bc

Warmheart

book_age16+
13
FOLLOW
1K
READ
drama
sweet
first love
like
intro-logo
Blurb

Seorang Bad Boy yang bernama Diago Alcasta selalu membuat kerusuhan di kelasnya, membuat guru-guru di SMA Alundra malas mengajar kelas XI Ipa 2.

Dengan masalah yang Alcasta buat, guru-guru selalu menyalahkan Prisca Birgitta yang menjabat sebagai ketua kelasnya.

Sikap Prisca yang jarang bicara sangat sulit untuk menjadi ketua kelas, karena ketua kelas lah yang seharusnya banyak bicara untuk membentak agar kelas menjadi hening dan mengatur murid yang selalu pecicilan.

Alcasta mempunyai musuh yang bernama Alpha Centauri. Ia pikir Alpha menjalin hubungan dengan Prisca maka Alcasta akan merebut Prisca dari Alpha agar Alpha menderita. Namun, perkiraan Alcasta salah. Alpha adalah adiknya Prisca.

Maka Alcasta akan melanjutkan untuk merebut Prisca atau berhenti?

chap-preview
Free preview
Pemilihan Ketua Kelas
 SMA Alundra, Matahari mulai terbit di ufuk timur sana. Pantulan cahaya mulai bertabrakan. Bayangan terlihat samar akibat sang mentari tertutup oleh awan suci. Langit tersenyum berwarna biru menyerupai air laut yang bergelombang. Derap kaki melangkah ke sana - ke mari berlarian sesuai dengan suasana hati. Siswa dan siswi yang memakai seragam serupa berlalu-lalang di sekitaran lapangan dan koridor.  Bunyi nyaring yang berpadu terdengar sangat ricuh dan meresahkan. Sebuah kelas yang sangat terkenal selalu menjadi juara pertama dalam kebisingan.  "Alcasta!" teriak menggema menggemparkan seantero Alundra. Itu adalah sebuah kebiasaan setiap siswi yang menjadi korban kejahilan salah satu siswa kelas XI IPA 2, Diago Alcasta. - WARMHEART - Tet ... tet ... tet ...  Bel SMA Alundra menggema di setiap penjuru sekolah. Semua murid berlarian memasuki kelasnya masing-masing. Tetapi, ada juga yang berjalan santai. Bahkan, ada yang tetap diam di tempat menunggu sang ketua kelas menjemputnya. Suasana semakin ricuh saat semua murid berada di dalam satu ruangan. Berteriak, berlarian dan bernyanyi.  Suara pintu berdenyit pertanda dibuka oleh seseorang. Hal itu tidak membuat keributan ini diam sejenak barang sedetikpun. Mereka menghiraukan dan tetap dalam kesibukannya. "Selamat pagi!" sapa sang guru setelah memasuki kelas unggulan ini, XI IPA 2. Mereka menoleh dan langsung menempati tempat duduk masing-masing, "pagi, bu!" jawab mereka dengan serempak. "Selamat datang kembali di sekolah tercinta kita, SMA Alundra. Semoga liburan selama 1 bulan kemarin membuat kalian refresh, ya!" ucap sang guru.  "Kurang, bu!" "Kurang lama!" "Harusnya 2 bulan, bu!" "1 tahun!" Sahut mereka berkicau membuat telinga terasa berdengung. "Perkenalkan, ibu wali kelas kalian. Panggil saja bu Griya," ujar sang guru yang bernama bu Griya. Tidak ada tampang galak atau pun jutek. Sepertinya kepala sekolah salah memilih wali kelas untuk kelas unggulan ini. "Hai, bu Griya!" "Ibu masi muda, ya?"  "Sudah nikah belum, bu?" "Panggil tante Griya boleh, gak?" "Nomor whatsappnya berapa, teh?" Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Alcasta dan para sahabatnya, Edgar, Bryan dan Arthur. Murid lainnya hanya tertawa, sedangkan bu Griya selaku guru merasa sangat tidak dihargai. Namun, ia menghadapi itu dengan senyuman.  "Baik, kita langsung saja membuat struktur organisasi. Kalian langsung saja menulis nama yang akan kalian pilih di kertas beserta jabatannya. Sekarang!" lalu bu Griya menduduki kursi guru yang terletak di dekat pintu. 10 menit kemudian ... Gulungan kertas sudah berada di meja guru. Bu Griya memerintah dua murid untuk maju ke depan, "kamu baca nama yang ada di kertas dan kamu tulis di papan tulis, ya!"  "Alca pasti menang!" ucapnya dengan kepercayaan diri yang tinggi.  Satu menit kemudian raut wajahnya muram. Ternyata yang memilih dirinya menjabat ketua kelas hanya 1 orang saja. Dan itu pun dirinya sendiri yang memilih. Plak! Alcasta memukul ketiga temannya secara bersamaan, "lo gak milih gue?"  "Sorry, Al. Kali ini gue berkhianat. Gue harus memajukan diri gue," ucap Edgar penuh dramatis. "Setuju. Gue harus membuat mamih papih gue bangga. Gue gak sabar mengumumkan di masjid perumahan gue bahwa seorang Bryan menjabat ketua kelas," ucap Bryan tak kalah dramatis. Arthur hanya tertawa menonton komedi gratis yang selalu ia saksikan setiap detiknya, "kertas gue kosong. Bingung pilih siapa, gak ada yang waras di sini." Alcasta hanya mendelik sembari mendesis. Pikirnya, tega sekali sahabatnya berkhianat. Ia kembali fokus pada papan tulis yang hampir penuh dengan tulisan, "Prisca?" tatapan matanya langsung tertuju kepada sang gadis yang duduk paling depan letaknya di pojokkan. "Manekin?" serunya membuat ketiga sahabatnya penasaran dan ikutan mengamati papan tulis. "Baik. Atas pilihan kalian ibu putuskan yang akan menjadi ketua kelas adalah Prisca. Yang menjadi sekretaris adalah Marva. Yang menjadi bendahara adalah Aletha dan sesi keamanan adalah Mauren. Keputusan ini sudah sah, ya!"  "Sekarang, buka buku fisika halaman 10."  SELESAI mata pelajaran bel kembali dibunyikan pertanda memasuki jam istirahat. Para murid mengemas alat tulisnya lalu berjalan menuju tempat yang sangat mereka rindukan, kantin. "Alca!" teriak nyaring seorang gadis mungil yang kerap disapa Zara.  "Oper ke gue, Al!" teriak Edghar sembari mengangkat kedua tangannya siap menerima lemparan tas berwarna cokelat. "Edghar, sini!" Zara berlari ke sana - ke mari mengikuti arah tasnya yang dilempar oleh Bastard the gang. Embun hangat mengaburkan pandangan Zara. Sesekali ia menghapus cairan luka itu menggunakan punggung tangannya. Ia selalu menjadi korban bully Bastard. Ia tidak mempunyai teman untuk membelanya. Terkadang mentalnya benar-benar terancam. Tetapi, ia selalu ingat bahwa ia adalah satu-satunya harapan keluarga. Itulah motivasi semangat hidupnya. Alcasta menangkap tas Zara dari tangan Bryan, "kasian cewek gue," ucapnya lalu merangkul Zara berjalan dan menyimpan tas milik Zara. Zara hanya kebingungan karena sikap Alcasta yang tiba-tiba berubah bahkan tidak pernah dilakukan sebelumnya.  Edghar dan Bryan saling bertatap heran. Sedangkan sang pelaku hanya memberikan senyuman tanpa beban.  "Maaf, ya, Zara. Gue suka isengin lo. Tadi terakhir, kok. Gue mau nebus kesalahan gue selama 2 tahun ini dengan cara ajak lo makan di kantin. Gimana?" ujarnya seraya menatap Zara begitu dekat yang ada di sampingnya.  "Al, l-lo gapapa?" tanya Bryan ragu. Alcasta antusias menoleh, "oh. I'm okay. I'm fine and i'm very very no problem." Lalu Alcasta kembali melontarkan senyuman yang paling manisnya kepada Zara. Bagaimana pun Zara adalah manusia normal dengan iris mata yang berguna dan jantung yang sehat. Berada sedekat ini dengan cowok yang dinobatkan terganteng sejagat raya membuat dirinya tidak karuan. "Gue peka, kok. Diam tandanya setuju, kan?" lalu Alcasta menoleh ke arah Bryan dan Edghar, "ayok, makan! Gue traktir." Seketika perasaan bingung dan heran menghilang begitu saja saat mendengar kesempatan emas berada di depan mata.  Alcasta berjalan ke arah keluar kelas dengan tangan yang setia merangkul pundak Zara. Diikuti oleh kedua temannya, karena Arthur sudah terlebih dulu pergi ke kantin sejak bel dibunyikan. "Itu Arthur!" seru Bryan saat menginjakkan kaki di lantai kantin. Terdengar begitu bahagia dan terlihat begitu girang seperti anak kecil yang dibelikan mainan baru. "Alca, aku malu," ujar Zara merasa risi karena beberapa pasang mata terus menatap ke arahnya. Ia akan menjadi bahan perbincangan bahkan lebih parahnya ia akan semakin banyak yang mem-bully. "Gak perlu malu. Lo cantik. Mereka yang liatin itu iri sama lo, Ra." Lalu Alcasta menarik kursi untuk Zara duduk, "duduk, Ra." Uhuk! Arthur tersedak makanan yang penuh di dalam mulutnya. "Wah, tinggal dikit lagi," celetuk Edghar. "Kurang ajar, lo!" bentak Arthur tidak terima. "Banyak-banyak istigfar, thur. Udah ada yang jemput kayanya," timpa Bryan lalu mencomot bakso yang ada di mangkuk Arthur dengan tangan kosongnya. "Jorok, gila!" murka Arthur dan seketika kehilangan nafsu makannya. Alcasta membelai rambut Zara yang sebatas bahu, "mau pesan apa, hm?" tanyanya begitu lembut. "Tukang ruqyah dekat sini ada gak, sih?" Edghar merasa cemas atas kesehatan Alcasta saat ini. "Alca dari mana? Kesambet di gudang?" tanya Arthur yang ikut cemas. "Pelet kayaknya pelet!" teriak Bryan yang dengan cepat memutuskan jawaban. "Melet Alca lo, ya!" Bryan menunjuk Zara yang juga kebingungan. "Sut... Lebih baik diam dan nikmati makanan. Kalian pesan sepuasnya tanpa bayar sepeser pun." Alca kembali menatap Zara lalu tersenyum hangat. Bryan segera menarik meja lain untuk digabungkan dengan mejanya. Hampir semua menu makanan dan minuman di kantin ini mereka pesan. "Lo seriusan, Al?" tanya Arthur. "Prank, kali," jawab Edghar menduga-duga. Sedangkan Bryan sudah menghabisi tiga piring menu makanan. "Al, makasih kamu udah baik sama aku." Zara tersenyum senang. Akhirnya penderitaannya selama 2 tahun berakhir saat ini. Karena, baginya teman adalah hal yang berharga. Namun, terkadang kita salah mengartikan. Kita yang menganggap teman dan kenyataannya teman malah memanfaatkan. "Gue juga makasih." Nadanya terdengar sangat dingin. Manusia spesies seperti apa ini? Mudah sekali berubah mengikuti arah angin.  "Makasih untuk apa, Al?" tanya Zara heran. "Makasih karena lo bikin kita bisa makan enak sepuasnya," ucap Alcasta dengan senyum smirk. Deg! "Mungkin prank kali, ya? Karena terbesit gitu aja di otak gue saat lempar tas jelek lo!" lanjut Alcasta.  Arthur menghentikan aksi mengunyahnya lalu menatap Alcasta dan Zara secara bergantian begitu juga dengan Bryan sedangkan Edghar masih terus mengunyah menikmati keadaan tanpa ingin diganggu. Air mata Zara kembali menggenang di pelupuk matanya. Baru saja ia bersyukur karena penderitaannya berakhir.  Ternyata takdir tidak sebercanda itu. Ia akan terus berjalan seperti air di sungai. Melewati kerikil dan menabrak bebatuan besar serta jatuh ke dasar yang lebih rendah. Namun, akan ada saat di mana air mengalir dengan tenang dan menjadi kekaguman atas indahnya alam. "Lo pikir gue sebagai siswa famous yang dinobatkan paling tampan ini sudi megang gadis hina kayak lo? Korban bully!" Alcasta menekankan dua kalimat terakhirnya sembari menatap tajam Zara. "Jangan ketinggian halu lo!" Edghar menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Tetap makan atau berhenti.  "Jangan tinggi-tinggi, Ra. Nanti jatuh siapa yang mau tangkap? Gak ada," timpa Bryan. "Ada-ada aja lo, Al." Arthur hanya tertawa dan memilih menghabiskan makanan miliknya. Sedangkan Edghar hanya mengikuti apa yang sahabatnya lakukan. Ia segera makan yang lahap karena takut jika Alcasta menyuruhnya untuk berhenti. Alcasta menoleh ke samping saat merasa ada seseorang yang berdiri di dekatnya. Kepalanya mendongak membuat manik mata cokelat hazelnya membulat dengan jelas. Ia mengangkat sebelah alisnya yang tebal seolah menantang. "Ternyata populasi banci bertambah satu," celetuk seorang siswi dengan wajah datar dan nada bicara yang dingin. Dia adalah Prisca Birgitta. Siswi yang terkenal sebagai patung yang diberi nyawa. Wajah tanpa ekspresi dan jarang sekali berbicara.  Ia merogoh sakunya, "anggap aja gue bantu orang tidak mampu yang bisanya cuma menindas orang yang lemah!" Prisca menyimpan satu lembar uang berwarna merah di meja hadapan Alcasta. Alcasta hanya mengangkat kedua bahunya lalu mengalihkan pandangan dari wajah Prisca lalu Prisca melenggang pergi dari hadapan mereka. "Bayarin jangan, Al?" tanya Edghar. "Bayarin lah," jawab Alcasta dengan nada kesal menahan amarah. Pasalnya baru kali ini seorang Prisca mengajaknya berbicara, itu pun secara menghina.  "Ngapain lo masi di sini? Gak guna!" bentak Alcasta seraya menendang kursi Zara menjauh darinya bahkan hampir saja terjungkal. Zara beranjak lalu berlari sembari menutup wajahnya.  SMA, Vistar. Kerubungan murid terkenal selalu menempati kursi paling pojok kantin, seakan mereka penguasanya. Sampah-sampah berserakan di sekelilingnya. Jejak kaki basah membuat lantai terlihat sangat kotor.  Gelak tawa menggema di penjuru kantin. Seragam urakan dengan sepatu kotor ditumpangkan di atas meja yang penuh dengan kulit kacang dan kuaci. "Lo pada udah tau belum? Kalau Bastard kemarin ngerayain acara masuk sekolah lagi?" tanya cowok berambut ikal dengan rahang tajam, Venus. "Gak penting. Ngapain kita harus tau?" sahut cowok yang terkenal play boy seantero Vistar. Wajah manisnya yang selalu memikat, Raksa. "Jelas ada urusannya sama kita. Mereka tebar pesona menarik semua perhatian seakan pengin terlihat bahwa Bastard baik dan Ragistic sang perusuh," jelas Venus dengan sangat serius dan terdengar sedikit nada menghasut. "Parah!" cibir Raksa seraya menunjuk Venus dengan jari tangan kanannya. Matanya menatap kedua temannya secara bergantian seakan mengajak mereka untuk kesal. "Serang aja! Gue juga kangen perang," ucap Gavin. Cowok yang terkenal dingin . "Nanti kalau ketauan kakak gue gimana?" tanya Alpha dengan wajah polosnya membuat ketiga temannya berdecak kesal. "Kita serang Bastard. Bukan serang geng kakak lo!" geram Raksa sembari menoyor kepala Alpha. "Ayo bolos!" ajak Raksa seraya beranjak dari duduknya. Namun, Gavin menahan tangan Raksa, "nakal boleh. Bodoh jangan! Kita generasi bangsa."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pengganti

read
301.9K
bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

Rewind Our Time

read
161.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook