bc

Pria Pengganti di Malam Pengantinku

book_age18+
2.2K
FOLLOW
17.9K
READ
heir/heiress
like
intro-logo
Blurb

Menikahi pria tua selepas sekolah menengah, menjadi seorang janda beberapa jam kemudian, lalu membiarkan keluarga tirinya menculik seorang pria asing untuk melakukan malam pertama dengannya demi bisa hamil dan mewarisi seluruh harta mendiang suaminya, Zevanya melakukan semuanya dengan sangat terpaksa, demi bisa menyelamatkan nyawa Papanya.

Namun siapa yang mengira kalau pria asing bernama Reynard itu merupakan pewaris kerajaan bisnis Star Group yang menguasai perekonomian global. Butuh waktu tujuh tahun untuk Reynard menemukan kembali wanita yang telah merenggut paksa keperjakaannya itu, dan akhirnya dapat membalaskan dendamnya pada Zevanya dengan berbagai cara, menciptakan neraka baru untuk wanita itu.

chap-preview
Free preview
Bab 01 - Tragedi Malam Pertama
Sebuah pesta pernikahan mewah nan elegan terselenggara di salah satu hotel bintang lima ibu kota. Mungkin sebagian tamu undangan menatap miris pada sepasang pengantin yang jelas terlihat tidak biasa itu. Bagaimana tidak, pengantin pria merupakan pria tua yang sudah berada di ujung usianya, sementara pengantin wanitanya gadis belia yang baru saja lulus dari sekolah menengahnya. Raut wajah pengantin pria jelas sumringah mendapati daun muda sebagai istrinya, tapi hal yang sama tidak terlihat pada wajah sang istri. Wanita itu selalu terlihat murung dengan mata yang berkaca-kaca. Wajah cantiknya selalu mengernyit tiap kali pria tua itu menyentuhnya dengan tatapan penuh minat, jelas terlihat tidak sabar ingin segera memulai malam pengantin mereka. Berkali-kali Zevanya sang pengantin wanita menepis tangan Vale. Ingin rasanya ia mendorong Vale menjauh darinya dan melarikan diri dari sana, tapi mata tajam kakak tirinya tidak pernah terlepas darinya, selalu mengawasinya layaknya binatang buas yang mengincar mangsanya. Sesekali ancaman tanpa suara terlihat jelas di bibir Ramon. Zevanya tahu, alat penunjang hidup Papanya akan segera dicabut kalau ia tidak mematuhi keinginan kakak tirinya. Itu makanya ia menekan keinginannya untuk melarikan diri, meski rasa sesak yang sangat tak tertahankan begitu menyiksa dadanya. Terutama saat merasakan sentuhan Vale di beberapa titik tubuhnya, Zevanya ingin segera melarikan diri dari sana, dari kenyataan menyakitkan karena menikahi pria tua yang lebih pantas menjadi kakek uyutnya itu. Tapi lagi-lagi wajah Papanya kembali terbayang, dan Zevanya kembali mengurungkan niatnya itu. Hingga akhirnya pesta pun selesai. Tanpa membuang waktu lagi, Vale menarik tangan Zevanya menuju kamar pengantin mereka yang berada di salah satu kamar presidential suites hotel mewah itu. Tidak ada gendongan ala bridal yang akan terlihat lebih romantis, mungkin karena Vale terlalu tua untuk melakukannya tanpa mematahkan salah satu tulang ringkihnya. "Tanggalkan semua gaun pengantin itu dari tubuhmu selama saya membersihkan diri! Jangan ada sehelai benang pun yang menempel di tubuhmu!" perintah Vale setelah mereka memasuki kamar, lalu menunjuk ke sebuah meja tempat beberapa minuman mahal terdapat di atasnya, "Dan tuangkan wine itu untuk kita!" lanjutnya sebelum menuju kamar mandi, Zevanya terlalu takut untuk menolaknya, ia mengangguk pelan sebagai jawabannya. Zevanya menuangkan wine mahal itu ke salah satu gelas dan membiarkan gelas lainnya kosong, lalu dengan tangan gemetar, Zevanya mengeluarkan sebutir obat yang ia sembunyikan di sela branya, dan memasukkannya ke gelas minuman Vale. Untuk saat ini, ia hanya bisa mencegah Vale menyentuhnya dengan obat itu. Besok ia akan mencari cara lain untuk menghindari Vale. Begitu juga dengan hari-hari setelahnya. Dengan gerakan cepat, Zevanya menanggalkan gaun pengantin model A-line dengan kerah off shouldernya itu, yang meski sederhana namun tetap terlihat mewah dan elegan. Untuk menutupi tubuh polosnya, Zevanya meraih jubah kamarnya. Belum sempat ia menggunakannya, ia tersentak kaget saat tiba-tiba Vale memeluknya dari belakang dan menangkup dua bukit kembar Zevanya, "Saya tidak sabar ingin segera memilikimu sepenuhnya," bisik Vale sambil mengecupi punggung leher Zevanya yang terbuka. Zevanya belum sempat menggerai rambutnya, hingga bagian itu terekspos. Sementara jemari tua Vale memilin puncak bukit Zevanya dengan kasar, tanpa kelembutan sama sekali, hingga Zevanya sedikit meringis dibuatnya. Ia begitu membenci sentuhan pria itu! "Tu ... Tuan, sa ... Saya mau ke kamar mandi dulu," elak Zevanya sambil beringsut menjauh saat tangan Vale mulai berada di atas bagian intim Zevanya. Lagipula sudah sewajarnya Zevanya membersihkan dirinya setelah berpeluh keringat saat di pesta tadi, selain untuk menghindari pria tua itu tentu saja. "Tidak perlu, saya sudah tidak tahan lagi." "Tu ... Tuan Vale, saya mau membuat malam pertama kita berkesan. Saya kurang percaya diri kalau belum membersihkan diri saya. Jadi, tolong beri saya waktu sebentar saja," pinta Zevanya, ia menahan rasa muaknya akibat sentuhan liar dan menyakitkan Vale di tubuhnya "Ini pertama kalinya untukmu, 'kan? Jadi, biarkan saya yang memuaskanmu," tolak Vale sambil membalik tubuh Zevanya menghadapnya. Lalu menelusuri seluruh tubuh Zevanya dengan matanya, sebelum berakhir pada bibir ranum Zevanya. Zevanya mendorong Vale saat pria itu hendak mendaratkan bibirnya di atas bibir Zevanya, untung saja pria tua itu tidak jatuh terjengkang. Melihat rahang Vale yang mulai mengeras karena marah, Zevanya pun segera menjelaskan, "Ma ... Maafkan saya, Tuan. Anda benar ini adalah yang pertama untuk saya. Maka dari itu, saya tidak mau mengecewakan anda, Tuan. Biarkan saya membersihkan diri saya sebentar saja untuk meningkatkan kepercayaan diri saya. Kalau tubuh saya berpeluh keringat seperti sekarang ini, saya menjadi tidak percaya diri." Vale mundur beberapa langkah untuk menyapukan pandangannya lagi ke seluruh tubuh Zevanya, sebelum akhirnya menyetujuinya, "Lima menit tidak lebih!" tegasnya. Zevanya menggunakan kesempatan itu untuk setengah berlari ke kamar mandi dan langsung mengunci pintunya. Zevanya bersandar pada daun pintu itu dengan tubuhnya yang kembali gemetar hebat. Ia sungguh ketakutan, ia sangat membenci sentuhan pria itu di tubuhnya, rasanya tidak rela menyerahkan mahkota yang selama ini ia jaga pada pria tua itu. Tapi di saat yang bersamaan, Zevanya tak memiliki kuasa untuk menolaknya, tidak dengan nyawa Papanya sebagai taruhannya. Kenapa ia harus mengalami kenyataan pahit seperti ini di usianya yang masih terbilang muda, yang seharusnya sedang menikmati masa-masa mudanya? "Ya Tuhan ... Tolong buat Vale meminumnya, tolong Tuhan, aku belum siap, aku bahkan tidak akan pernah siap," lirihnya sambil menangkup wajahnya. Aair mata mengalir keluar melalui sela-sela jarinya itu. Prang! Sontak saja suara barang pecah-belah yang terjatuh itu membuat Zevanya menjauh dari daun pintu. Ketakutan semakin menguasai dirinya, kedua kakinya bahkan seolah tidak kuat lagi menyanggah tubuhnya, sementara matanya yang membola menatap penuh daun pintu yang masih tertutup, 'Apa pria itu marah karena aku terlalu lama di kamar mandi?' batinnya bertanya-tanya. Karena terlalu asik dengan lamunannya, Zevanya sampai lupa waktu lima menit yang Vale berikan. Tidak mau membuat Vale menunggu terlalu lama lagi, Zevanya memutar anak kunci dan membuka pintunya dengan perlahan. Hening. Zevanya tidak mendengar suara apapun lagi, bahkan sekedar langkah kaki Vale pun tidak. Dengan was-was, Zevanya terus melangkah melewati walk in closet menuju kamar mereka, ia menahan pekikannya dengan tangannya saat melihat Vale terbaring di lantai, pecahan gelas minumannya berserakan di sekitar pria tua itu. 'Ternyata efek obatnya seampuh itu,' desah Zevanya penuh kelegaan, meski ia harus mengeluarkan tenaganya untuk membaringkan Vale ke ranjang nantinya. Tapi setidaknya, malam ini ia telah aman. Nanti ia bisa membuat seakan-akan mereka telah melakukan hubungan intim. Dengan hati-hati, Zevanya membalik tubuh Vale. Teriakan histeris keluar begitu saja dari tenggorokannya, saat melihat wajah Vale dengan mulut yang berbusa. Refleks Zevanya merangkak mundur menjauh, jantungnya berdegup kencang, tangannya yang gemetar tak terkendali berusaha mengambil tas tangannya untuk mengeluarkan ponselnya, dan langsung menghubungi Ramon. Dengan tergagap, Zevanya berusaha memberitahu kakak tirinya itu, tapi yang bisa ia ucapkan hanyalah, "Va ... Vale! Ramon, Vale!" "Ck, kenapa menghubungiku? Sudah terima saja apa yang akan Vale lakukan padamu! Mau sekasar apa pun Vale melakukannya, kamu harus bisa menerimanya! Pastikan malam ini berhasil supaya kamu segera mengandung pewarisnya! Ingat, nyawa Papamu ada di tanganku sekarang!" geram Ramon yang tidak mengetahui permasalahannya. "Ramon, Va ... Vale pingsan! Tolong ke sini, aku tidak tahu harus bagaimana, aku takut! Ramon, tolong aku, please!" isak Zevanya. Barulah saat itu Ramon dapat merasakan ada yang tidak beres dengan pengantin baru itu. "Ada apa dengan Vale? Kamu berusaha kabur lagi darinya?" tanyanya. Sebelumnya, saat akan dipertemukan dengan Vale, Zevanya berkali-kali kabur dari pria itu. Hingga Ramon harus mengancam keselamatan nyawa papanya, barulah Zevanya bersedia mematuhinya. "Kamu tidak dengar? Vale pingsan!" "Aku ke sana sekarang!" Sejurus kemudian bel kamar berbunyi. Dengan tubuh yang gemetar hebat Zevanya melangkah ke pintu utama. Ia melihat tablet yang terpasang di dinding lebih dulu untuk memastikan kalau Ramon lah yang berada di balik pintu itu, dan baru membukanya setelah melihat wajah kakak tirinya itu di luar pintu kamarnya. "Mana Vale?" tanya Ramon tanpa basa-basi lagi setelah pintu terbuka. Pria itu tidak datang seorang diri, tapi bersama dengan Lila dan juga Nada, ibu dan kakak tiri Zevanya. "Di ... Di kamar," jawab Zevanya, Ramon segera bergegas masuk ke dalam kamar. "Apa yang terjadi? Kenapa Vale bisa pingsan?" Alih-alih memeluk dan menenangkan Zevanya yang sedang ketakutan setengah mati itu, mama Lila malah bertanya dengan ketus. Bahkan cenderung memberikan tatapan menuduh. "A ... Aku tidak tahu," jawab Zevanya. Dalam ketakutannya ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri. Karena tidak ada satu pun di antara kedua wanita itu yang memeluknya, bahkan hanya mengeluarkan ucapan yang dapat menenangkan dan membesarkan hati Zevanya pun tidak. "Vanya, suamimu sudah mati!" Teriakan Ramon terdengar hingga keluar kamar. Zevanya semakin dicekam ketakutan, keringat dingin mengalir semakin deras di seluruh tubuhnya, ia sungguh tidak mengira kalau tindakannya malah mengirim Vale ke alam lain.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.7K
bc

Revenge

read
16.0K
bc

After That Night

read
8.5K
bc

The CEO's Little Wife

read
627.6K
bc

BELENGGU

read
64.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.8K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook