bc

Dark Stain

book_age16+
1.7K
FOLLOW
8.1K
READ
HE
kickass heroine
stepfather
heir/heiress
tragedy
loser
detective
childhood crush
affair
like
intro-logo
Blurb

Eva Permadi, "pergilah, kejar apa yang kamu sebut kebahagiaan. kami tak akan menghalangi jalanmu," tanpa ekspresi apapun, wanita muda itu melepas kepergian suaminya untuk wanita lain, dengan hati setegar karang.

Axel Nugraha, "anggap saja kita tak pernah saling mengenal di masa depan, jika tanpa sengaja kita bertemu. Karena keberadaanmu juga dia, hanya akan menjadi noda dalam hidupku kelak." Kalimat pamungkas yang mampu mengoyak hati seorang remaja 19 tahun, hingga terluka parah. Membekas tanpa bisa di pulihkan kembali.

Pernikahan dini antara Eva dan Axel, terjadi lantaran kehadiran makhluk fana yang di sebut janin di perut mungil Eva. Remaja yang bahkan belum genap berusia 16 tahun itu, harus menjalani peran ganda setelah pernikahan tersebut. Dibuang oleh ayahnya ditepi jalan bagai sampah, dan dianggap ja_lang oleh suaminya sendiri.

Sanggupkah Eva menjalani kehidupannya yang begitu suram? Simak kepiluan Eva yang syarat perjuangan juga air mata.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Sepasang remaja baru saja selesai mempraktekkan ilmu terapan tentang fungsi serta kinerja alat reproduksi manusia. Sayangnya, yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan besar yang kelak akan keduanya sesali sepanjang perjalanan hidup mereka. "Masih sakit?" tak ada kelembutan dari nada pertanyaan tersebut. Hanya ada nada datar yang terkesan acuh tanpa benar-benar mengandung kepedulian. "Hmmm...." "Jangan beritahu pada siapapun yang kita lakukan hari ini. Kenakan pakaianmu aku akan mengantarmu pulang." Kalimat bernada dingin tersebut di turuti dengan patuh oleh Eva. Gadis belia yang baru berusia 15 tahun lebih itu melakukan apa yang di perintahkan kepadanya dengan segera. "Bagaimana kalau aku punya bayi?" brugh! tas ransel dari tangan Axel terjatuh ke lantai gudang sekolah, yang baru saja mereka tempati untuk merajut kasih. "Tidak mungkin. Hanya sekali tak mungkin langsung hamil. Jangan di pikirkan, ayo bergegas hari sebentar lagi gelap." Tukas Axel masih dengan ekspresi dingin. Tak seperti saat dirinya membawa Eva ke sana, penuh senyuman dan kata-kata manis penuh rayuan. Kini semua berubah seketika, setelah pemuda itu mendapatkan apa yang dia inginkan. Eva yang polos tak memahami arti perubahan tersebut. Gadis itu menaruh semua kepercayaan penuh tanpa tau, jika Axel yang merupakan cinta pertamanya, hanya menjadikan sebuah ajang taruhan semata bersama teman-temannya. Sungguh kejam, remaja 16 tahun itu memanfaatkan kepolosan Eva yang haus akan sebuah perhatian serta kasih sayang. "Tapi kalau benaran aku punya bayi, bagaimana?" tanya Eva sekali lagi. Raut wajah polos Eva membuat Axel geram. "Bisa berhenti menanyakan hal yang belum tentu terjadi? aku sudah mengatakan tak akan terjadi hal semacam itu, kamu tenang saja. Aku akan mengatasi semuannya asal kamu tetap diam dan jangan banyak tingkah." Eva terpekur mendengar kalimat menyakitkan dari mulut kekasihnya. Remaja itu akhirnya hanya mengangguk pasrah, dalam diamnya Eva yang masih menyimpan banyak ketakutan, menjadi semakin tak tenang. "Jalannya bisa cepat sedikit tidak?" desak Axel kesal. Eva berusaha mensejajarkan langkah kecilnya dengan Axel, namun apa daya, rasa nyeri di pangkal pahanya masih terasa menyakitkan. "Masih sakit, mana bisa jalan cepat." Gerutu Eva dengan suara kecil, gadis itu akhirnya berhasil menyamai langkahnya dengan sang kekasih. Axel melirik sekilas kemudian kembali fokus berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Terang saja, sang surya pun sudah berpamitan membenam dirinya di ufuk barat. "Aku antar sampai sini saja, anak-anak ngajak kongkow di tempat tongkrongan biasa. Ingat, jangan katakan apapun dan pada siapapun." Kecam Axel kembali mengingatkan. Pemuda itu bahkan meninggalkan Eva beberapa blok jauhnya dari kediaman sang kekasih. "Tapi dari sini masih jauh Sel. Maju dikit dong, aku masih sakit nih jalannya. Masa kamu lebih mentingin teman-teman kamu dari pada aku sih." Rajuk Eva kesal. "Jangan manja, aku tidak suka!" sentak Axel membuat Eva terkejut. Ini kali pertamanya Axel berbicara dengan nada tinggi kepadanya selama tiga bulan ini. Remaja itu selalu memperlakukan nya dengan manis dan senantiasa berbicara lembut. Namun hari ini, Axel tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. "Bukannya kamu selalu suka aku yang manja? kenapa kamu jadi kasar gini sih Sel? aku salah apa sama kamu?" tanya gadis itu dengan netra berkaca-kaca. Axel melengos malas, "mulai sekarang aku tidak suka kamu yang selalu bersikap manja, cerewet dan banyak nanya. Turun! aku buru-buru," sentak Axel sekali lagi. Eva kali ini benar-benar menangis, gadis itu turun dari mobil Axel lalu berjalan tertatih tanpa menoleh lagi. Hatinya sangat sakit, mendapati Axel dengan segala perubahannya yang begitu drastis. Entah apa kesalahannya, apa yang Axel inginkan termasuk kehormatannya pun. Dirinya berikan secara suka rela. Namun mendapati balasan yang tak setimpal dengan pengorbanannya, jelas menggores hatinya. Drrrtt drrrtt drrrtt "Aku otw!" singkat, padat dan jelas. Axel memutar kemudi mobilnya meninggalkan komplek perumahan tempat Eva tinggal tanpa peduli pada nasib gadis malang itu. Hari sudah gelap, Eva tiba di rumah nya pukul 7:20 malam. Gadis itu mengendap melalui pintu samping dapur. Namun Eva lupa, jika itu waktunya seluruh keluarga menikmati santap malam. Pasti mengherankan, kenapa gadis belia seusia Eva tak di cari walau pulang terlambat dari sekolahnya. Ini penjelasannya. "Ingat pulang kamu!" suara berat sang ayah menghentikan langkah gemetar Eva di pembatas ruang makan dengan pintu dapur. "Maaf pa," ucap gadis itu tanpa penjelasan lebih. "Masuk ke dalam kamarmu, dan tak ada makan malam untukmu hari ini. Ini adalah hukuman untuk anak pembangkang sepertimu. Sekali lagi kamu pulang terlambat, sekalian saja tak perlu kembali ke rumah ini lagi." Eva bergeming tanpa perlawanan. Situasi seperti ini rupanya sudah kerap kali terjadi. Entahlah. "Masuk ke kamarmu sana, merusak selera makan saja." Ketus Bela sewot. Eva kembali melanjutkan langkah kaki menuju kamarnya yang berada persis di samping dapur dekat ruang makan. Tak ada kamar dengan ukuran luas serta fasilitas wah. Hanya ada kamar dengan ukuran 3 x 4 meter tanpa kamar mandi di dalamnya. Sesampai di dalam kamarnya, Eva duduk merenung di ujung ranjang kayu bekas yang dia pungut dari gudang. Eva sering kali kedinginan kala malam menjelang subuh, karena kasur busanya yang sudah menipis langsung menempel di permukaan lantai dingin. "Malang benar nasibmu Va, anak orang kaya tapi hidupmu sama seperti anak pembantu. Menyedihkan!" lirih gadis itu berbicara sendiri sembari terkekeh perih. Di pandanginya foto mendiang ibunya dengan menampilkan senyum manis. Ada kerinduan mendalam, terpahat di wajah gadis ranum tersebut. "Malam ma, maafin Eva ya...hari ini Eva berbuat dosa sama Axel di gudang sekolah. Tapi mama tenang saja, Axel baik kok meski kadang suka berbicara ketus. Setelah aku lulus SMA, aku mau nikah sama Axel dan keluar dari rumah ini. Doain aku bisa meraih kebahagiaanku ya ma, dan lunakkan hati papa agar mau menerimaku kembali sebagai putri kesayangannya seperti dulu sebelum Bela lahir." Kalimat yang sama selalu terucap setiap kali hatinya perih menerima kalimat-kalimat kasar dari sang ayah. Eva membaringkan tubuhnya yang masih terasa remuk redam akibat ulah Axel sepanjang sore tadi. Kekasihnya itu meminta bukti cinta darinya berupa sebuah mahkota berharga miliknya. Axel mengancam akan meninggalkan Eva jika Eva tak menuruti permintaannya. Eva yang baru saja merasakan indahnya di perhatikan, di curahi kasih sayang dan kelembutan dari Axel jelas merasa ketakutan akan kehilangan. Hingga akhirnya Eva pun melepaskan mahkota nya tanpa paksaan. "Semoga kamu tidak akan pernah berubah Sel. Kamu satu-satunya harapan aku di dunia ini selain kenangan akan mama yang masih tersisa." Lirih Eva menatap langit-langit kamarnya yang mulai terlihat mengelupas di beberapa bagian. "Aku bahkan di tempatkan di kamar terbaik di rumah mewah ini, sungguh mengharukan." Kekeh Eva menyusut air matanya yang mengalir tanpa permisi. Tok tok tok Eva bergegas duduk lalu berjalan untuk membuka pintu. "Eh, bibik? ada apa bik?" tanya Eva saat melihat pembantu setia di rumah itu berdiri di depan pintu kamarnya. "Bibik ada simpankan non makan malam di dapur. Ayuk makan, bibik juga belum makan malam nungguin non pulang. Sudah mandi belum?" wanita paruh baya bertubuh gempal tersebut menelisik penampilan sang nona dengan senyum samar. Dia tau Eva pasti belum mandi, karena gadis itu masih menggunakan seragam sekolahnya. "Belum bik," ujar Eva cengengesan. "Mandi gih, bibik nunggu di dapur ya.." Eva mengangguk kemudian menutup kembali pintu kamar mewah nya. Gadis itu menyiapkan pakaian ganti, karena selesai mandi dirinya akan langsung mampir ke dapur. Eva menggunakan kamar mandi tamu di dekat dapur. Jadi akan merepotkan jika tak membawa pakaian ganti secara langsung. "Semoga hari esok lebih baik lagi, semangat Eva, kamu masih punya bibik yang menyayangimu di rumah ini." Monolog Eva sembari memilih pakaian di dalam lemari usang yang sudah hampir rubuh itu. TBC Semoga bisa menjadi bacaan favorit yang mengisi kekosongan waktu kalian semua. Jangan lupa tap LOVE jika kalian menyukai novel ini. Tinggalkan komentar yang membangun mental, saran kalian akan author terima dengan pikiran terbuka. Luv You para kesayangan kak Rose_Ana

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bucinnya Pria Arogan

read
34.7K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.2K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.2K
bc

Dear, Mr. Duda (I Hate You but I Love You)

read
47.1K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.4K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook