Alden : Detective Romance

Alden : Detective Romance

book_age12+
43
FOLLOW
1K
READ
police
sweet
bxg
serious
genius
detective
campus
office/work place
surrender
like
intro-logo
Blurb

Ketika sebuah kenangan menjadi satu-satunya kunci untuk menyelamatkan hidup seseorang. Dilema antara cinta dan rahasia gelap terasa seperti kasus yang paling sulit dipecahkan.

***

Aira yang merasa senang mendengarnya, berbalik menghadap Alden sampai melupakan suatu hal, gaunnya yang sudah longgar, tiba-tiba melorot dan menampakkan sedikit branya.

“Aaah! Cepat keluar!” teriak Aira dengan menahan rasa malu.

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Hilang Memori
Drrt …. “Sudah di-silent masih saja mengganggu,” kata Aira bergumam sambil merogoh ponsel dalam tasnya di kursi penumpang. “Kau sudah di mana?” jawab seorang pria di sambungan telepon. “Aku sudah di jalan.” “Bilang pada supir taksinya untuk cepat. Master sudah menunggu.” “Aku menyetir sendiri. Aku akan sampai secepat kilat. Aku tutup dulu teleponnya.” Aira menutup telepon dari editornya yang dijuluki sebagai ‘si killer.’ “Oh tidak. Jangan sekarang, please!” Aira panik melihat beberapa polisi di depan sedang melakukan pemeriksaan pada beberapa kendaraan. Dia teringat, gara-gara ‘si killer’ yang memaksanya datang tiba-tiba ke kantor, ia lupa membawa dompet berisi kartu identitas dan surat izin mengemudinya. “Selamat siang, Nona. Saya akan mengecek kendaraan Anda, boleh saya lihat surat izin mengemudinya?” tanya salah seorang polisi lalu lintas yang menghentikan laju mobilnya. “Ada pemeriksaan apa Pak?” tanya Aira penasaran. “Kami sedang mencari buronan atas laporan seseorang. Jangan khawatir, kami akan segera menangkapnya. Biarkan saya lihat kartu identitas dan surat izin mengemudimu, Nona.” “Maaf Pak, tapi saya lupa membawanya. Saya lupa membawa dompet.” Tanpa memberikan kesempatan kepada Aira, polisi berseragam tadi menyuruhnya memarkir dan menyita mobilnya. Aira segera mengambil ponselnya dan menelpon Jason— editor killernya—untuk memberitahunya tentang masalah ini. “Sudah sampai?” tanya Jason di sambungan telepon. “Jason ... maaf, tapi aku terkena masalah.” Aira mencoba menjelaskan alasan dia menelepon karena kemungkinan dia harus mengurus mobilnya terlebih dahulu. “Kau urus sendiri dan cepat datang ke sini!” jawab Jason tanpa mempedulikan nasibnya. Aira segera mematikan ponselnya dan bergegas memikirkan alternatif kendaraan lain. Aira mengambil tasnya dan menyebrang jalan sambil bergumam pada dirinya sendiri, ‘Kesialan apa lagi yang akan menimpaku hari ini?’ Aira memastikan melihat tanda lampu hijau pejalan menyala sebelum ia menyeberang. Brak! Tiba-tiba, semua yang Aira lihat menjadi gelap. Sebuah hentakan membuat tubuh mungilnya melayang ke pinggir jalan. Aira mengalami kecelakaan, dirinya ditabrak seorang pengendara mobil yang melaju sangat cepat. *** Aira membuka matanya perlahan, mencoba menggerakkan tubuhnya. Dimulai dari jari-jarinya yang semua terasa sangat kaku. Terlihat di depannya seorang wanita muda memakai kaos dan rambut pendek sebahu. Wanita itu berteriak memanggil seseorang untuk menghampirinya. Aira merasakan jari-jarinya dipencet oleh pria berseragam dokter. Kini, matanya disorot dengan senter kecil oleh dokter tersebut. “Berapa ini?” tanya dokter itu sambil menunjukkan simbol jari. “Tiga,” jawab Aira dengan pasti. “Dia sudah pulih. Namun, sepertinya ….” Dokter tersebut menjelaskan keadaan Aira kepada wanita tadi agak jauh dari posisinya berbaring hingga suara dokter itu tidak terdengar jelas. Wanita muda tadi kembali ke dalam ruangan dan menghampiri Aira, diikuti oleh seorang perawat yang sedang mengganti botol cairan infus yang terhubung ke tangannya. “Kau ingat aku?” tanya wanita muda di depan Aira. “Maaf, aku tidak ingat,” jawabnya yang masih bersuara lirih. “Dokter, apakah Aira amnesia?” tanya wanita itu kepada dokter tadi. Dokter itu segera menanyakan beberapa pertanyaan kepada Aira seputar identitasnya, nama ibunya, hari, tanggal dan lain sebagainya. “Sepertinya Aira mengalami trauma pada kepalanya hingga memorinya mengalami kelupaan. Saya harus melakukan beberapa pemeriksaan lagi untuk memastikannya.” kata dokter itu menjelaskan. Dokter itu pergi keluar ruangan meninggalkan Aira yang masih kebingungan dengan kondisinya saat ini. “Ya ampun Aira, aku tidak menyangka ini terjadi padamu. Meskipun ini terdengar aneh, aku akan memperkenalkan diri. Aku Sindy, aku sahabatmu di kampus. Aku akan menghubungi orang tuamu dan menyuruh mereka untuk datang dulu, ya!” Sindy langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi orang tua Aira. Aira memiringkan tubuhnya sedikit berusaha mengambil air minum yang berada di meja samping ranjangnya. Tangannya yang lemas tidak sengaja membuat gelasnya jatuh dan pecah. Suara pecahan gelas mengagetkan Sindy dan memeriksa Aira kembali. “Kau ingin minum?” tanya Sindy dengan khawatir. “Ya. Maaf aku malah memecahkan gelasnya,” jawab Aira. “Tidak apa-apa,” kata Sindy dengan sabar sambil mengambil beberapa pecahan gelas dan membersihkannya. ‘Sangat beruntung aku memiliki teman seperti Sindy,’ gumam Aira dalam hati. “Sindy, apa kau bisa menceritakan apa yang terjadi padaku?” “Okay!” jawab Sindy dengan serius sambil meletakkan alat bersih yang tadi ia gunakan untuk membersihkan pecahan beling. “Kau adalah Aira Smith. Kau berusia sama sepertiku, sembilan belas tahun. Kau sedang kuliah jurusan Sastra dan bekerja sampingan sebagai penulis lepas di sebuah penerbit. Beberapa hari lalu kau mengalami kecelakaan mobil dan sempat tidak sadar selama tiga hari di rumah sakit ini. Aku sangat bersyukur kau masih selamat.” “Aku seorang penulis?” tanya Aira penasaran. “Ya, kau penulis. Bahkan karyamu sangat populer di internet, kau tahu?” “Benarkah?” tanya Aira dengan sedikit terkejut mendengar tentang fakta mengenai dirinya sendiri. “Buku apa yang kutulis?” tanya Aira lagi dengan rasa penasaran. “Aku seperti menjadi marketingmu saja. Baiklah ... ini karyamu,” jawab Sindy sambil memberikan setumpuk kertas. Aira larut dalam bacaan yang Sindy bilang itu karyanya. Ia menemukan kesimpulan bahwa karyanya adalah sebuah novel romansa yang sangat manis, tentang seorang wanita yang jatuh cinta diam-diam pada seorang pria. “Apakah ini berdasarkan kisah nyata?” tanya Aira. “Bagaimana kau tahu? Apa kau sudah ingat?” jawab Sindy terkejut dengan pertanyaan sahabatnya. “Tidak. Aku hanya merasakan sesuatu yang hangat ketika membaca ini. Apakah ini benar dari kisah nyata? Kisah siapa ini?” “Itu kisahmu! Ternyata benar, seorang penulis tidak akan pernah melupakan karyanya sendiri. Itu yang pernah kau bilang padaku. Kau bilang kau mengangkat kisah nyata perjalanan cintamu ke novel romansamu itu,” ujar Sindy dengan penuh semangat. “Lalu, siapa pria yang aku cintai diam-diam di dalam novel ini?” tanya Aira lagi. Sindy kemudian mendekati Aira dengan raut wajah serius, menyipitkan matanya dan mengatakan sesuatu. "Itu dia yang tidak pernah aku ketahui–yang hampir membuatku kesal. Kau ini sahabatku tapi tidak pernah menceritakan siapa pria yang kau sukai itu,” jawab Sindy sambil mengerutkan bibirnya. “Kita tinggal lihat saja bagian endingnya,” saran Aira dengan sedikit sok tahu. “Aku tadinya mau curang seperti itu. Aku mau mengintip siapa pria itu dengan melihat ending tulisanmu. Sayangnya, naskahmu itu belum selesai. Jadi, aku tidak tahu karena kau selalu mengatakan akan memberitahu ketika naskah ini sudah terbit.” Sindy bilang, menjadi penulis adalah cita-cita Aira sejak dulu. Jika mau melanjutkan karirnya, mau tidak mau Aira harus menyelesaikan naskah novelnya. Aira kembali membaca lembar demi lembar kertas naskah yang ditulisnya. Tidak ada satupun yang dia ingat. Aira kini menyadari bahwa dirinya benar-benar amnesia. “Hei, sobat!” Sindy menjentikkan jarinya di depan wajah Aira. “Ada apa?” jawab Aira terkejut. “Aku punya ide yang mungkin bisa membantumu menemukan siapa pria misterius di dalam novelmu itu. Ini mungkin tidak akan membuatmu cepat mengingat segala hal, tapi setidaknya bisa membantumu menyelesaikan naskah novel romansamu itu,” jelas Sindy panjang lebar. “Ide seperti apa yang kau maksud?” tanya Aira. “Kau tahu, di kampus kita ada seorang mahasiswa jurusan hukum yang terkenal dengan julukan detektif kampus. Mungkin kita bisa meminta bantuannya untuk mencari petunjuk siapa pria misterius yang kau sukai itu.” Sindy menceritakannya sambil melipat beberapa pakaian Aira di pinggir tempat tidurnya. “Ada orang seperti itu di kampus kita? Aku pikir detektif hanya ada di dalam komik.” “Hei, aku serius!” “Baiklah. Bagaimana cara meminta bantuannya?” “Tenang saja. Serahkan padaku,” kata Sindy sambil meraih ponselnya dari atas meja—mencari nama di daftar kontak, lalu ia menghubungi seseorang di sambungan telepon. Aira yang masih merasa sakit di beberapa bagian tubuhnya, hanya berharap bahwa dia dapat segera pulih dan tidak mau merepotkan Sindy lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Petaka Semalam di Kamar Adik Ipar

read
7.3K
bc

Terjebak Pemuas Hasrat Om Maven

read
42.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
32.4K
bc

Rayuan Sang Casanova

read
4.3K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
9.3K
bc

Desahan Sang Biduan

read
44.1K
bc

Benih Cinta Sang CEO 2

read
20.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook