bc

Mr. Scary and Our Journey

book_age16+
494
FOLLOW
4.3K
READ
BE
stepfather
kicking
disappearance
like
intro-logo
Blurb

Setelah tujuh tahun berpisah. Aarav bertemu lagi dengan mahasiswi bimbingannya yang akan dipersunting untuk menjadi istri.

chap-preview
Free preview
⚠️1⚠️
"Bapak, aku cantik gak?" ucapku sambil mengibaskan gaun yang akan aku pilih untuk pernikahanku nanti. Pak Aarav yang sedang duduk di sofa, menatapku dari atas sampai bawah lalu mengangguk pelan. "Iya gak, Pak?" "Iya." "Iya apa?" "Kamu cantik." Aku tersenyum lalu berlalu dari hadapannya. Aku sudah yakin dengan gaun itu. Gaun yang tidak terlalu gelamor, tetapi cukup memberikan kesan mewah. Awalnya aku mau yang biasa-biasa saja, tetapi aku ingat diacara nanti pastinya banyak kolega-kolega perusahaan Pak Aarav yang datang. Aku tidak ingin mempermalukan Pak Aarav dengan menggunakan gaun yang terlalu biasa. "Pak," panggilku pelan saat kami sudah berada di dalan mobil menuju untuk pulang. Pak Aarav melirikku tanpa mengucap kata sedikit pun, "nanti kalau kita udah nikah. Aku enggak mau ninggalin Ibu," pintaku. Pak Aarav mengangguk lantas sebelah tangannya mengelus kepalaku. "Iya. Saya sudah pikirkan itu. Setelah menikah, keluarga kamu pindah ke rumah saya." Bayangan tentang rumah mewah dan megah langsung masuk ke dalam pikiranku. Jujur saja aku tidak nyaman dengan rumah seperti itu. Cape jalannya. Aku maunya rumah yang akan kami tinggali nanti rumah yang sederhana saja. "Aku enggak mau yang sebesar rumah Bapak. Sebesar rumah aku aja," aku berpikir sejenak, seperti rumahku mungkin terlalu kecil buat Pak Aarav mengingat dia terbiasa hidup di rumah yang besar, jangankan rumah apartemennya saja mungkin dua kali melebihi luas rumahku, "besaran lagi deh, Pak, tapi enggak besar-besar juga." Pak Aarav mengangguk lagi. "Nanti kita beli rumah yang sesuai dengan keinginanmu." "Kapan?" Pak Aarav melirik ke arahku sekilas lantas kembali menatap ke arah jalan. "Sekarang juga bisa," jawabnya enteng. Enak ya jadi sultan begitu. Mau beli rumah seperti ingin beli permen. Kapan dia mau, saat itu juga dia bisa dapatkan. "Pak, aku mau ikut patungan beli rumahnya. Enggak mau sepenuhnya duit Pak Aarav." "Jangan aneh-aneh kamu, Dhara." "Dih kok aneh?" tanyaku dengan mata yang menyipit. "Rumah kan seharusnya memang sudah kewajihan saya memenuhi kebutuhan kamu, apalagi itu tempat tinggal." Iya sih, benar juga, tapi aku enggak mau aja dibilang matre dengan minta rumah baru padahal jelas-jelas kami berdua sudah punya rumah masing-masing. "Pokoknya aku mau patungan juga." Pak Aarav hanya terdiam sampai kami masuk ke dalam salah satu komplek perumahan. Emang benar-benar pria ini, langsung mau beli rumah dong. "Pilih mau yang mana," tanya Pak Aarav saat kami berada di marketing galeri sebuah perumahan yang cukup terkenal dengan harganya yang fantastik. "Pak, enggak mau yang besar-besar." "Iya, Dhara." Aku membuka katalog unit-unit rumah siap huni. Membuka lembar demi lembar. Semuanya didesain dengan mewah, hanya saja ukuran luas tanahnya yang berbeda. Setelah aku pikir-pikir dengan cepat, pilihanku jatuh pada unit B karena rumahnya aku rasa cocok untuk seluruh keluargaku. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. "Mau cicilan dengan lima kali pembayaran, sepuluh kali, atau —" "Cash ya," ucap Pak Aarav langsung memotong. "Baik, Pak. Kita isi dokumen-dokumennya dulu ya." Setelah itu Pak Aarav dan Mbak-mbak pegawainya mengisi segala urusan dokumen dan pembayaran, sedangkan aku hanya diam memperhatikan mereka. Tidak lama kemudian, kunci rumah sudah beralih ke tangan Pak Aarav. Ki berdua masuk ke dalam rumah yang baru saja kami beli. Rumahnya bagus, desainnya juga, dan furniture-furniture yang mengisinya. Pokoknya aku suka semuanya. "Aku suka. Jadi enggak sabar mau tinggal di sini." Pak Aarav mengandeng tanganku untuk masuk ke dalam kamar utama, kamar yang nantinya akan menjadi kamar kami. "Cat kamarnya mau diganti nggak?" tanya Pak Aarav menawarkan. Aku terdiam sambil melihat-lihat keseluruhan dindingnya. Saat ini cat nya berwarna cream dan dipadukan dengan warna gold. Sebenarnya aku suka warna hijau sih, tetapi warna ini saja bagus. "Enggak, Pak. Begini aja." Aku duduk di atas ranjang yang super empuk lalu Pak Aarav duduk di sebelahku. "Kalau ada bagian yang enggal mau tidak suka dari rumah ini, kasih tahu saya ya?" Aku menatapnya lalu mengangguk, "saya ingin kamu nyaman berada di sini. Memberikan kamu kenyamanan juga bagian dari tanggung jawab saya." Aku meleleh. Calon suamiku manis sekali.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook