bc

SEKRETARIS RASA ISTRI

book_age18+
583
FOLLOW
6.0K
READ
HE
arrogant
boss
sweet
bxg
single daddy
superpower
assistant
like
intro-logo
Blurb

Kepergian mendiang istrinya bernama Yoana yang masih misteri membuat Nicholas masih terus bertanya-tanya. Terlebih anak semata wayangnya kini juga terus murung dan tidak mau menerima siapapun di dekatnya. Namun satu kebetulan yang ajaib terjadi, Nicholas bertemu dengan Mariana, wanita yang tidak sengaja menolongnya dalam sebuah pertemuan konyol. Wajah Mariana begitu mirip dengan mendiang istrinya!

.

Nicholas menawarkan pekerjaan sebagai sekretaris merangkap pengasuh anak semata wayangnya pada Mariana yang saat itu memang sedang mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Pekerjaan yang belum pernah terpikirkan oleh Mariana namun karena penawaran gaji yang fantastis, Mariana bersedia menerima pekerjaan itu.

.

Seorang wanita bernama Lora terperanjat melihat kehadiran Mariana di kehidupan Nicholas. Sesuai dengan surat wasiat yang pernah ditinggalkan oleh Yoana yang juga merupakan sahabat dekatnya itu, Lora seharusnya yang menggantikan posisi Yoana sebagai ibu sambung bagi Rafa, anak semata wayang Nicholas dan Yoana. Namun sayangnya, Rafa menolak kehadiran Lora sebagai ibu sambungnya dan malah dengan senang hati menerima Mariana.

.

Bagaimana dengan perasaan Nicholas yang kini melihat wajah mendiang istrinya pada wajah Mariana?

Dan bagaimana dengan Mariana saat seorang pria bernama Adhitama yang juga merupakan adik kandung Nicholas jatuh cinta padanya selayaknya dia pernah mencintai Yoana dulu?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Pertemuan Tak Terduga
“Mas, jangan lompat, semua masalah bisa dibicarain baik-baik!” teriak Mariana begitu melihat seorang pria asing yang duduk di pinggiran jembatan yang baru saja akan dilintasinya. Si pria yang diajak bicara bergeming tanpa menoleh sedikitpun. “Jangan begini, Mas!” Mariana menarik tangan pria itu, berusaha menurunkannya dari atas tembok jembatan. Sang pria tersentak terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba. Bukannya jatuh ke arah belakang, tubuh pria itu malah tergelincir ke arah depan dan hampir saja jatuh ke dalam jurang jika tangannya tidak menggapai tangan Mariana dengan cepat. “Hua... Mas! Kalau mau mati jangan ajak-ajak dong! Aku masih mau hidup, Mas!” teriak Mariana dengan kencang di balik masker yang dipakainya sambil menarik kuat tangannya yang ada dalam genggaman pria itu. Sayangnya di jembatan itu sangat sepi. Hanya ada mereka berdua jadi tidak ada yang bisa membantu mereka. “Siapa yang mau mati? Lagian ngapain sih ngejutin orang malam-malam begini?” teriak pria itu tak kalah kesal. “Lepasin tangan aku, Mas!” “Nggak bisa! Kamu harus menarik aku ke atas dulu baru aku lepasin! Buruan tarik, kalau nggak kita jatuh barengan!” “Argh...!” Mariana tidak punya pilihan lain selain sekuat tenaga menarik tubuh pria yang jauh lebih besar dan kekar darinya itu. Sisa tenaganya hari itu habis tak bersisa karena kejadian itu. Napas mereka saling bersahutan tatkala Mariana berhasil mengangkat tubuh pria itu ke atas jembatan. Kini mereka terduduk bersama di tepi jembatan sambil melemaskan otot mereka yang menegang sejak tadi. “Lain kali jangan bunuh diri di sini ya, Mas. Nyusahin orang yang lewat,” ucap Mariana sambil terengah-engah. “Lagian kenapa harus mengambil jalan pintas seperti itu sih? Masalah tidak akan selesai dengan pergi begitu saja, Mas. Apa Mas tidak kasihan dengan orang yang benar-benar mencintai Mas? Mereka akan kehilangan dunia dan semangat mereka ketika Mas pergi selamanya,” lanjut Mariana dengan suara bergetar. Pria itu menatapnya dengan tajam. “Siapa yang mau bunuh diri? Aku hanya ingin duduk tenang di sana tapi kamu malah mengejutkanku tiba-tiba.” “Aku kehilangan anak dan suamiku dalam sebuah kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Aku mengalami depresi dan sulit menerima kenyataan bahwa mereka memang telah tiada selamanya dari hidupku.” Mariana mulai terisak. “Yaelah, dia yang bilang aku mau bunuh diri malah dia yang curhat sampe nangis-nangis,” gumam pria itu dalam hati sambil menatap Mariana. “Sekarang aku tertatih membangkitkan hidupku yang kemarin rapuh, Mas! Mana tadi lamaran kerjaku ditolak!” tangis Mariana terdengar semakin kuat. “Wah malah makin menjadi lagi nangisnya!” batin pria itu mulai panik dan melihat ke sekitarnya. Takut ada orang yang lewat dan menyangka dirinya telah berbuat jahat pada Mariana. “Kayaknya kamu deh yang lebih cocok lompat dari jembatan itu. Udah jangan nangis. Udah malam. Ntar disangka mbak kunti loh. Mana rambutnya panjang lagi,” ucap pria itu berusaha menghentikan tangis Mariana. Tangis Mariana langsung berhenti, berganti dengan tatapan tajam ke arah pria itu. Dengan cepat dibukanya masker yang membungkus setengah wajahnya itu karena merasa sesak akibat menangis tadi. Wajah pria itu berubah menegang seketika begitu melihat wajah Mariana. “Yoana?” ucap pria itu. Kedua matanya membelalak sempurna. “Jangan ngarang, Mas. Nama saya Mariana, bukan Yoana.” Mariana bangkit dari duduknya diikuti oleh pria itu. “Kamu mau ke mana?” tanya pria itu. “Pulang. Mas ngapain nanya-nanya sih? Jangan bilang Mas mau ikut aku pulang. Jangan macam-macam ya, Mas!” “Aku Nicholas.” Pria itu dengan cepat memperkenalkan namanya kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya dan menyodorkannya ke arah Mariana. “Ini kartu namaku. Datanglah ke kantorku besok pagi. Aku ada pekerjaan untuk kamu.” Mariana mengambil kartu nama itu sambil melihat ke arah pria itu yang tiba-tiba terlihat begitu antusias dan semangat. “Mas bukan agen perdagangan manusia, ‘kan? Jangan-jangan ini tempat produksi film panas ya?” cecar Mariana. “Apa aku kelihatan seburuk itu? Kenapa sejak tadi kamu selalu menuduhku yang bukan-bukan?” Mariana membaca nama perusahaan dan nomor ponsel yang ada di kartu nama tadi. Perlahan kedua matanya membelalak begitu mengetahui nama perusahaan dan jabatan Nicholas di kartu nama itu. Nicholas mengambil ponselnya dari dalam saku celananya dan memberikannya pada Mariana. “Boleh minta nomor ponsel kamu? Sekalian tuliskan nama kamu di kontaknya ya,” ucap Nicholas sambil tersenyum. Mariana yang masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya di kartu nama Nicholas tadi pun dengan cepat mengambil ponsel itu dan mengetik nomor kontaknya sekaligus menyimpannya dengan namanya. “Ini,” ucap Mariana memberikan kembali ponsel itu pada Nicholas. “Terima kasih. Kamu mau aku antar pulang?” tanya Nicholas sambil mengambil kembali ponselnya dari tangan Mariana dan membaca nama yang baru saja di simpan oleh Mariana. Mariana dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu. Rumahku tidak jauh dari sini kok.” “Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa besok, Mariana.” Nicholas menatap Mariana beberapa saat sebelum membalikkan badannya berjalan masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana dan pergi meninggalkan Mariana. Mariana melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke rumahnya. Begitu sampai di rumah, diambilnya kembali kartu nama yang di berikan Nicholas padanya tadi. “Apa benar dia seorang presiden direktur di perusahaan itu? Ini bukan kartu nama palsu, ‘kan?” ucap Mariana sambil terus mengamati kartu nama itu. Mariana meraih tasnya yang ada di atas meja dan mengambil ponselnya untuk menelpon seseorang. “Halo, Mar? Bagaimana wawancaranya hari ini? Lolos? Maaf ya tadi aku lagi banyak banget kerjaan jadi nggak bisa nemuin kamu. Ini aja aku masih di kantor lembur, Mar,” ucap Sarah begitu mengangkat panggilan teleponnya. “Aku tadi nggak diterima, Sar. Tapi Aku menelpon bukan karena itu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu tentang Suhendra Grup. Nama presiden direkturnya siapa?” “Kan tadi kamu wawancara di kantor ini juga, Mar. Nggak tahu nama presiden direkturnya.” “Aku nggak sempat nyari nama presiden direkturnya, Sarah. Buruan jawab aja.” “Namanya Pak Nicholas,” jawab Sarah. “Nicholas Suhendra?” “Sudah jelas dong dari nama perusahaannya, ‘kan, Mar? Memangnya ada apa sih? Tadi kamu ditanyain itu?” “Tadi aku bertemu dengan dia, Sar. Dia menyuruhku untuk datang ke kantornya besok. Dia bilang ada pekerjaan untukku,” jawab Mariana. “Ketemu Pak Nicholas? Kok bisa? Bukannya tadi kata kamu nggak diterima?” “Aduh ceritanya panjang. Besok aja kita cerita ya,” ucap Mariana sambil menyugar rambutnya yang panjang. “Ih kebiasaan nanggung ceritanya. Ya udah, besok kita ketemu waktu makan siang ya.” “Oke, Sar. Bye.” Mariana menutup panggilan telepon itu. Kedua matanya kembali melihat ke arah kartu nama yang ada di tangannya. “Ternyata dia memang benar-benar presiden direktur di perusahaan besar itu.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook