bc

IN A FIRST SIGHT

book_age18+
420
FOLLOW
2.3K
READ
revenge
goodgirl
brave
confident
sweet
campus
office/work place
first love
lies
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

''Dalam pandangan pertama, mata tak pernah menipu apa yang dilihatnya.

Hati tak pernah berdusta atas apa yang dirasakannya.

Dalam sekejap aku sudah jatuh cinta dan itulah yang menjadi bagian terburuknya.''

chap-preview
Free preview
ORCHARD PARK
Di sebuah kawasan elit yang terletak di pusat kota, berdiri sebuah apartemen mewah yang dikenal dengan nama Orchard Park. Bangunan pencakar langit dengan tinggi dua ratus delapan puluh meter tersebut, milik seorang pengusaha terkenal bernama Voltra Davis. Tak hanya di bidang real estate, Davis juga mengembangkan banyak bisnisnya di berbagai industri. Seperti pariwisata, tambang dan multimedia. Kesuksesan Davis tak hanya terlihat dari bisnisnya saja. Namun juga dalam mendidik anak-anaknya. Multi Bisnis yang dimilikinya membuat anak-anak Davis tertarik mengambil jurusan Master of Business Administration agar mereka memiliki persiapan sebagai penerus yang berwawasan. Padahal Davis tidak pernah memaksakan Putra dan Putrinya untuk bercita-cita seperti dirinya. Semua orang yang berada di lingkungan Orchard Park sangat menghormati Davis dan anggota keluarganya. Bukan karena dia pemilik apartemen di mana ia tinggal. Namun karena sosoknya yang berwibawa, ramah dan tidak anti sosial kepada semua orang itulah yang menjadi alasan utama. Lt.59 Orchard Park, Davis Penthouse. 07.15 a.m. Sebelum beraktivitas, keluarga kecil itu selalu memulai hari dengan sarapan bersama setiap pagi. Seperti yang saat ini sedang mereka lakukan. Davis dan istrinya sudah berada di meja makan, namun Putra dan Putrinya belum terlihat sama sekali. ‘’Sayang, kemana anak-anak kita?’’ Tanya Davis yang melihat dua kursi kosong yang berada di sebelah kanannya. Axiar memberikan sepiring roti isi kepada suaminya dan berkata kepada kepala pelayan di rumahnya ‘’Rena, coba lihat ke kamarnya. Mereka sudah bangun atau belum?’’ titahnya. Rena adalah kepala asisten rumah tangga keluarga Davis. Pengabdiannya selama sembilan belas tahun membuktikan dirinya bisa sangat dipercaya oleh keluarga itu. Posisi kamar Ratva dan Ambar yang bersebelahan memudahkan Rena untuk menemui mereka. Saat ia ingin mengetuk pintu salah satu dari mereka, Adik Kakak itu kompak keluar bersamaan. ‘’Selamat pagi Nona dan Tuan Muda. Nyonya Besar sudah menunggu di meja makan.’’ Ucap Rena sambil tersenyum. Mereka hanya mengangguk. Tuan dan Nona Muda yang disapa oleh Rena adalah Ratva dan Ambar. Anak-anak dari Tuan dan Nyonya Davis. Ratva Voltra Davis, penerus kerajaan bisnis milik Ayahnya itu memiliki wajah tampan yang sangat mirip dengan Davis. Tinggi badannya yang mencapai 177 cm sudah melampaui Ayahnya yang memiliki tinggi 174 cm. Mengenakan jeans hitam dipadukan dengan kaos polos berwarna biru serta ransel hitam di punggungnya, Ratva siap untuk pergi ke tempat gym. Tubuh kekarnya terlihat dari balik baju slimfit yang ia kenakan. Sedangkan Ambar mengenakan dress berwarna biru yang panjangnya selutut dipadukan dengan schoolboy hat yang senada dengan warna bajunya. Tak ketinggalan handbag berwarna hitam yang disangkutkan di bahunya. Rambut lurus dengan panjang sepunggung itu menambah kecantikan di wajah Ambar yang sangat mirip dengan Ibunya. Dengan tinggi 168 cm dan heels di kakinya, pemilik nama lengkap Ambar Axiar Davis itu lebih terlihat seperti seorang model dibandingkan mahasiswi. Padahal Davis dan Axiar menyelipkan nama mereka di tengah nama anak-anaknya hanya untuk nama depan mereka bisa selalu dikenang oleh Putra dan Putrinya. Tapi hal yang tidak diduga adalah wajah Ambar dan Ratva mengikuti pemberian nama tengah Orang Tuanya. Ratva sangat mirip dengan Davis, sedangkan Ambar sangat mirip dengan Axiar. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, kira-kira begitulah pribahasa yang tepat untuk mereka. Adik Kakak itu menuruni tangga diikuti oleh Rena di belakang mereka. Saat melewati ruang tamu, Ratva melihat amplop berwarna hitam yang berada di atas meja. Namun ia tidak menghentikan langkahnya untuk segera tiba di ruangan yang ingin ditujunya. Ratva menarik kursi miliki Ambar dan mempersilakan Adiknya untuk duduk terlebih dahulu. ‘’Terimakasih, Kak.’’ Ambar tersenyum kepada Ratva. Ratva selalu memperlakukan Adiknya seperti putri baik di depan umum maupun di depan Orang Tuanya. ‘’Adik, ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu, hal ini bersifat rahasia. Berjanjilah kau tidak akan pernah mengatakannya pada siapapun.’’ bisiknya. Ambar mengangguk. ‘’Aku berjanji.’’ Baru saja ia ingin membuka mulutnya, namun Ibunya lebih dulu mencuri start. ‘’Nanti malam Ayah dan Ibu akan pergi. Seperti biasa, Ratva harus menjaga Ambar. Tidak boleh kemana-mana. Ingat!’’ Pesan Axiar. Ia pun menunda niatnya untuk memberitahu apa yang ingin ia sampaikan kepada Adiknya.. ‘’Kalian tau Rise Gold bukan?’’ Axiar tampak bersemangat. ‘’Apa yang Ibu maksud adalah galeri perhiasan yang terletak di pusat kota?’’ Tanya Ambar. ‘’Benar sekali. Mereka membuka cabang baru tidak jauh dari kantor Ayahmu. Kalian pasti sudah tau bahwa ibu sangat menyukai perhiasan buatan mereka.’’ Adik Kakak itu saling bertatapan. Pantas saja Ibunya terlihat begitu bersemangat. ‘’Perhiasan yang paling ku sukai adalah yang Ayah dan Ibu berikan. Karena didesign khusus hanya untuk keluarga kita.’’ Sulung menjawab santai. Orang tua mereka terlihat senang mendengar perkataan Putranya. ‘’Jadi?’’ Tanya Ayahnya. ‘’Aku tidak mau, Yah. Ajak bungsu saja.’’ Jawab Ratva sambil terus menyantap sandwich tuna yang ada di piringnya Ambar menoleh ke arah Ratva kemudian melihat kedua Orang Tuanya. ‘’Aku sedang tidak ingin keluar. Ayah dan Ibu saja. Aku dan kakak tidak masalah berada di rumah.’’ Mengakhiri kalimat dengan senyum manis di wajahnya. 06.30 p.m. Waktu yang ditunggu Ratva telah tiba. Davis dan Istrinya sudah bersiap-siap untuk pergi. Sekali lagi mereka mengingatkan agar Putra dan Putrinya tetap berada di rumah. ‘’Ibu dan Ayah tenang saja, aku akan menjaga Bungsu dengan baik,’’ ucapnya. ‘’Seperti biasanya.’’ Ambar tertawa pelan. ‘’Baiklah, Ayah percaya padamu.’’ Begitu melihat Orang Tuanya keluar dari pintu, Ratva langsung menoleh ke arah Ambar yang berdiri di sampingnya. ‘’Kemana perginya Adikku?’’ Tanyanya saat menyadari Adiknya tidak berada di dekatnya. ‘’Kak.’’ Rupanya Ambar sedang berada di dapur. ‘’Di sini kau rupanya. Kenapa wajahmu tampak murung?’’ Tanya Ratva yang menghampirinya. ‘’Strawberry cake milikku sudah habis, padahal tadi siang aku masih melihatnya.’’ ‘’Maaf, aku yang menghabiskannya,’’ Ratva menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ‘’Tenanglah, aku akan menggantinya segera. Beri aku waktu lima belas menit.’’ Ia berlarian menuju kamar. Sebenarnya dari tadi Ratva sudah mengenakan pakaian untuk pergi, hanya saja ia melapisinya dengan pakaian tidur dan tidak menggunakan parfum. Wangi parfumnya yang semerbak ke seluruh ruangan itu akan membuat orang tuanya mengetahui bahwa Ratva akan pergi dan tidak menjaga adiknya di rumah. Tidak sampai dua menit Ratva sudah rapi. ‘’Aku akan menunggu di lobi saja, cepatlah jangan membuat Rana menunggu terlalu lama.’’ Ujar Adiknya. Pergi bersama tunangannya itulah yang ingin disampaikan Ratva tadi pagi, karena sebenarnya dia sudah mengetahui isi dari amplop hitam yang sebenarnya adalah invitation card. Ditugaskan menjaga Ambarlah yang membuatnya harus pergi diam-diam dari rumah dan ini bukan pertama kalinya. Adik kesayangan Ratva itu selalu bisa diajak kerjasama. Sebenarnya yang dikhawatrikan oleh Tuan dan Nyonya Davis jika Ratva tidak menjaga adiknya adalah Ambar akan sendirian di rumah. Terlebih setiap weekend pula semua asisten rumah tangga keluarganya selalu izin untuk pulang. 06.50 p.m. Seorang gadis muda keluar dari lift mengenakan gaun berwarna putih yang ditutupi dengan cardigan berwarna senada. Walau sudah terbiasa melihat keluarga pemilik Orchard Park, para karyawan yang bekerja di lobi tetap saja selalu mengagumi kecantikan Putri Bungsu dari Keluarga Davis. Orang-orang yang juga berada di sana kompak berbisik-bisik melihat Ambar yang tengah sibuk mondar-mandir di depan lift. Lima belas menit berlalu, namun Ratva belum juga kembali. Padahal jarak dari apartemen ke store bakery yang biasa didatangi Ambar hanya berjarak beberapa blok. ‘’Mengapa kakak lama sekali.’’ Ambar terus memperhatikan jam yang berada di tangan kirinya. Seorang pria yang berpakaian serba putih baru saja melewati pintu lobi. Tingginya yang seperti Ratva, membuat karyawan di resepsionis mengira pria itu adalah Ratva. Mereka hanya menebak karena pria itu menggunakan topi dan jarak yang cukup jauh membuat mereka tidak dapat melihat dengan jelas. ‘’Apakah itu Tuan Muda Ratva?’’ Celetuk seorang wanita di respsionis. ‘’Tentu saja bukan.’’ jawabnya. Pria itu melihat Ambar yang sedang berdiri di depan lift. Saat ia melihat Ambar yang sedang berdiri di depan lift, entah kenapa waktu terasa berjalan begitu lambat, semilir angin yang membuat Ambar merapikan rambutnya membuat pria itu semakin terpesona menatapnya, senyumnya yang terpancar dari wajah cantik itu membuatnya juga ikut tersenyum. Baru saja ia berniat ingin menyapa, seorang pria tiba-tiba saja menghampiri gadis itu. Ia pun jadi berpura-pura mengeluarkan ponselnya dan duduk di sofa. ‘’Adik, maaf aku terlambat. Aku baru ingat bahwa ini weekend, pantas saja antriannya sangat panjang. Cake favoritmu sudah ku berikan, apakah rahasiaku akan aman?’’ Tanya Ratva menyelidik. Posisinya yang dibelakangi oleh Ratva membuatnya kesulitan untuk dapat melihat Ambar. ‘’Tentu saja, seperti biasanya.’’ Jawabnya dengan penuh percaya diri. ‘’Kau memang sangat bisa diandalkan.’’ pujinya. ‘’Sampaikan salamku pada kakak ipar, katakan padanya maaf aku membuatmu terlambat.’’ ‘’Baiklah, selamat tinggal. Ingat kan?’’ Lagi-lagi menyelidik. ‘’Jika terjadi sesuatu aku harus segera menghubungimu.’’ Jelas Ambar. ‘’Good girl.’’ Ratva mencium keninag adiknya dan berlalu pergi. Sangking terkesimanya melihat kecantikan Ambar, ia bahkan tidak melihat wajah Ratva yang berbalik ke arahnya. ‘’Berani-beraninya pria itu menciumnya.’’ Gerutunya kesal. Melihat Ambar yang akan menuju lift, pria itu bergegas mengikutinya. Warna baju yang senada membuatnya berpikir, apakah ini hanya kebetulan? Di lift itu hanya ada mereka berdua. Ambar menoleh sekilas. ‘’Tuan, tujuanmu di lantai berapa?" Karena Ambar berdiri paling depan, ia menawarkan bantuan untuk memencet tombol lantai tujuan. Ia tampak kaget karena tiba-tiba saja Ambar mengajaknya bicara. ‘’Enam puluh empat.’’ Jawabnya sembarang. Ambar tersenyum ramah. ‘’Tidak ada lantai enam puluh empat di Orchard Park.’’ ‘’Maksudku empat puluh enam, Nona.’’ ‘’Baiklah.’’ Ambar memencet tombol empat puluh enam. Pria yang berada di belakang Ambar memikirkan bagaimana caranya untuk bisa memulai pembicaraan. Baru saja ia ingin membuka mulutnya, namun lift sudah berhenti di lantai lima belas. Ambar pun segera keluar. Melihat punggung gadisnya yang semakin menjauh. Ia hanya berdiam diri dan tak melakukan apapun. ‘’Siapa gadis cantik itu?’’ lirihnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.1K
bc

My Secret Little Wife

read
96.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook