bc

The Fierce CEO

book_age18+
676
FOLLOW
2.0K
READ
drama
tragedy
comedy
twisted
sweet
humorous
serious
like
intro-logo
Blurb

Jonas seorang ahli properti, dia membeli bangunan apartemen tua yang telah dijual oleh pemiliknya namun Amanda tidak mau keluar dari rumah itu, rumah penuh kenangan dengan orang tuanya yang telah tiada. Amanda hidup sebatang kara, dia kehilangan rumah dan pekerjaannya. Amanda mencari pekerjaan di Jakarta namun tak kunjung menemukan, sahabatnya mengajaknya bekerja sebagai office girl, tanpa disangka dia bertemu lagi dengan Jonas. Hari-hari mereka penuh dengan perdebatan, terutama Amanda yang masih emosi melihat Jonas dan sikap Amanda yang kekanakan. Ada satu hal yang membuat Jonas tertarik dengan Amanda, gadis itu bersikeras untuk membeli rumah walau gajinya kecil. Diam-diam Jonas memberikan tips dan trik kepada Amanda selagi mereka bekerja satu kantor, hal itu membuat mereka semakin dekat. Jonas selalu berprinsip hidup sendirian lebih baik daripada berdua karena mengeluarkan banyak biaya, namun ada dorongan perasaan yang merusak prinsipnya. Manakah yang akan Jonas pilih? Perasaan atau prinsip hidupnya? Bagaimana dengan Amanda

chap-preview
Free preview
Bab 1
Jonas menatap dengan seksama gedung bangunan yang ada di seberang jalan. Apartemen yang mulai kusam dan hampir runtuh karena sepi pengunjung. Ada satu hal istimewa mengenai letak apartemen itu, meski bangunannya sudah tua, tetapi letaknya strategis, salah satu faktor yang membuat apartemen itu sepi adalah fasilitas yang kurang dan harga terlalu mahal. “Edward, cari tau siapa pemilik apartemen ini dan langsung tanda tangani kontrak pembelian, renovasi satu bulan dan langsung terbitkan penawaran.” “Siap pak,” balas Edward cepat sebagai sekretaris Jonas. Beginilah pekerjaan Jonas setiap hari, mencari bangunan usang, merenovasi dan menjualnya. “Saya akan transfer uang pembeliannya, gunakan negosiasi, setidaknya beli 10% lebih murah dari harga yang saya tawarkan.” Jonas sangat lihai dalam menilai, dia cerdas memperhatikan setiap detail lokasi bangunan dan perencanaannya mengenai penjualan sangat baik. Bagaiamana sikap konsumtif masyarakat, gaya hidup dan kebutuhan. Semua itu dia nilai dengan baik, selama ini dia selalu menyandang sebagai ahli properti terbaik di Jakarta. Edward sekretarisnya yang dapat melakukan pekerjaan dengan cepat, semua perintah Jonas bisa dia selesaikan dengan baik. Perpaduan Jonas dengan Edward membuat bisnis Jonas meningkat drastis. Edward tidak pernah libur, termasuk akhir pekan dia selalu menemani Jonas untuk survei gedung. Seperti hari ini, Edward dapat menemukan pemilik gedung apartemen usang itu. Dia segera mendatangi pemiliknya dan segera membelinya. Pemilik gedung apartemen itu sudah tidak lagi memiliki biaya renovasi dan memilih menjual gedungnya, apalagi Edward dan Jonas menawarkan harga yang memuaskannya. Pekerjaan menjadi lebih mudah dari yang Jonas perkirakan, hanya semua penyewa apartemen diberi waktu satu minggu untuk pindah. Hanya saja ada satu gadis yang tinggal di lantai lima, rumah nomor 502, Amanda, gadis itu sedang berlibur di Bali, menghabiskan uang royalti yang dia terima bulan ini, hitung-hitung melepaskan penat setelah menulis beberapa bulan. Dia ingin berlibur mengistirahatkan otaknya dan mencari inspirasi untuk tulisan barunya. Handphonenya sengaja dia matikan, dia ingin berlibur di Bali selama seminggu sepuasnya. Pemilik apartemen berulang kali menghubunginya, namun tidak diangkat, padahal jika tidak segera dikemas, Amanda akan dipaksa keluar dari apartemen. Pemilik apartemen sudah memberikan uang deposit sebagai ganti rugi atas penjualan apartemen, dia sudah mentransfer ke rekening Amanda. Semua masalah dia anggap sudah beres dan pemilik apartemen sudah pergi meninggalkan Jakarta, dia hendak menikmati masa tuanya di pedesaan yang jauh lebih sejuk dan jauh dari kerumunan kota metropolitan. Seminggu berlalu, Amanda kembali pulang ke apartemennya, dia terkejut ketika ada beberapa orang masuk ke dalam apartemennya dan mengemasi barang-barangnya, Amanda segera masuk dan menghentikan aktivitas mereka. “TIDAK!! SAYA TIDAK MAU PINDAH!!” teriak Amanda. Dia menarik tasnya yang dipegang oleh salah satu pengemas barang. Amanda membuat keributan, dia tidak tau jika apartemen yang dia tinggali telah dijual. “Maaf, ini surat perintahnya, apartemen ini sudah dijual, silahkan keluar dari sini,” ucap Edward tegas. Amanda menggeleng keras, dia percaya dengan yang dikatakan Edward, dia mengira orang-orang di sini adalah pencuri. Amanda berteriak meminta tolong namun tidak ada lagi penghuni di apartemen ini, semua orang sudah pergi dan pindah rumah. Amanda lalu menyalakan ponselnya, menelpon pemilik apartemen sebelumnya. Amanda tetap tidak setuju, meski uang depositnya kembali, dia masih merasa dirugikan. Dia memberontak dan memukuli orang-orang yang mengemasi barang-barangnya. "KELUAR KALIAN KELUAAR!! SAYA TIDAK MAU PERGI!!!" teriak Amanda. Apartemen ini memiliki kenangan tersendiri bagi Amanda, meski bangunannya sudah tua, tapi ini satu-satunya peninggalan orang tuanya. Ada banyak kenangan di dalam sini, Amanda tidak mau pergi begitu saja, baginya apartemen ini sangat berharga baginya. Edward meringis kesakitan saat kepalanya dijambak oleh Amanda. Dia tidak menyangka Amanda gadis bar-bar. Meski tubuhnya kecil tetapi tenaganya luar biasa. Edward lalu menghubungi Jonas, meminta Jonas untuk segera datang. Lima belas menit kemudian Jonas datang, dengan setelan jasnya, dia nampak gagah. Amanda sempat terperangah sejenak dengan ketampanan Jonas, hidungnya yang mancung dan alisnya yang tebal. "Permisi, apa anda penghuni nomor 502?" tanya Jonas dengan sopan menatap gadis di hadapannya. "Iya betul." Amanda membetulkan kacamatanya dan menatap Jonas. "Bisa kita bicara sebentar?" tanya Jonas. Dia mengajak Amanda berbicara di cafe seberang, dia juga menawarkan sarapan untuk Amanda. Entah kenapa gadis di hadapannya bisa keras kepala tidak mau pindah, padahal uang depositonya telah dikembalikan. "Anda tau tentang perjanjian hak milik properti terkait apartemen kan?" tanya Jonas menatap Amanda. Gadis itu menggeleng sembari menikmati pancakenya. "Begini, apartemen yang anda tinggali sudah saya jual, setidaknya anda harus keluar dari sana secepatnya, karena besok bangunan itu akan saya runtuhkan dan renovasi ulang." Amanda membulatkan matanya. Dia tidak menyangka akan secepat itu. Dia terdiam sejenak, meletakkan garpunya. Matanya menatap kosong Jonas, seketika lelehan air matanya keluar, dia tak sanggup menahan sesak di d**a. Selama ini Amanda hidup sendiri, sembilan tahun lamanya dia tinggal di apartemen ini. Kenangan bersama orang tuanya membuat dia bertahan hidup selama ini. "Baiklah, tapi apa boleh saya membeli kembali nomor 502?" tanya Amanda dengan tatapan memelas. "Entahlah, saya tidak bisa menjamin, bangunan itu bisa jadi saya ratakan dengan tanah, saya melihat pondasinga sudah tidak bagus." Jonas menatap dengan tegas Amanda, matanya menatap lurus. "Tapi Pak, saya punya banyak kenang—." "Tidak ada alasan yang mau saya dengar, anda silahkan pindah dan mencari tempat tinggal lain," ucap Jonas. Amanda mendengkus kesal, dia kira Jonas akan berbaik hati kepadanya, ternyata malah mengusirnya. Jonas lalu berdiri, meninggalkan Amanda yang masih menghabiskan minumnya, sayang jika minuman mahal yang ditraktir Jonas tidak dihabiskan. Dia berjalan di belakang Jonas setelah keluar dari cafe. "Edward, urusan sudah selesai. Perempuan gila itu sudah bersedia pindah. Kamu tinggal panggil pick up untuk membawa barangnya." Amanda terkejut ketika Jonas menyebutnya 'wanita gila', sungguh dia berapi-api sekarang. "HEI! APA MAKSUDMU? AKU? WANITA GILA? KAMU YANG SINTING! MENGUSIR ORANG SEMBARANGAN!!!" teriak Amanda. PLAK. Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Jonas, tidak hanya itu, Amanda juga menjambak rambut Jonas. Hanya Amanda perempuan yang berani melawan seorang CEO seperti Jonas. Semua orang di dana melerai Amanda dengan Jonas, mereka membawa Jonas masuk ke dalam mobil. Ketika pengemasan barang-barang Amanda selesai, mereka semua pergi meninggalkan Amanda yang masih berdiri di depan gedung apartemen. Dia seketika menangis, tak tau mau tinggal dimana dengan banyak barang ini. Seharusnya Jonas memberinya waktu untuk mencari tempat tinggal baru. "Mbak, ini mau dibawa kemana?" tanya supir pick up. Amanda lalu naik ke atad pick up, sekali lagi dia memandang gedung apartemen, sungguh dia sangat ingin tinggal di sini, Amanda memandang pigura retak berisi foto keluarganya saat dia masih kecil. "Mbak? Kita kemana?" tanya supir pick up lagi. Amanda menggeleng, dia menunduk, uang deposito yang diberikan memang banyak, namun tidak cukup menyewa apartemen baru. Belakangan ini, harga sewa apartemen semakin mahal. "Saya gatau pak mau kemana, saya bingung." "Yasudah, saya antar ke Ciputat saja ya mbak, kebetulan di sana ada rumah kosong punya saudara saya yang dikontrakkan, saya yang pegang kuncinya, kalau mbak mau bisa bayar sewanya ke saya. Tapi ya rumahnya sederhana mbak, sudah lama tidak terpakai." Amanda menyandarkan kepalanya pada jendela kaca, dia bingung harus bagaimana. "Sewanya berapa pak?" tanya Amanda. Dua puluh satu juta mbak setahun." Amanda membulatkan matanya, cukup mahal, harganya sepertiga uang deposito yang dia dapatkan. "Aduh, saya sewa perbulan aja boleh pak?" "Boleh mbak silahkan." Di sini lah Amanda sekarang, berdiri memandangi 'rumah' barunya. Setelah meletakkan barang-barang Amanda, supir pick up itu memberikan kunci rumah dan meninggalkan Amanda sendirian. Gila, batin Amanda. Rumah ini tidak layak untuk dihuni, banyak sarang laba-laba dan temboknya yang kotor. Bahkan ada kaca yang pecah. Semuanya berdebu dan tidak terawat. Amanda akhirnya pasrah, dia pergi ke toko bangunan terdekat, membeli cat, pel dan sapu. Malam ini dia lembur membersihkan semuanya. Beruntungnya dia seorang penulis, besok dia bisa mengambil libur untuk mengistirahatkan badannya. Amanda membereskan semuanya, mengepel seluruh lantai, mengecat dinding dan dalam waktu delapan jam sampai subuh semuanya baru selesai. Dia sangat lelah, kini dia menempel dekorasi miliknya di rumah yang lama, setelah semua selesai, dia tidur, ingin mengistirahatkan badannya. Sayangnya baru saja akan terlelap, ponselnya berdering, dia meraba-raba bunyi ponselnya dan mengangkatnya dengan mata tertutup. “Ya? Ada apa? Siapa?” ucap Amanda dengan suara seraknya. Sungguh dia sangat lelah saat ini, rasanya tubuhnya ingin remuk. “Saya editor kamu, masa lupa sih?” Seketika Amanda langsung duduk terbangun dia mengerjapkan matanya. “Oh iya, ada apa ya mbak?” tanya Amanda yang lebih sopan. “Kontrak kamu bulan ini kan sudah selesai, maaf sebelumnya tapi penerbit kami tidak bisa memperpanjang kontrak kamu, karena kita ingin mencari penulis dengan genre horor, kemari kita sudah merekrut yang baru, terima kasih atas kerja kerasmu selama ini Amanda, sampai jumpa kembali.” “Hah? Tap-tapi mbak ....,” Belum sempat Amanda menjawab, sambungan teleponnya telah diputus, dia menghela nafas kasar, tidak menyangka dia juga kehilangan pekerjaannya. Tidak memiliki rumah dan kehilangan pekerjaan, dua nasib sial yang menyertainya. Benar apa kata orang semakin dewasa kita akan dihadapi rintangan yang tak kunjung habis. Amanda menghela nafas kasar, bagaimana dia menyambung hidup jika tidak memiliki pekerjaan dan rumah, setidaknya dia masih memiliki simpanan uang deposito, dia memejamkan matanya sejenak dan mencoba menenangkan pikirannya, besok dia berjanji pada dirinya akan menemukan pekerjaan baru, akhir-akhir ini Amanda merasa buntu dengan ide tulisannya, sepertinya dia akan berhenti sejenak menjadi penulis, dia ingin bekerja di kantor. Saat Amanda hendak memejamkan matanya, baru saja dia akan terlelap, telepon kembali berdering, dia menghela nafasnya kasar. “SIAPA YANG MENGGANGGUKU SIIIIIH!!!” teriak Amanda Dia lalu bangun dan mengangkat teleponnya. “Amandaaaa kamu dimana? Kenapa aku tidak menemukanmu di apartemen? Terus kenapa ada tulisannya akan ada renovasi? Kamu dimana?” ucap Lela, sahabat Amanda saat dulu sekolah SMK. Dia sampai lupa bercerita kepada sahabatnya karena dia mendadak pindah. “Aku di Ciputat, mendadak pindah Lel, ceritanya panjang, dateng aja langsung ke rumah, sekalian bawain aku makanan ya, laper.” Belum sempat Lela menjawab, teleponnya Amanda putus, dia mengetikkan alamat rumah barunya dan kembali tertidur. Antrian tukang bubur pagi ini begitu panjang, tapi Lela rela mengantri demi Amanda, makanan kesukaan Amanda bubur ayam. *** Jonas sudah bersiap untuk melakukan survei kembali, kali ini dia melirik salah satu mall yang sudah lama dibangun tetapi masih ramai pengunjung, entah kenapa dia ingin mencoba berinvestasi kepada mall. “Edward, jemput saya sekarang,” ucap Jonas. “Baik pak, siap!” balas Edward dengan cepat, Edward menghembuskan nafasnya dengan kasar, weekend, tetapi tetap bekerja, rasanya dia ingin demo berteriak, tapi demi gaji dua kali lipat dia rela melakukan ini semua. Edward langsung mandi dan bersiap, dia menjemput bosnya sekarang. Dia teringat kata-kata Jonas, di hari libur bukanlah waktunya beristirahat, kunci kesuksesan adalah sepuluh langkah lebih baik daripada orang lain. Masa muda tidak boleh dilewatkan hanya untuk bersenang-senang. Mereka kini sampai di depan gedung Plaza Ciputat, mall yang ramai namun bangunannya sudah usang. “Bapak mau investasi di sini?” tanya Edward. “Iya, bagaimana menurutmu? Bukankan akan bagus jika memiliki manajemen yang lebih baik?” tanya Jonas, dia hendak memperbaik konstruksi bangunan, menambah lantai dan menggandeng para pedagang kaki lima. Angan-angan Jonas melambung jauh, dia rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk investasi. Baginya, investasi sejak muda adalah awal kesuksesan. “Bagus pak, saya melihat mall ini juga tak pernah sepi pengunjug.” “Oke kalau begitu cepat hubungi pemiliknya ajak dia bernegosiasi, jadikan gedung ini milikku.” “Siap pak.” Baru saja Jonas hendak berbalik, dia tanpa sengaja menabrak gadis di depannya. Gadis itu tingginya sedadanya, sekilas aroma parfumnya mengingatkan pada seseorang, tetapi dia lupa siapa. “Aduh!!” pekiknya kesakitan, Sebenarnya salah Amanda yang berlari terburu-buru, jeruk yang dia beli menggelinding ke jalanan. Jonas menyerngitkan dahinya, suara itu tidak asing, dia menunduk, menatap wajah Amanda. Seketika Amanda terkejut Jonas yang menabraknya. “KALAU ANDA JALAN PAKAI MATA!” teriak Amanda. Kini belanjaannya berantakan, terutama jeruk yang dia beli, satu persatu menggelinding di jalan raya, belum lagi ada yang terinjak mobil. “Anda yang harusnya berjalan hati-hati, kenapa berlari-lari seperti anak kecil?” ucap Jonas sembari melipat tangannya di d**a. Amanda sungguh membenci sikap Jonas yang congkak, dia lalu berdiri, menatap Jonas dengan tatapan tajam. “Ganti rugi jeruk saya!” pinta Amanda. Jonas tidak menjawab, dia malah berbalik begitu saja. Amanda menarik kerah baju Jonas, dia menampar Jonas dengan belanjaannya, lumayan menyakitkan, mengingat Amanda membeli bawang bombay sekilo. Andrew seketika menangkap tubuh Amanda, dia mencoba menghentikan kegilaan Amanda kali ini. “Aduhh!!” ucap Jonas kesakitan, pipinya memerah karena tamparan Amanda. “DASAR PELIT!” bentak Amanda, dia meronta meminta Edward melepaskannya dan berjalan melewati mereka. Amanda masih dendam dengan Jonas, gara-gara Jonas, dia kehilangan rumah yang dia cintai, gara-gara Jonas jeruknya berjatuhan. Semua membuat dia membenci Jonas. Dia kesal kenapa bisa bertemu Jonas lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook