bc

Dikejar Pak Guru Jutek

book_age16+
1.1K
FOLLOW
7.9K
READ
tragedy
sweet
mystery
spiritual
like
intro-logo
Blurb

"Jadi sekarang kamu mengajar di sekolah ini?" tanya Raka.

"Iya," jawab Kirana singkat. 

"Sial! Kenapa dunia ini sempit sekali, sih?" umpat Raka.

"Kenapa, Pak Raka? Ada masalah?"

"Iya, masalah karena saya harus bertemu kamu setiap hari. Dan saya tidak suka itu."

.

Kirana dan Raka dulunya adalah pasangan kekasih. Bahkan mereka sudah berencana untuk membawa hubungan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Namun, kisah cinta mereka berdua harus kandas di tengah jalan karena fitnah keji yang berhasil mencoreng nama baik Kirana dan keluarganya.

Setelah berpisah dan tidak pernah bertemu selama empat tahun lamanya, kini keduanya kembali bertemu dan terlibat dalam pekerjaan yang sama. Raka yang merupakan seorang guru olahraga, dipindah tugaskan dari sekolah yang lama ke sekolah tempat Kirana mengajar.

Akibatnya, mereka berdua pun harus bertemu setiap hari meskipun keduanya tidak ingin bertemu satu sama lain karena keduanya masih menyimpan rasa benci dan sakit hati.

Seiring berjalannya waktu, Raka mulai menyukai Kirana dan dia pun mencoba mendekati Kirana. Apalagi sekarang Raka mulai meragukan fitnah keji itu setelah melihat bagaimana sesungguhnya Kirana. Namun, ada satu hal yang menjadi penghalang. Di mana saat ini Raka sudah memiliki tunangan dan Kirana juga sudah memiliki calon suami.

Mampukah Raka merebut hati Kirana kembali? Dan mampukah Raka mengungkap kebenaran dari fitnah yang telah mencoreng nama baiknya Kirana?

Simak kisahnya, yuk!

chap-preview
Free preview
Bertemu Kembali
Bagian 1 "Rupanya anak si dukun santet ini masih hidup. Kirain udah mati," ucap seorang wanita kepada Kirana yang baru saja turun dari motor milik tukang ojek langganannya. Kening gadis cantik yang memiliki nama lengkap Senja Kirana itu mengernyit mendengar ucapan dari wanita yang sedang menghadang jalannya saat ini. Kirana mengenali wanita itu. Ia adalah Widya, tetangga sekaligus sahabatnya, dulu. "Anak si dukun santet? Apa maksudmu berkata seperti itu?" tanya Kirana. Jujur, dia tidak menyangka jika sahabat yang sangat dirindukannya tega berkata seperti itu. Selama empat tahun mereka tak pernah bertemu. Begitu bertemu kembali, Widya malah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan bagi Kirana. "Memang benar kan, kalau kamu ini anak dukun santet? Aku enggak nyangka loh, ternyata kamu sembunyi di pulau terpencil ini. Aku yakin, ayah dan ibumu juga berada di sini. Jika warga tahu kalian ada di sini, sudah habis kalian," ucapnya lagi sambil memandangi Kirana dengan tatapan tidak suka. "Widya, kamu itu sudah berteman denganku selama bertahun-tahun. Kamu pasti tahu gimana aku dan keluargaku. Jadi tolong jaga mulutmu." Kirana mulai terpancing emosi. "Iya, justru karena aku sudah lama mengenalmu makanya aku tahu siapa kamu dan keluargamu. Ayahmu dukun santet dan kamu itu p*****r sekaligus tukang pelet." "Astaghfirullah Widya! Jadi kamu juga mempercayai fitnah keji itu?" "Itu bukan fitnah, tapi kenyataan," balas Widya. "Yaudah, terserah kamu. Permisi!" Kirana memilih meninggalkan Widya karena dia sedang terburu-buru. Anak-anak murid kelas dua sudah menunggunya di kelas. Seharusnya Kirana sudah tiba di sekolah sejak jam pelajaran pertama dimulai. Namun, karena ada urusan lain, ia terpaksa datang terlambat. "Tunggu!" cegah Widya. "Eh, itu apa yang kamu bawa? Kamu sekarang jualan keripik? Tukang kerupuk kok' pakai baju PNS, sih? Lucu," ledeknya lagi. "Terserah kamu mau ngomong apa!" Kirana pun mempercepat langkahnya. "Mau ke mana kamu, hah? Aku belum selesai denganmu. Dasar anak tukang santet enggak ada akhlak!" teriak Widya, namun Kirana tak menghiraukannya. "Ada apa ini, Mbak? Tolong jangan teriak-teriak di sini, takut mengganggu murid-murid yang sedang belajar," ucap pak satpam yang sedang berjaga di pos. Merasa terganggu dengan teriakan Widya. "Bodo amat!" ketus Widya. Wanita angkuh itu bahkan tak peduli dengan teguran pak satpam. Sedangkan pak satpam hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah wanita yang minus akhlak itu. Kirana telah tiba di ruang guru. Tak ada orang di sana karena semuanya sedang berada di dalam kelas. Ia kemudian meletakkan tas dan barang bawaannya di meja kerjanya, lalu bersiap untuk memasuki ruangan kelas dua. "Kenapa Widya berada di sini, ya? Apa yang ia lakukan di sini?" batin Kirana bertanya-tanya. Bahkan Kirana tak habis pikir kenapa Widya bisa percaya akan fitnah keji itu. Meskipun konsentrasinya kurang fokus karena ucapan Widya tadi, tapi Kirana tetap berusaha bersikap profesional. Ia harus tetap terlihat ceria di hadapan anak didiknya. Kirana merupakan seorang guru honorer di sebuah SD yang terletak di pulau Rupat, kepulauan Riau. Dia sudah dua tahun mengabdikan diri di sekolah ini, dan Kirana mengajarkan mata pelajaran agama Islam. Setelah selesai mengambil buku paket dan juga absensi siswa, Kirana pun menuju ruangan kelas dua. Namun, belum sempat Kirana memasuki ruangan kelas yang akan ia tuju, pandangannya malah menangkap sosok seorang lelaki muda yang baru keluar dari ruangan kepala sekolah. Keduanya saling pandang dalam waktu yang lumayan lama. Tak ada yang berani menyapa atau menghampiri lebih dahulu. Keduanya malah terpaku dan hanya bisa diam di tempat. Sesaat kemudian, lelaki itu tersadar dari lamunannya. Ia berjalan dengan santai, lalu menghampiri Kirana. "Kirana," sapa lelaki itu. "Bang Raka? I-ini ka-kamu, Bang?" tanya Kirana terbata. Gadis cantik berkerudung coklat muda itu begitu terkejut, seolah tidak percaya saat bertemu kembali dengan lelaki yang pernah menjadi bagian dari masalalunya. Jantung Kirana berdetak kencang, tubuhnya bergetar hebat. Seketika, ia kembali teringat peristiwa empat tahun silam. Peristiwa yang menjadi kenangan pahit dan sampai sekarang belum bisa dilupakannya. Sungguh, ia belum siap untuk bertemu kembali dengan Raka. "Apa aku sedang bermimpi?" tanya Kirana dalam hati. Kirana mencubit lengannya sendiri dan ia merasa sakit. "Berarti aku tidak sedang bermimpi." Sama halnya dengan Kirana, lelaki yang memiliki nama lengkap Raka Hermawan itu juga tidak kalah terkejutnya. Namun, dia bisa mengendalikan diri karena dirinya lebih dahulu melihat keberadaan Kirana. Tidak seperti Kirana yang terang-terangan tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. "Bang Raka, ini Abang, kan? Abang ngapain di sini?" Kirana kembali bertanya. "Ya iyalah. Siapa lagi?" Raka menjawab dengan ketus. "Oh ya, apa saya tidak salah dengar? Kamu memanggil saya dengan sebutan Bang?" "Bahkan sekarang Bang Raka menyebut saya, bukan aku. Berarti Bang Raka memang sudah menganggapku seperti orang asing," batin Kirana. "Memangnya kenapa, Bang?" Kirana meminta penjelasan. "Meskipun kita sudah saling kenal, tapi saya tidak suka dipanggil dengan sebutan Abang. Panggil saya Pak, Pak Raka Hermawan," ucap lelaki muda berwajah tampan itu dengan sombongnya. Raka sengaja berkata seperti itu untuk mengusir kegugupan dalam dirinya. Ia memang terlihat santai, tetapi tidak dengan jantungnya yang sedari tadi berdebar-debar. "Oh, begitu ya? Kalau begitu, saya minta maaf atas kelancangan saya tadi ya, Pak." Kirana berucap sambil menangkupkan kedua tangannya. "Ya Allah, kenapa engkau mempertemukanku lagi dengannya? Hamba sudah susah payah untuk melupakannya. Kenapa sekarang engkau hadirkan dia kembali ya Allah?" Mati-matian Kirana menahan bulir bening yang hendak keluar dari sudut netranya. Sekuat apapun ia mencoba, cairan bening itu tetap lolos juga. "Kamu nangis? Apa perkataan saya barusan menyinggung perasaanmu?" Sadar bahwa Raka memperhatikannya, Kirana segera mengelap cairan bening di pipinya dengan punggung tangannya. "Enggak kok, Pak." "Lantas, kenapa kamu menangis?" "Enggak, mata saya cuma kelilipan. Oh ya, Pak, sekali lagi, maaf atas kelancangan saya tadi ya. Kalau begitu, saya permisi dulu." Meskipun Kirana masih penasaran kenapa Raka bisa berada di sekolah ini, tetapi dia memilih untuk memendamnya. Dia tidak ingin terlibat pembicaraan lagi dengan Raka. "Tunggu, Kirana!" Kirana pun berbalik badan. "Ada apa lagi, Pak?" "Jadi sekarang kamu mengajar di sekolah ini?" tanya Raka. "Iya," jawab Kirana singkat. "Sial! Kenapa dunia ini sempit sekali, sih?" umpat Raka. "Kenapa, Pak Raka? Ada masalah?" "Iya, masalah karena saya harus bertemu kamu setiap hari. Dan saya tidak suka itu." "Kenapa tidak pergi saja kalau tidak suka? Tak ada yang memaksa Bapak untuk tetap di sini, kan?" balas Kirana. "Sialnya, saya sudah dipindah tugaskan ke sini dan itu artinya saya dan kamu akan bertemu setiap hari." Setelah mengucapakan kata-kata itu, Raka pun berlalu dari hadapan Kirana. Raka memang dipindah tugaskan ke sekolah ini dan mulai sekarang Raka akan mengabdikan dirinya di sekolah ini. Raka sengaja dipindahkan ke sekolah ini karena dia merupakan seorang guru yang berprestasi dan berdedikasi tinggi. Diharapkan kehadirannya di sekolah SD yang terkenal sebagai sekolah tertinggal ini bisa membawa dampak yang baik bagi sekolah. Awalnya, Raka sempat menolak. Dia tidak suka karena sekolah ini merupakan sekolah yang tertinggal dan berada di pulau terpencil. Namun, dia sama sekali tidak bisa protes karena itu merupakan kebijakan dari dinas pendidikan. Pertanyaan Kirana terjawab sudah. Apalagi setelah menyadari satu hal bahwa Raka mengenakan baju dinas yang sama dengannya. Namun, masih ada satu hal yang masih menjadi pertanyaan baginya. Kenapa bisa ada Widya juga di sini? Tadi Kirana sempat melihat Raka mengenakan cincin di jari manisnya dan cincin milik Raka sama persis seperti cincin yang dikenakan Widya. Kirana menggeleng setelah menyadari satu hal. Dahulu, Widya mati-matian melarangnya untuk tidak menjalin hubungan dengan Raka. Dan sekarang, apa yang terjadi? Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook