bc

Love and Revenge

book_age0+
3.5K
FOLLOW
56.8K
READ
arranged marriage
arrogant
dominant
CEO
drama
tragedy
like
intro-logo
Blurb

"Hitam penuh warna jika kau bisa melihatnya." - Alex

"Kau selalu menutupinya dengan asap yang pekat seperti warna matamu yang kelabu." - Mia

chap-preview
Free preview
Lonely
    Alex meremas foto seorang wanita yang tengah tertawa lepas.     “Bagaimana bisa dia masih hidup!?” kata Alex geram.     “Tuan Clark merawatnya dengan baik. Dia mengirim wanita itu ke Jerman untuk mendapat perawatan kesehatan secara intensif.” Daren menjawab secara formal walaupun ia bisa berlaku nonformal pada atasannya itu. “Tapi bagaimana bisa kabar kematiannya bisa dipercayai begitu saja?”     Alex masih tak habis pikir, keningnya berkerut menandakan bahwa ia sedang berpikir keras. “Ini taktik Tuan Clark untuk menyembunyikan anaknya dari jangkauan kita,” jelas Daren.     “Sekarang berapa umurnya?” tanya Alex lagi.     “23 tahun, dan kabar baik yang menguntungkan untuk kita adalah minggu depan dia kembali ke Indonesia,” jawab Daren mantap.     “Baik, kau boleh keluar.” Alex memberi isyarat dengan mengangkat tangannya, menyuruh Daren dengan cara halus untuk keluar dari ruangannya.      Alex mengambil bingkai foto seorang pria paruh baya berwajah Asia dengan muka seriusnya. Dia mengelus wajah di foto itu sambil tersenyum kecut. “Aku punya rencana baru, Ayah.” *** “Papa, apa kau yang menjemputku?” kata seorang wanita berbicara di telepon sambil mendorong kopernya yang besar di bandara. Wanita itu mengerucutkan bibirnya setelah tahu apa jawaban dari seseorang yang ia sebut papa di telepon itu. “Kau tahu, Pah, ini sulit bagiku.” “....” “Ya, ya aku mengerti.” “....” “Sampai jumpa.” Wanita itu menghela napas panjang setelah memutus sambungan teleponnya. Ia tersenyum hampa. Indonesia. Setelah sekian lama, akhirnya ia kembali, hanya saja ia merasa asing. “Nona Mia?” tanya seorang pria bersetelan seperti supir kepada wanita itu. “Ya?” Wanita bernama Mia itu mengiyakan. “Tuan Clark mengirim saya untuk menjemput Anda dan membawa Anda dengan selamat,” jelas pria itu sopan. Mia mengangguk lantas mengikuti pria itu untuk ke mobilnya. *** Mia sampai di sebuah rumah besar bergaya Eropa. Rumah  yang ia rindukan, tak ada yang berubah. "Dimana papah?" Tanya Mia kepada seorang pelayan yang menyambutnya di depan rumah. "Tuan Clark sedang tidak ada di rumah nona." Jawab pelayan itu sambil membawa barang bawaan Mia Mia menunduk sambil mendesah berat. Dia merasa kedatangannya hanyalah membuang-buang waktu saja. Dia membanting tubuhnya ke kasur miliknya yang berukuran king size. Pandangannya nanar menerawang di atas langit-langit kamarnya. Lalu ia berpikir apa yang akan ia lakukan selama disini? Papanya selalu sibuk. Ia tidak yakin papanya akan menyempatkan waktu untuknya. Mungkin saat Mia masih di London ia bisa mengerti tapi sekarang ia ada disini. Mengingat ia tak punya teman di Indonesia membuatnya frustasi, bagaimanapun juga Mia bukan orang yang pandai berteman, bahkan selama di London pun teman-temannya hanya bisa dihitung dengan jari dan itu pun tidak bisa dikatakan teman akrab. Ia lalu beranjak mengambil bingkai fotonya bersama papa dan mamanya saat Mia berumur 7 tahun. Ekspresinya dari wajah orang-orang yang berada di foto itu membuat hatinya sedikit teriris. Mereka terlihat bahagia, saling memiliki dan penuh cinta. "Nona makan siang anda telah disiapkan." Seorang pelayan masuk dengan tiba-tiba membuat ia terperanjat kaget dan hampir saja menjatuhkan bingkai foto yang sedang ia pegang. "Ya baiklah." Jawab Mia terdengar sedikit bergetar. Mia tersenyum hampa. Makanan yang dihidangkan terlewat banyak. Apa mereka sudah tidak ada kerjaan lagi? Hanya ia sendiri yang makan disini. "Kenapa banyak sekali hidangannya?" Tanya Mia Pelayan pelayan itu terlihat kikuk. "Eh. E- saya tidak tahu nona suka makanan apa." "Hm.. tapi ini sangat banyak. Apa kalian sudah makan siang? Makanlah bersamaku. Sayang bukan jika makanan makanan ini menjadi mubadzir?" Saran Mia ramah. Ya itu lebih baik, dari pada harus makan siang sendiri. Dan merasa kesepian lagi. "Tapi nona. Ini tidak pantas-" jawab pelayan itu sungkan. "tenanglah, hanya ada aku disini. Anggap saja ini perintahku, oke?” bujuk Mia sekali lagi.  Pelayan itu semakin terlihat bingung, namun melihat tatapan penuh harap dari iris mata hitam yang bulat dari mata Mia seakan menghipnotis para pelayan itu untuk duduk menuruti perintah Mia.  "Apa saja yang kalian tahu tentangku?" Tanya Mia disela huapannya. Ia amat rindu masakan rumahan. Para pelayan itu saling memandang. Lalu salah satu dari mereka membuka mulut. "Tidak terlalu banyak nona. Kami disini hanya menjalankan perintah saja dan tidak mau terlalu ikut campur urusan Tuan Clark, yang kami tahu sebelumnya nona dikabarkan telah meninggal karena penyakit-" pelayan itu tak melanjutkan katanya setelah disenggol pelayan satunya karena takut menyinggung soal kabar kematian Mia. "Maaf nona." Lanjut Pelayan itu menunduk. Mia mengangguk mengerti " tidak apa lanjutkan." Dengan canggung pelayan itu meneruskan pembicaraannya " ya kami pikir tuan Clark hidup sebatang kara. Sampai kemarin tuan memerintahkan kami untuk bersiap siap akan kedatangan anda. Kami tidak banyak bertanya dan hanya melaksanakan perintah saja nona" jelasnya panjang lebar "Begitu" kata Mia mengangguk. Ini semua bukan keinginannya. Hanya saja, lagi dan lagi... Mia merasa kesepian dimana-mana. tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.9K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.9K
bc

Marry Me If You Dare

read
223.0K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook