bc

Pria Yang Merenggut Kesucianku

book_age18+
29
FOLLOW
1K
READ
HE
kickass heroine
stepfather
single mother
blue collar
drama
secrets
like
intro-logo
Blurb

Nadira Raka Bumi, harus menerima nasibnya yang begitu getir, di usianya yang masih sangat belia. Cita-citanya untuk melanjutkan kuliah, harus tertahan dengan dirinya yang tiba-tiba hamil. Pahitnya lagi, ia pun tidak bisa membongkar siapa pria yang telah merenggut kesuciannya tersebut? Malam petaka itu, telah menghancurkan masa depan seorang gadis polos dan lugu seperti Nadira.Bagaimana nasib Nadira, selanjutnya? Mampukah ia melewati masa-masa sulit kehamilannya, seorang diri? Apakah Nadira akan tetap bertahan untuk menyembunyikan pria yang telah menghamilinya tersebut? Ayo, cari jawabannya di sini! Jangan lupa follow akun penulis, Otor Luar Binasah. Berikan Vote, suara dan komentarnya untuk cerita ini agar semangat melanjutkan. Terima kasih.

chap-preview
Free preview
Chapter 1.Positif Hamil.
--Happy Reading-- “Saya ucapkan selamat ya, Nyonya. Saat ini, Putri Anda tengah positif hamil jalan tiga bulan.” Seorang dokter kandungan mengulurkan tangannya kepada Sandrina, untuk memberikan sebuah kata ucapan bahagia. “Haaah… hamil?” tanya Sandrina dan putrinya, Nadira dengan raut wajah terkejut. Dokter itu pun mengangguk kecil dengan tersenyum ramah, kemudian menarik kembali tangannya, karena tak kunjung disambut oleh kedua wanita, ibu dan anak tersebut. “Ya, Nyonya. Putri Anda sedang hamil. Ini, hasil tes urinenya menunjukkan garis dua, yang artinya positif. Kalau Nyonya kurang yakin, Mari kita lakukan tes USG [ Ultrasonografi ] sekarang.” Dokter itu pun menunjukkan alat tes kehamilan yang tadi digunakan oleh Nadira untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang terjadi. Sandrina menggelengkan kepalanya kuat-kuat, dengan kedua bola matanya yang sudah berkaca-kaca. Pandangannya memudar, tubuhnya hampir limbung saat melihat gambar garis dua kemerahan di strip alat tes kehamilan itu. Sementara Nadira, masih bergeming tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hamil? Usianya masih terlalu muda untuk hamil dan memiliki anak. Tapi, bagaimana bisa semua itu terjadi, hanya dengan melakukannya satu kali saja? Sedangkan dirinya benar-benar sadar, siapa pria yang sudah merenggut kesuciannya di malam naas itu. Pria yang baru saja dikenalnya, pria yang sangat disukai oleh sahabat baiknya. Brukkk! Tubuh Sandrina ambruk, dalam sekejap hilang kesadarannya. “Mama…” pekik Nadira, mengguncang bahu dan lengan Sandrina, dengan air mata yang tidak lagi terbendung. “Sebentar, saya panggilkan Suster, Nona.” Dokter itu pun segera ke luar ruangan pemeriksaan untuk meminta bantuan. Nadira pun mengangguk lirih di sela isak tangisnya. Bathinnya ingin sekali berteriak dengan keras, meluapkan sesuatu yang menghimpit dadanya. Suatu penyesalan yang telah ia sembunyikan selama ini, kepada kedua orang tuanya dengan sangat rapat. *** Tiga bulan sebelumnya. Di kampus swasta kalangan elite pusat kota Jakarta. Nadira mendatangi sebuah kampus yang cukup mahal dan terkenal bersama salah satu temannya, Medina. “Lihat, gadis polos dan lugu itu! Cantik, bukan?” tunjuk Adit, sambil memainkan alisnya. Dava memutar bola matanya, mengikuti arah jari telunjuk sahabatnya, Adit. “Yang mana?” tanyanya, karena ada dua gadis yang dilihatnya. “Yang rambutnya di kuncir kuda,” sahut Adit setengah berbisik. “Heem… boleh juga,” ucap Dava, sambil tersenyum tipis. “Loe suka, Dav?” “Lumayan.” “Ah, loe mah, Dav. Segitu cantiknya, dibilang lumayan.” Adit menggeleng heran. Dava hanya tertawa kecil, tanpa melepas tatapannya ke arah gadis yang dikuncir kuda tersebut. Tanpa terduga, kedua gadis itu sedang berjalan semakin dekat kepadanya. “Permisi, Kak!” sapa Medina dengan ramah. Sementara Nadira hanya tersenyum tipis. “Ya, Deek. Ada yang bisa kami bantu?” tanya Adit, langsung menyahut cepat. Nadira dan Medina pun nampak saling menoleh, lalu tersenyum kecil kepada Adit dan Dava, bersamaan. “Iya, Kak. Kami mau mendaftar kuliah di kampus ini, tapi kami tidak tahu ruang pendaftarannya di mana,” ucap Medina yang kemudian di angguki oleh Nadira. “Oh, kami bisa antar, Deek. Ayo, ikuti kami!” Adit pun menarik tangan Dava untuk mengantar Nadira dan Medina. Sepanjang pertemuan, Dava hanya mencuri pandang ke arah Nadira, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Adit yang terus berceloteh, dan berakhir dengan saling berkenalan. Usai mendaftar kuliah, kedua laki-laki itu mengantar Nadira dan Medina ke area parkir kendaraan, untuk pulang. Sebelum kedua gadis itu meninggalkan area kampus, Adit dan Dava terlihat melanjutkan perkenalan yang lebih akrab. “Kalian tidak mencoba untuk kuliah di negeri?” tanya Adit, sok perhatian. Dava terlihat jengah dengan kelakuan sahabatnya yang sangat pintar mencari momen rayuan dasyatnya. “Nggak, Kak. Aku kadung cinta dengan kampus ini,” ucap Medina nampak mengedarkan pandangan. “Kalau kamu, Nadira?” tanya Adit, sok akrab. “Sama, Kak,” sahut Nadira singkat. “Apa alasannya?” tanya Adit, penasaran. “Sistem perkuliahannya sesuai dengan kriteria kami,” ucap Medina, sambil menoleh ke arah Nadira. “Iya kan, Nadira?” tanyanya meminta pendapat. Nadira pun tersenyum kecil, sambil mengangguk kuat. Senyumnya manis sekali, membuat Dava semakin tertarik. Namun, ia tidak bisa mengungkapkan rasa itu. Karena, Dava tidak seperti Adit yang selalu tebar pesona kepada setiap gadis. “Oh… gitu,” ucap Adit mengerti, sambil manggut-manggut. “Lain waktu, kita bisa jalan dong,” goda Adit, sambil memainkan alisnya genit. “Boleh,” sahut Medina, sambil menyenggol sikut Nadira, agar setuju. Sementara Nadira, hanya tersenyum kikuk. “Kalau begitu, aku mau nomor telpon kalian dong,” pinta Adit to the point, tanpa ragu lagi. Sementara Dava, hanya geleng-geleng kelakuan sahabatnya tersebut. Medina yang merasa tertarik dengan Dava, langsung memberikan nomor telpon miliknya tersebut kepada Adit. Sebenarnya Medina ingin meminta nomor telpon Dava, namun ia masih sangat malu untuk mengatakannya. “Okay, thanks. Nanti, kami akan hubungi kalian. Sampai jumpa weekend ini, Cantik.” Adit nampak girang, bisa mendapatkan nomor ponsel kedua gadis cantik tersebut. Nadira dan Medina pun nampak tersenyum kecil, sambil meninggalkan area kampus tersebut. “By…” ucap Medina sambil melambaikan tangan. Sementara Nadira, hanya menganggukkan kepalanya, pelan. *** Tiga hari kemudian. Adit berencana untuk bertemu kembali dengan kedua gadis yang baru masuk perangkap buayanya. Ia sudah mempersiapkan segalanya, untuk menjebak sahabatnya yang ternyata masih perjaka selama ini. Ya, Dava merupakan sahabat terdekatnya yang sangat kukuh untuk mempertahankan miliknya agar tidak sembarang menyentuh gadis mana pun. Hal itu pun sangat gamblang, diutarakan oleh Dava beberapa hari terakhir ini. Adit pun baru mengetahuinya, setelah sahabatnya itu sering kali menolak gadis yang menyukainya. Bahkan, banyak gadis populer seantero kampus itu pun, tidak diliriknya sama sekali. Di cafe, tempat mereka sepakat untuk bertemu kembali. Adit dan Dava terlihat sedang duduk tenang di bangkunya, sambil memesan minuman dingin yang ada di café tersebut. Keduanya, terlibat obrolan ringan dengan gelak tawa saat antusias membahas dua gadis yang akan mereka dekati. Awalnya Dava ragu, mengikuti permintaan Adit yang sangat hapal kelakuannya. Karena Adit sering sekali bermain api dengan para gadis, berbanding terbalik dengan dirinya. “Hallo…! Maaf ya, kalian jadi nunggu lama,” sapa Medina, lalu diikuti oleh Nadira. “Hallo juga! Nggak, kok. Belum sampai shubuh.” Adit balas menyapa dengan tingkah jahilnya. Sementara Dava hanya geleng-geleng heran, kelakuan sahabatnya. Medina dan Nadira pun tertawa lucu, dengan kekocakan Adit. Singkat cerita, kedua gadis itu pun mulai berbincang akrab dengan saling mengenal lebih dekat, sambil menunggu pesanan makanan dan minuman mereka. Ada rasa ketertarikan Dava semakin kuat kepada Nadira. Sepertinya, Nadira pun merasakan hal yang sama terhadap Dava. Namun, ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya, karena terhalang oleh rasa tidak enaknya dengan Medina, sahabatnya. Medina, beberapa hari sejak pertemuannya dengan Adit dan Dava, menyatakan rasa sukanya terhadap Dava. Dan itu, membuat Nadira hanya bisa memendam rasa sukanya di dalam hati saja. “Aku ke belakang dulu, guys!” pamit Adit, dengan menyimpan rencana gilanya. “Jagain baik-baik kedua gadis cantik ini, Dav!” celetuknya sambil menyeringai ke arah Dava. Dava menaikkan satu alisnya, merasa curiga dengan sikap aneh sahabatnya tersebut. Medina nampak senyum-senyum sendiri, kala menatap puas wajah Dava yang begitu tampan rupawan. Sedangkan Nadira nampak serba salah berada di posisi yang sulit. Ia merasa, netra Dava terus mencuri pandang ke arahnya. Namun, ia hanya bisa membuang pandangan ke arah lain, untuk menjaga perasaan Medina. *** “Tolong, campurkan ini ke minumannya! Jangan sampai salah masukin, okay!” pinta Adit, sambil menyelipkan dua lembar uang seratus ribu ke kantong pelayan café. “Ini apa ya, Mas?” tanya pelayan tersebut, merasa takut. “Jangan banyak tanya! Lakukan saja, apa yang saya pinta!” pungkasnya, sambil berjalan meninggalkan pelayan tersebut, kembali ke tempat duduknya. Pelayan itu pun hanya menggeleng lemah, namun ia pun melakukan perintah Adit. “Mari, kita makan!” ucap Adit tersenyum puas. “Mari…!” pekik Medina, lalu diikuti oleh Nadira. Sementara Dava, lagi-lagi hanya menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. Mereka berempat pun, nampak menikmati makanan lezat yang ada di café tersebut, hingga minuman di gelas mereka pun tandas tak bersisa. Beberapa saat kemudian, Nadira merasakan suhu tubuhnya mendadak memanas dengan kedua pipinya memerah. Ia merasakan, ada sesuatu yang tidak beres dengan bagian inti tubuhnya yang seperti ingin meledak. Kepalanya pun tiba-tiba berdenyut pening, entah apa yang telah terjadi dengan tubuhnya tersebut. “Aku ingin pulang, Medina,” ucap Nadira sambil menahan gejolak panas dalam tubuhnya yang semakin menyiksanya. “Kok, pulang? Kan masih sore, Nad? Baru juga jam sembilan.” Medina tidak menyadari, tingkah Nadira. “Ya udah, aku pulang sendiri ajah.” Nadira beranjak dari kursinya, lalu berpamitan kepada Dava dan Adit. Medina ingin menemani Nadira pulang. Namun, ia tidak mau membuang kesempatan untuk mengenal Dava lebih dekat lagi. Adit menyunggingkan bibirnya tipis, lalu berbisik lirih kepada Dava. “Gue udah masukin minuman Nadira dengan obat perangsangg, Dav. Gue yakin, dia tidak bisa membawa mobilnya dengan benar. Susul dia, Dav! Loe nggak mau ‘kan, terjadi sesuatu yang berbahaya sama gadis itu?” Dava pun terbelalak, lalu menatap sengit wajah sahabat gilanya tersebut. “Shitte!” Dava mendengkus kesal, seraya melangkah lebar menyusul Nadira. Melihat Dava pergi, Medina pun ikut bangkit. Namun, buru-buru ditahan oleh Adit. “Mau ke mana, Cantik?” “Susul mereka, Kak.” “Jangan! Kamu di sini ajah. Kamu mau kenal Dava lebih dekat lagi, bukan?” tanya Adit, seakan tahu apa yang ada dalam hati Medina. Adit tidak buta. Ia sadar, gadis di hadapannya itu sangat tertarik dengan sahabatnya, Dava. Namun, ia pun tahu, Dava hanya tertarik terhadap Nadira. Karena, gadis mana pun pasti akan tertarik dengan wajah tampan dan sikap cool seorang Dava Arya Bima.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
9.0K
bc

After That Night

read
9.2K
bc

BELENGGU

read
65.1K
bc

Revenge

read
18.1K
bc

The CEO's Little Wife

read
630.2K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.7K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook