bc

MISTERI ARWAH PENASARAN

book_age18+
869
FOLLOW
5.3K
READ
murder
brave
confident
mxb
no-couple
mystery
scary
ghost
campus
horror
like
intro-logo
Blurb

Arini dan sahabatnya Jumi, harus berurusan dengan makhluk halus dari arwah penasaran yang selalu mengganggunya.

Makhluk halus dengan penampakan wajah sepucat kapas dan wajah berdarah itu sering mengarahkan Arini dan Jumi ke tempat yang dapat membahayakan nyawa keduanya.

Di saat Arini dan Jumi menghadapi berbagai kejadian aneh yang menimpa keduanya, datang sosok kakak tingkat mereka, yang bernama Andi. Ternyata Andi menyukai Arini, oleh karena itu ia berusaha untuk menarik perhatian dan simoati Arini.

Sang makhluk halus, arwah penasaran, ternyata tidak menyukai kehadiran Andi di samping Arini. Ada hubungan apa antara Andi dan makhluk halus itu, hingga sang arwah penasaran selalu mengganggu saat Andi mendekati Arini?, siapa sebenarnya arwah penasaran itu? dan dapatkah Arini dan Jumi menguak miseri dari arwah penasaran tersebut melalui petunjuk yang sering diberikannya.

Design Cover By SA DESIGN

chap-preview
Free preview
AWAL KISAH
Arini, 18 tahun berjalan menyusuri lorong kampus nya. Sesekali Ia menoleh ke belakang, Ia merasa diikuti oleh seseorang. Bulu kuduknya bahkan meremang dan Ia merasakan hawa dingin yang janggal. Arini, terlambat ke luar dari area kampus. Mendadak perutnya tadi terasa mules dan terpaksa Ia harus masuk ke dalam toilet dahulu. Ternyata teman-temannya meninggalkan dirinya sendirian. Suasana kampus begitu sepi, lampu-lampu lorong kampus pun sudah menyala, akan tetapi sinarnya tidak lah terlalu terang. Arini semakin merasa takut, Ia merasa ada suara tapak kaki yang mengikutinya dan saat Ia menolehkan kepalanya ke belakang Ia tidak melihat apapun. Setengah berlari Arini menuruni tangga kampusnya untuk sampai ke lantai dasar. Kampus tempatnya menimba ilmu adalah bangunan tua yang di beberapa bagiannya sudah mengalami rehab. Arini hampir terjungkal dari larinya saat di dengarnya suara yang sayup-sayup memanggilnya. Ketegangan yang begitu tinggi melanda dirinya. Dengan napas tersengal Arini sampai di parkiran kampus dan dengan cepat Ia menyalakan starter motornya. Kembali Arini mendengar suara yang memanggil-manggil namanya. Kegugupan Arini semakin menjadi, motor matik miliknya tidak mau juga hidup, “Ya, Allah, jangan hari ini ngadatnya motor ini.” Doa Arini dalam hatinya. Arini yang terlalu fokus menyalakan mesin motornya, sampai Ia tidak menyadari kalau sosok yang tadi memanggil-manggil namanya, kini sudah berada dekat dengan nya. “Arini!” Bisik suara itu. Refleks Arini melonjak kaget, jantungnya terasa mau copot, Ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Begitu dilihatnya sosok wajah yang sangat dikenalnya lah yang berada di sampingnya. “Kamu, kok bisa masih ada di kampus?” tanya Arini kepada Jumi, 18 tahun yang merupakan sahabatnya sejak mereka menjadi mahasiswi baru hingga sekarang mereka duduk di semester tiga. “Mana mungkin, Aku meninggalkan sahabat baikku sendirian di kampus. Nanti, kalau Kamu diculik gimana?,, Aku kasihan sama penculiknya yang kebingungan ngasih kamu makan apa, dengan napsu makan kamu yang banyak ” kata Arini. “Sembarangan saja, Aku ini, napsu makannya tidak banyak, ya. Hanya porsi makanku saja yang banyak untuk menunjang pertumbuhan tubuhku,” jawab Jumi. “Pertumbuhan badan itu, ke atas, bukan ke samping.” Ledek Arini kepada Jumi, meski Ia sangat doyan makan, tetapi badannya tidak kelebihan berat badan. “Aku tadi sebenarnya menunggu Kamu di depan toilet, tetapi karena buku catatanku tertinggal di dalam kelas. Terpaksa, deh, Aku kembali ke kelas. Eh, Kamunya malah sudah jalan begitu saja dengan cepat.” terang Jumi. “Kayak dikejar setan aja,” ucap mereka berbarengan, kemudian keduanya pun tertawa bersama. Tawa mereka terhenti saat keduanya mendengar sebuah suara seperti orang yang sedang merintih kesakitan. Dengan cepat Arini kembali menyalakan mesin motornya dengan tangan dan lutut yang bergetar. Sementara suara lirih itu terdengar semakin dekat saja. “Ayo, rin. Kenapa motor kamu gak mau hidup juga sih?” tanya Jumi dengan suara gugup. “Gak tau, Jum. Di saat seperti ini motor Ku malah ngadat,” sahut ku frustasi. Sementara suara merintih seperti orang yang kesakitan semakin terdengar nyaring di tambah suara lolongan anjing memecah keheningan suasana kampus kami yang sepi, karena para penghuninya sudah pulang ke tempat masing-masing. Kecuali mereka berdua yang masih tertinggal di pelataran kampus. Akhirnya, setelah kesekian kalinya mencoba, starter motor matik milik Arini mau juga hidup. Mereka berdua pun menarik napas lega, dengan cepat Arini melajukan motornya meninggalkan parkiran kampus yang sepi dan gelap. “Rin, Kamu merasa gak kalau kita diikutin, sejak dari parkiran kampus tadi?, mana bulu kudukku berdiri semua,” ucap Jumi ditelinga Arini dengan sedikit nyaring, karena suaranya teredam oleh angin yang berhembus kencang. “Iya, Aku juga merasakannya,” jawab Arini sambil berteriak agar suaranya dapat terdengar melawan angin yang berhembus. Motor pun dipacu Arini untuk melaju dengan kencang. Di picu oleh adrenalin rasa takutnya, akan sesuatu yang seolah mengikuti mereka, tetapi sesuatu itu tidak dapat terlihat oleh mereka.wujudnya. Keduanya melewati jalanan yang kiri-kananya ditumbuhi oleh pohon bambu, suara daun bambu yang bergesekan menimbulkan bunyi yang terdengar seram. Kembali kami mendengar suara rintihan kesakitan yang jaraknya terasa dekat. “Tolong!, sakit!” Begitulah suara rintihan itu terdengar dengan suara yang mengiba dan menyedihkan. Arini dan Jumi berteriak ketakutan secara bersamaan, “Aaaa!” Arini pun semakin kencang memacu motornya dan tidak peduli apapun lagi, menyusuri jalan sempit menuju ke tempat kosnya dan Jumi yang letaknya lumayan jauh dari kampus mereka dan berdekatan dengan areal perkebunan. Mereka menarik napas lega, saat motor yang dipacu memasuki halaman tempat kost mereka. Begitu mesin motor sudah mati, keduanya pun gegas turun dari motor dan masuk ke dalam kost mereka, lalu mengunci pintunya dengan cepat. Keduanya, kemudian masuk ke dalam kamar mereka masing-masing menguncinya. Bunyi detak jantung Arini masih berdebar dengan kencang, seolah hendak melompat. Rasa takutnya, akan suara-suara yang tadi didengarnya, belum sepenuhnya hilang. Setelah berganti pakaian, Arini pun ke luar dari dalam kamarnya dan menuju dapur untuk mengambil gelas bersih yang ada di atas meja belajarnya dan mengisinya dengan air putih dari dispenser. Lalu ia menuju ruang tengah di mana sudah ada Jumi yang duduk di sana. Diminumnya air putih itu, hingga tandas tak bersisa dalam sekejap. Ia lalu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa yang ia duduki. “Suara apa yang kita dengar, tadi dan mengapa suara itu begitu jelas dan memilukan?” tanyaku kepada Jumi tanpa membuka mataku yang terpejam dan enggan kubuka. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Hanya saja suara itu begitu memilukan dan terasa menyayat hati. Suara itu meminta tolong, sementara sepanjang jalan kita tidak melihat adanya kecelakaan atau seseorang yang memerlukan pertolongan,” jawab Jumi, sambil menyandarkan badannya pada sandaran sofa. Tiba-tiba saja, suara itu kembali terdengar, kali ini berada tepat di depan pintu kost mereka berdua. Mereka dapat mendengar suara pintu kost mereka seperti digaruk menggunakan kuku-kuku yang panjang dan juga suara deru napas yang memburu. Wajah Arini dan Jumi pun menjadi pucat pasi, keduanya lalu saling berpandangan dengan raut wajah ketakutan. Tangan keduanya saling bergandengan, seolah untuk berbagi ketakutan dan kekuatan. Tak ada satu suara pun yang ke luar dari bibir keduanya. Mereka begitu takut, kalau suara mereka akan terdengar oleh siapa pun yang berada di luar sana. Setelah beberapa saat yang penuh dengan ketegangan, keduanya masih diam terpaku di tempat. Menunggu apa yang akan terjadi, entah apapun itu. Namun, suara-suara yang berasal dari luar itupun tidak terdengar lagi, mungkin sosok yang berada di balik pintu kost mereka, merasa bosan menunggu keduanya membuka pintu dan ke luar, hingga akhirnya memilih untuk pergi. Arinj dan Jumi pun menarik napas lega, Arini beranjak dari duduknya, untuk menuju kamar mandi, guna membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan basah oleh keringat. Saat membuka pintu kamar mandi, otaknya yang memang sudah parno duluan, karena mendengar suara menyeramkan tadi, begitu mendengar suara keriut dari pintu kamar mandi yang dibuka menjadi melonjak kaget. Ia lalu tersenyum kecil, menyadari rasa takutnya yang berlebihan. Ia pun melangkahkan kakinya, memasuki kamar mandi dan segera ditanggalkannya pakaiannya. Dinyalakannya shower dengan suhu air yang tidak terlalu panas dan tidak juga dingin.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Devil Billionaire

read
94.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook