Prolog
DUGH
Jonathan, anak laki-laki tampan berusia 3 tahun, melempar buku tulisnya ke wajah miss yang mengajarkannya secara privat di rumah, dengan lincahnya dan tanpa berdosa berlari keluar dari ruang belajarnya, menuju ruangan Omanya, Ibu Susi.
"Jo ngak mau les, Jo ngak suka sama miss na, Oma." Bocah kecil itu marah-marah dengan bahasa cadelnya
"Jojo ngak boleh gitu dong, anak tampan harus pinter loh, kasihan sama miss sakit itu dilempar buku sama Jo."
"Bialin aja. Jo uda pintel, Oma, ngak usa di ajalin sama miss lagi."
Merasa kesal, Ibu Susi melancarkan serangan pamungkasnya jika Jonathan sedang keras kepala.
"Nanti Oma laporin daddy yah, kalau Jo nakal dan enggak mau les, kan cuma 2 jam aja lesnya. Ayolah Jo, minta maaf sama miss, yah. Please."
"Ngak mau! Jo malah sama miss suluh aku tulis tulis telus, Jo capek, Oma…"
Bu Susi menghela nafas kewalahan dengan cucu kesayangannya ini, ia selalu kalah jawaban dengannya. Layaknya pengacara bocah cilik ini mampu menjawab setiap nasihat omanya.
Miss Jojo pun hanya menghela nafas dan meringis menahan rasa sakit di pelipisnya, akibat lemparan buku dari Jo. Andai Jo bukan anak bos besar, mungkin sudah di dijadikan bakwan goreng sama miss nya. Kebanyakan semua hanya menahan emosi sendiri, karena uang imbalan yang diberikan sangat lumayan. Tapi pada akhirnya mereka mundur daripada wajah mereka rusak oleh perlakuan kasar Jojo kalau sedang marah dan menolak les.
Malam itu, setelah menemani Jonathan tidur, Bu Susi menghampiri Kenzo sang putra di kamarnya.
"Ken, mama mau bicara sebentar."
Kenzo menghela nafas seakan mengerti arah pembicaraan mamanya. Tentu saja, tentang kenakalan putra semata wayangnya ini.
"Jojo ngapain lagi, Ma."
"Miss baru hanya tahan 3 hari, Ken, terakhir pelipisnya memar karena dilempar buku sama Jojo. Alasannya dia cape disuruh nulis terus."
Kenzo tertawa meringis, "Memang dia disuruh nulis terus, Ma? Kalo iya, aku juga bakal lakuin hal yang sama ke guru itu. Dia harusnya bisa membujuk anak kecil untuk bisa belajar, bukan cuma dicekokin buku menulis. Pinter kagak, pegel iya. Wajarlah Jojo marah."
Mata Bu Susi melotot sempurna saat mendengar reaksi putranya. Sebenarnya perkataan Kenzo ada benarnya, tapi setidaknya Bu Susi berharap Kenzo mau membujuk Jonathan untuk bersikap lebih ramah kepada guru lesnya.
"Kamu itu yah, malah membela Jojo terus, dia harus mulai di disiplinin dari usia dini, gimana besarnya nanti kalau keras kepalanya dibiarkan terus menerus."
"Yang manjain dia kan bukan aku, Ma."
Mata bu Susi melotot kesal, pantas saja sang cucu pintar menjawab, ternyata menurun dari papanya sendiri.
"Anak sama daddynya sama saja yah, kaya pengacara kalo di ajak ngobrol. Ngak bisa menang deh."
Kenzo bangun dari meja kerjanya, tersenyum meledek dan memeluk mamanya dari belakang.
"Maafin aku yah, Ma. Aku cuma mau Jojo mendapat keadilan, anak anak kan bisa merasakan mana yang mengasihi dia tulus atau tidak. Mungkin selama ini yang mendaftar sebagai guru Jojo tergiur karena gaji yang diberikan, makanya mereka ga tulus sama Jojo nya."
"Mama kasih gaji besar supaya miss nya semangat ngajar Jojo loh. Justru karena tahu kelakuan cucu kesayangan Mama, makanya sengaja gajinya kayak orang kantoran."
"Tapi ngak semua orang bisa punya passion sebagai guru tulus loh, Ma."
Bu Susi menghela nafas kembali, ucapan Kenzo ada benarnya juga.
"Yah sudah, kali ini, kamu saja yang mencari sendiri guru les buat Jojo."
Kenzo mengangguk mengiyakan.
"Oke ,Ma, aku coba minta Daniel mencarikan di dalam sekolah kita, siapa tau ada guru yang sesuai kriteria dan cocok sama Jojo."
Bu Susi diam sejenak dan melepaskan pelukan anaknya, membelai pipi Kenzo sambil menatapnya, mencoba memberanikan diri menanyakan hal pribadi pada putranya.
"Ken."
"Hmm."
"Kapan kamu mencari mama baru buat Jojo? Mungkin dia kurang kasih sayang seorang mama."
Kali ini Kenzo yang menghela nafas panjang.
"Ma, kalau sampai aku mau menikah, biarkan aku yang mencarinya sendiri dan dia harus menyayangi Jojo dengan tulus. Aku ini duda beranak satu, Ma. Kebahagiaan Jojo adalah prioritas Ken sekarang. Percuma Ken nikah kalo istri Ken tidak sayang sama Jojo."
"Kamu benar, Ken. Ehm, Sebenarnya, Mama punya kandidat terbaik dan pinginnya kamu kenal dulu sama dia. Anaknya baik, cantik, imut, pintar dan mandiri. Mama belum tanya sih, dia mau apa enggak jadi guru les Jojo. Siapa tahu bisa jadi jodoh kamu."
Ken tersedak saat minum waktu mamanya membahas guru les Jojo dengan masalah perjodohan.
"Ken, minum pelan-pelan dong."
"Yah, Mama yang bikin Ken kaget.Yah, ngak mungkin lah aku suka sama guru les Jojo, giliran muda kemudaan, giliran pengalaman uda ketuaan. Ada ada aja si Mama nih."
Bu Susi berdiri ke arah pintu bersiap keluar dan tidur, "Lagian salah sendiri, cari guru les kayak cari kucing dalam karung, ngak kamu seleksi dulu. Udah ah, Mama ngantuk mau tidur saja."
Kenzo menghampiri mamanya dan mengecup keningnya, "Nite, Mom."
Masih berusaha meyakinkan putranya untuk menikah, Bu Susi kembali melancarkan serangannya lagi.
“Mama bakalan jodohin kamu sama orang itu. Kamu harus mau.”
“Enggak!”
“Kamu harus mau. Mama dan Papa sudah pernah cerita kan, kenapa kamu harus menikah sama dia.”
“Kenapa sekarang? Harusnya dari dulu, sebelum Mama sama Papa jodohin aku dengan Madie.”
“Mama jelasin ke kamu juga, pasti kamu enggak akan mengerti, Ken. Tapi, kalau kamu mau menikah dengan Karisa, Mama akan lebih tenang kalau dipanggil Tuhan nanti.”
Wajah Kenzo mengerut tidak mengerti maksud mamanya. Ada apa di balik kisah mamanya memaksakan pernikahan ini?