang terjadi di dalam mobil. Kemungkinan besar, ibunya sibuk menyetir dan sangat mengerti apa yang anaknya butuhkan. Apa lagi selain belajar ? “Ujian hari ini, semoga berhasil.” Kata ibunya pada Adinda. Adinda hanya mengangguk dan berdeham kecil. Ibunya menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah yang dua tahun ini menjadi rumah kedua seorang Adinda. Setelah itu, Adinda membuka sabuk pengamannya dan kemudian membuka pintu dan berjalan menjauhi mobil ibunya tanpa menyapanya lagi. Ibunya juga sama. Tidak lagi turun dan tidak lagi melihat putrinya berjalan menuju tempat yang membuat Adinda seperti terkurung. Ponsel Adinda bergetar di sakunya. Dengan malas, Adinda mengambilnya sambil berjalan melewati gerbang sekolahnya. Adinda tidak punya cukup teman dekat sehingga Adinda tidak merasa jika itu dari temannya. Sudah dikatakan sebelumnya, Adinda tidak memiliki seorang teman. ‘Bisa pulang sendiri ? Mama ada kerjaan sehabis dari tempat les.’ Adinda berdecak. Kenapa juga ibunya tidak mengatakan sejak tadi. Untung saja, Adinda memiliki jiwa pemberani walau sedikit. Setidaknya, Adinda bisa memesan taksi online nanti. ‘Oke.’ Dan itu adalah balasan Adinda pada ibunya. “Adinda.” Panggil seseorang saat Adinda baru saja akan melangkah masuk ke kelasnya. Adinda menunda langkahnya untuk sekedar berbalik melihat siapa yang menyapanya pagi ini. Seperti biasa tentu saja. Satu – satunya teman yang cukup menerima Adinda yang tidak pandai bersosialisasi. Humaria namanya. Biasanya dipanggil Ria. Orangnya ramah dan cukup pintar di beberapa bidang akadami, kecuali olahraga. Dan itu adalah satu kesamaan yang di sukai oleh keduanya. Baik Adinda dan Ria, keduanya sama – sama tidak bisa berolahraga. Dan mungkin kesamaan itu membuat Adinda dan Ria cocok sampai sekarang. “Gimana ? Udah bisa ngajarin gue aljabar ?” Adinda terkekeh kecil kemudian mengangguk dan dirangkul masuk oleh Ria ke dalam kelasnya. Kemudian mereka duduk di bangku yang bersebelahan. “Kenapa ga ikut les aja ?” Sekarang, Ria yang berdecak. “Lo jangan promosiin usaha nyokap lo dong.” Adinda menggeleng, “lo bisa les di tempat lain. Guru di sana lebih pro dari gue.” Kata Adinda lagi lalu menyimpan tasnya di atas meja. “Lo aja deh. Gratis juga.” Ucap Ria. Adinda tersenyum. “Lo mau tidur ?” Tanya Ria saat melihat Adinda memejamkan matanya di atas tas yang di bawahnay terdapat lipatan tangan milik Adinda. “Hem.” Balas Adinda. “Sebentar aja.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mrs. Rivera

read
45.4K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.8K
bc

True Love Agas Milly

read
197.7K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.6K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook