bc

Kalau Cinta Jangan Gengsi (Sekuel Guruku Mamahku)

book_age18+
1.3K
FOLLOW
11.0K
READ
billionaire
HE
opposites attract
arrogant
heir/heiress
sweet
mystery
loser
lies
assistant
like
intro-logo
Blurb

Dikhianati di depan mata kepalanya sendiri saat liburan, Nadia kabur dari sang kekasih yang ketahuan b******u dengan sahabatnya sendiri. Di saat Nadia menjauh, ia justru bertemu dengan seorang pemuda tampan, kaku dan angkuh yang ternyata adalah calon tunangan yang dijodohkan orang tuanya.

“Yah udah. Sesama pejuang sakit hati, jangan saling nyerang. Saya minta maaf kalau ucapan saya keterlaluan. Habis, Bapak gitu sih. Ngalah dikit sama perempuan, Pak. Cewek itu kalau udah berargumen, maunya didengerin, bukannya dinasehatin. Kalau mau dinasehatin, mending datang ke pastur atau ustad ajah.”

“Katanya minta maaf, tapi buntutnya masih aja nyerocos.” Sahut Jojo merasa tidak mau kalah dari Nadia.

chap-preview
Free preview
Bab 1. Patah Hati
Bab 1. Patah Hati Tidak pernah menyangka kalau kekasih yang selama ini Nadia percaya akan menjadi teman hidup selamanya, ternyata tidak sesuai dengan pemikirannya. Mau dikatakan bersyukur, tapi inilah yang terjadi dalam hidup percintaan Nadia yang harus merasakan patah hati di saat liburan bersama sahabat dan kekasihnya. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Nadia melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan tidak bermoral seorang Rndy bersama seseorang yang ia sayangi. Nadia Nataka Harianto, gadis berusia 23 tahun, berperawakan melayu, dengan kulit putih bersih, wajahnya cantik blasteran Pakistan China dari keturunan mommy dan daddy-nya. Kejadian 2 jam lalu. Menginjakkan negeri Matahari Terbit alias Jepang untuk berlibur bersama teman-temannya. Kali pertama ia diijinkan berlibur tanpa pengawasan kedua orangtuanya. Yang membuatnya semakin bahagia karena ia berlibur dengan kekasihnya Randy, pacarnya sejak 2 tahun lalu. Juga dengan sahabat lainnya yaitu: Luna, Jeremy, Vita dan Diana. Berswafoto di depan indahnya pegunungan Fuji, bersenda gurau bersama dan menikmati liburan sambil dimanja sang pacar, pastinya menambah kadar keromantisan bagi pikiran Nadia. Menjelang malam, Randy mengajak Nadia untuk meluangkan waktu berduaan di taman belakang villa hotel mereka. “Sayang, kenapa kamu ngak sekamar sama aku aja sih. Biar kita bisa cerita sampai malam berduaan. Mumpung ngak ada orang tua kamu yang ngawasin.” Goda Randy mencoba peruntungannya. Nadia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan membelai pipi sang pacar. “Kata mommyku, kalau pria benar-benar cinta sama wanitanya, dia pasti akan menjaga dan melindungi harga dirinya. Lagian kita belum nikah. Belum boleh berduaan, Sayang.” Randy menghela nafas panjang, dan menatap tajam ke Nadia. Kemudian jemarinya mengusap bibi Nadia. “Trus, aku pingin cium ini juga masih ngak boleh? Kita pacaran sudah 2 tahun loh, Dia.” “Aku masih belum siap, Ran.” “Kenapa? Apa kamu ngak cinta sama aku? Masa cium bibir aja kayak mau buat zinah.” Merasa tidak nyaman dengan desakan Randy, Nadia memilih untuk menghindar. Vita, sahabatnya sempat memperingatinya agar tidak terlalu intim dengan Randy, karena pacar Nadia ini terkenal dengan julukkan playboy. Karena papa Randy adalah seorang pengusaha mebel, ditambah wajah ganteng dan mempunyai tubuh atletis, makanya banyak gadis dengan sukarela mendekatinya. “Aku ngantuk, mau tidur dulu yah. Besok jalan-jalan hari terakhir, lusa udah pulang.” Randy dengan posesif memeluk pinggang Nadia agar tubuh mereka semakin mendekat. “Justru itu, kenapa kita ngak pakai momen ini untuk membuat memori manis. Aku cinta kamu, Nad.” Tatapan Randy sudah berbeda, bahkan Nadia dapat merasakan pernyataan cinta Randy bertolak belakang dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Randy berusaha mengecup bibir Nadia dengan paksa, membuat Nadia mendorong tubuh Randy sekuat mungkin. Air matanya mengalir karena rasa takut. “Randy! Stop! Aku ngak suka kamu begini.” Terlepas dari kukungan Randy, Nadia bangun dan segera berlari menuju kamarnya, meninggalkan Randy sendirian terpaku di taman itu. Nadia membuka pintu kamarnya perlahan, takut membangunkan Vita. Kemudian ia masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan bersiap tidur. Saat merebahkan diri dan memejamkan mata, pikirannya terus berjalan. Hatinya merasa tidak nyaman, seakan menyuruhnya untuk tidak terlelap mala mini. ‘Iihh, masa sih gua mesti nurutin maunya Randy. Tapi, kata Randy itu juga ada benernya. Gua udah pacaran sama dia 2 tahun, kenapa yah, kok gua kayak takut setiap kali Randy mau nyium bibir gua. Dari yang gua baca di novel-novel, kalau sama cowok yang kita sayang, jantung kita bakalan berdebar-debar, kenapa sama Randy malahan gua ngerasa takut yah?’ Nadia memukul kecil pelipisnya seperti sedang meluapkan kekesalan dalam pikirannya sendiri. ‘Haishh, gua masih cewek normal kan yah? Masih suka sama cowok. Buktinya sama Vita gua kagak ngerasa aneh-aneh.’ Setelah satu jam bergelut dengan pikirannya sendiri, Nadia merasa haus. Ia membuka pintu perlahan dan turun menuju dapur. Saat menekan dispenser air ke gelasnya, samar-samar ia mendengar suara seseorang seperti mendesah. Awalnya Nadia pikir hanya halusinasinya saja karena terlalu lelah dan belum tidur. Setelah meletakkan gelas di baki cuci piring, suara itu semakin jelas. Seperti mengenali suara tersebut walaupun seperti berbisik. “Aku mau keluar, cepetan. Ah.. Ahh..” Kata seseorang yang Nadia yakini berada ditaman belakang, tepat saat Nadia bersama Randy tadi. “Kocok terus, aku juga mau keluar. Ahh..Ah..” Mata Nadia membulat seakan ingin keluar dari sarangnya. Menelan ludahnya dengan susah payah, berharap suara yang didengarnya itu bukanlah seseorang yang dikenalinya. Nadia menghampiri arah suara tersebut mengendap-endap. Dirinya masih melihat dua orang sedang berpelukkan, dengan pakaian yang sudah tidak beraturan terbuka. “Thanks, Lun. Cuma loe yang ngertiin mau gua.” “Sama-sama, Ran. Ehm, mau sampai kapan kita sembunyiin hubungan kita dari Dia? Udah 6 bulan loh.” “Sampai gua nyerah, Lun. Loe mau kan nungguin gua?” “Apa sih, yang pernah gua tolak dari permintaan loe.” Nadia menutup mulut dengan tangannya sendiri, air matanya mengalir seketika. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar dengan jelas. Seorang teman dan pacarnya melakukan perbuatan tidak pantas di belakangnya selama ini dan sudah berlangsung selama 6 bulan. Dengan langkah cepat dan perlahan, ia segera naik dan masuk kembali ke dalam kamarnya. ‘Tega loe, Ran. Pantesan gua ngak bisa tidur daritadi, ternyata Tuhan mau ngasih tau gua siapa sebenernya loe sama Luna. Jahat banget kalian.’ Nadia menangis sesegukan di dalam kamar mandi, ia takut suara isak tangisnya terdengar oleh Vita. *** ‘Gua ngak bisa lanjutin liburan kayak gini. Bisa-bisa emosian nanti. Gua mesti kabur sekarang.’ Bergegas membereskan apa yang perlu ia bawa, dompet dan passport. Kemudian, ia bergegas keluar mengendap-endap menuju lobi vila hotel. Meminta resepsionis di vila hotel tersebut untuk memesankan taksi ke bandara sekarang juga. Nadia memang sengaja meninggalkan kopernya di kamar, berpikir ia akan menghubungi Vita untuk membawa serta kopernya saat mereka pulang nanti. Yang disesalkannya saat ini adalah, di dalam koper tersebut ada uang yang memang sengaja ia selipkan terpisah dari dompetnya. Alhasil, uang yang ada didompetnya hanya cukup untuk membayar taksi dan membeli tiket pesawat saja. *** Jonathan Putra Linardi, biasanya dipanggil Jojo. Seorang pemuda tampan berusia 29 tahun. Mempunyai wajah tampan menurun dari sang papa. Berahang tegas, mata coklat tajam, hidung mancung bangir dengan jambang mengitari pipi kiri kanannya. “Opa. Jojo pamit pulang dulu yah. Jojo bakalan ke sini lagi nanti.” Dirinya baru saja kembali dari Amerika, melanjutkan studi S3 nya di sana. Sebagai penerus Yayasan XYZ, Jonathan memperdalam ilmu pengetahuannya dalam dunia pendidikan, sekaligus memperlajari bisnis manajemen dan perkembangan teknologi. “Salam buat daddy kamu yah, Jo. Opa juga kepingin main ke Jakarta sama Lindsey. Right, dear?” Tanya Pak James kepada seorang wanita yang dinikahinya kembali di Amerika, sebagai teman hidupnya. “Iya, Opa. Nanti Jojo kasih tau mom dad di sana.” Saat Jonathan akan keluar dari rumah Opanya, seorang wanita datang menghampiri dan memeluk Jojo. Sedangkan dirinya hanya diam tidak membalas pelukan wanita itu. “Jo, aku mau ikut kamu ke Jakarta.” Jojo mendorong pelan tubuh Rika agar menjauh. Mereka pernah menjalin hubungan selama 3 tahun, waktu Jojo baru mulai mengambil gelar S2, namun hubungan mereka kandas karena Rika memaksa Jojo untuk menikahinya 2 tahun lalu. Ternyata, alasan pernikahan itu karena Rika dipaksa papanya dengan tujuan untuk membangun kembali bisnis papa Rika. Jojo marah besar karena Rika adalah umpan papanya, merasa dirinya terjebak dalam permainan Rika selama 3 tahun mereka berpacaran. Awalnya, Jojo merasa kalau Rika adalah jodoh untuknya, nyatanya semua hanyalah sandiwara Rika semata, karena Jojo mendengar sendiri pengakuan Rika kepada temannya tanpa sepengetahuan Rika. Patah hati, dan merasa wanita tidak ada yang baik selain mommy dan adiknya. “Maaf, Rika. Kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Lagipula, bukannya kamu sudah dijodohkan sama pria kaya pilihan papa kamu? Jadi, tolong jangan ganggu aku lagi.” Sahut Jojo dengan nada dingin dan datar. “Kenapa kamu jadi dingin sama aku, Jo. Please, kamu mesti percaya kalau aku cinta sama kamu. Bahkan, kalau kamu suruh aku batalin nikah, aku juga mau kok.” Jojo malas menanggapi ucapan Rika, dan meninggalkannya begitu saja di depan rumah Opa James. Kali ini Jojo memutuskan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat kelas ekonomi. Sang kakek menawarkan untuk membeli tiket kelas bisnis, namun ditolak Jojo. Perjalanan dari Amerika ke Jepang selama 11 jam, adalah pengalaman menyebalkan bagi Jojo karena duduk dengan seseorang yang cukup mengganggu ketenangannya. Sesampainya di bandara Narita, Jojo menghembus nafas kasar merasakan kelegaan, seakan mendapat pasokan oksigen dengan leluasa. Karena di pesawat tadi, ia harus duduk disamping seorang pria tambun yang menyebalkan. ‘Kalau 24 jam perjalanan disamping itu orang, mending gua ganti kelas bisnis deh. Moga-moga ngak ketemu dia lagi.’ Jojo menyalakan teleponnya sejenak untuk mengabari mommynya. “Hai, Jo.” “Hai, Mom. Aku sudah transit di Jepang yah. Paling sampai Jakarta malam.” “Iya, Mommy sudah kasih tau Pak Rustam buat siap-siap jemput kamu jam 8 malam.” “Naik taksi juga ngak apa-apa, Mom. Kasihan Pak Rustam malam-malam jemput aku.” “Dia yang nanyain kamu malahan, Jo. Kangen juga sama kamu katanya.” Pak Rustam adalah supir keluarga Linardi sejak Jojo kecil, jadi sudah dianggap sebagai kakek oleh Jojo. “Oke, Mom. Aku matiin tekeponnya dulu yah. Mau ke imigrasi lagi nih. Sudah panggilan.” “Oke, Jo. Safe flight, Best boy.” Jojo melangkah menuju antrian imigrasi untuk cap pasportnya. Saat sedang berdiri mengantri, tiba-tiba seorang wanita menabrak dirinya hingga passport dan tiket pesawat yang dipegang Jojo jatuh. “Sorry.” Jojo tidak menjawab, ia membungkuk untuk memungut tiket dan pasportnya. Nasib naas, saat akan mengambil tiketnya, perempuan yang menabraknya tidak sengaja menginjak ujung tiket Jojo, saat Jojo menarik tangannya, tiket tersebut sobek. “Eh, I’m so sorry. I didn’t mean it.” Jawab gadis tersebut dengan wajah panik. ‘Yah Tuhan, aku lagi patah hati, kenapa ditambah lagi masalahnya.’

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mengandung Anak Tuan Arvind

read
25.4K
bc

Alia

read
4.6K
bc

Nona-ku Canduku

read
28.5K
bc

Best Partner

read
7.9K
bc

OM JUAN

read
46.3K
bc

AFFAIR

read
7.8K
bc

Monochrome Romance

read
1.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook