bc

Teacher, I Love You

book_age18+
773
FOLLOW
2.4K
READ
teacherxstudent
drama
sweet
bxg
humorous
campus
highschool
school
addiction
teacher
like
intro-logo
Blurb

Putra Bagaskara tak bisa mengalihkan perhatiannya pada seorang guru yang mengajar di sekolahnya, senyumnya tak pernah berhenti terukir kala melihatnya hingga suatu kali, ia mencoba untuk menyatakan cintanya secara terbuka, penolakan sudah menjadi nama tengahnya namun Putra tak bisa menyerah. Bukan tanpa alasan, ada hal yang tak bisa ia lepaskan dari wanita yang bernama Kirana Ayudhisa.

Perjalanan menggapai cinta Kirana tak pernah berjalan mulus, terlebih kala jari manis wanita itu sudah terisi dengan cincin tunangan. Bagaimana Putra menyelesaikannya?

chap-preview
Free preview
1 :: LANGKAH AWAL
Putra Bagaskara, tubuhnya atletis namun bukan binaragawan, senyumnya memesona namun bukan buaya. Dia hanya seorang anak SMA yang tengah jatuh dalam pesona wanita pujaan hatinya. Dengan wajah tampannya, orang lain akan mengira jika tipe idaman Putra adalah seorang ketua cheerleaders dengan tubuh ramping menjulang tinggi, gaya enerjik dan wajah yang cantik, ataupun sepuluh besar gadis populer di sekolahnya.Yang pasti dugaan mereka keliru karena tipe idaman Putra bukan anak seumurannya. Ia sampirkan ransel di bahunya yang lebar, parfumnya sudah ia semprotkan tak peduli jika sudah bercampur dengan bau keringat. Ia amati penampilan tubuhnya dari kaca jendela yang dilewatinya sembari menyugar rambut cepaknya. Ia tak pernah gagal untuk kagum memandangi pantulan dirinya sendiri, "Perfect!" Puji Putra pada diri sendiri. Ia selalu bersyukur dengan kelebihan yang dimilikinya meski tak banyak yang memujinya. Ia hanya senang memuji diri sendiri. Dimatanya ia sudah menjadi pria paling tampan seantero sekolah bahkan jagat raya. Dengan langkah gagah ia mengejar Kirana, wanita yang paling cantik dimatanya, wanita yang memiliki senyum termanis dan wanita yang paling ramah baginya, wanita yang kini berada di depan matanya. Dialah guru yang baru mengajar satu tahun di sekolahnya. "Ibu," panggil Putra dengan nafas terengah. Hanya akting, ia hanya lari lima langkah dari tempat awalnya. Ia tak bisa membiarkan bau parfumnya hilang dengan cepat. "Lho Putra, kamu ngapain lari-lari, memang dari mana?" "Ga dari mana-mana cuma mau ngejar ibu." "Buat?" "Bilang I Love You," kekeh Putra sambil menunjukan heart sign dengan tangannya. Keduanya tertawa bersama. Kirana sudah terbiasa karena ini bukan kali pertama ia mendengar pengakuan cinta dari muridnya. Gombalan sudah menjadi makanan sehari-harinya di kelas. Ia tak menolak menerima cinta sebanyak itu dari murid-muridnya. Mereka semua tampak senang menggodanya, terlebih karena dia adalah salah satu guru yang paling muda di sekolah. Humble dan bisa diajak berteman. "Ibu harus jawab apa? Love you too?" "Iya terus kita jadian," jawab Putra sambil mengangkat alisnya, memamerkan sisi tampannya. Lagi-lagi keduanya tertawa bersama sambil melanjutkan langkahnya berdampingan. "Ibu udah mau pulang? Mau Putra anterin?" "Udah to the point aja, kamu mau ngomong apa sama ibu?" "Hehehe, Putra mau minta bantuan, ada materi yang susah banget masuknya, ibu bisa bantu?" "Emangnya kamu ga ikut bimbingan belajar?" "Kalau bimbel berasa ikut kompetisi bu, nanya aja malu kaya orang paling bodoh dan lemot, bisa Bu? Tolong." Putra terus merengek dihadapan Kirana, sebagai wali kelas ia tahu bagaimana watak dari anak-anak yang dibimbingnya. Ia tak lagi kaget melihat tingkah muridnya yang tak malu merengek di depannya. "Eum ... bisa sih, tapi–" Kirana tak bisa meneruskan ucapannya, tidak mungkin dia mengatakan pada muridnya jika ia butuh kehidupan di luar jam sekolah. Tidak mungkin jika ia harus berkata jujur jika diluar jam sekolah, ia ingin menjadi Kirana tanpa embel-embel guru panutan. "Gak lama kok Bu, aku ga bodoh-bodoh banget." Desak Putra kian melesak membuat Kirana sungkan untuk menolak. Jika ia guru senior yang sudah berumah tangga, mungkin dia bisa menolak dengan dalih mengurus suami dan anaknya tapi dia masih single, dia tinggal di sebuah kontrakan dan memiliki waktu yang cukup luang. "Bisa Bu?" "Bisa. Kapan, dimana dan siapa aja?" "Sore ini bu? Besok weekend aku ga mau belajar, butuh udara segar." Kirana mengangguk dengan semangat. Ia sempat lesu karena berpikir jika Putra akan meminta mengajarinya di akhir pekan. Akhir pekan adalah harinya untuk rebahan atau berkencan, Kirana tak mau mengisi waktu liburnya dengan pekerjaan yang memusingkan. Ia menyukai pekerjaannya tapi ia lebih menyukai tanggal merah, dimana ia bisa beristirahat seharian di rumah. "Oke, sore ini ya. Jam empat sampai sebelum jam enam, ibu bisa." "Makasih, Bu." Putra mengulurkan tangan untuk menyalaminya. "Ibu salim." "Ga mau, udah sana cepet pulang," usir Kirana terus terang. Ia selalu menolak muridnya untuk bersalaman. Ia merasa dirinya tak perlu disegani sebanyak itu, usianya masih muda. Dia hanya ingin lebih dekat dan bisa akrab layaknya teman dan guru sesuai dengan situasi dan tempatnya berpijak. Kirana menghela nafasnya, menatap punggung Putra yang berlari sambil terus memandang kearahnya. Mengendalikan anak SMA tidak mudah. Mereka tak pernah berhenti menggodanya, dan selalu menanyakan topik yang berbeda dari setiap materi yang diajarkan. "Jam empat, aku harus cepat." Kirana, dia seorang pengajar biologi sekaligus wali kelas 12 MIPA 3. Enggan namun tak boleh berhenti, ia bergegas menuju parkiran motornya untuk pulang ke gubug kecil dan mengistirahatkan tubuhnya. *** Rambut kuncir kuda, kaos merah muda dan mulut yang lebar menganga, menggambarkan rutinitas Kirana yang baru bangun tidur. Selepas pekerjaannya ia menyempatkan diri untuk melepas penat dengan tidur kurang lebih dua jam lamanya. Dering alarm dari ponselnya menjadi sumber utama ia terbangun. Kegaduhan yang memekakan telinga membuatnya harus mengakhiri istirahatnya. "Mager banget," gumamnya sembari merentangkan tangannya kuat-kuat hingga persendiannya berbunyi dan itu membuatnya sedikit lebih rileks. Kalau saja ia tak ingat memiliki janji dengan muridnya mungkin ia akan bablas tidur sampai menjelang malam. ia meraih ponsel yang tak jauh dari kepalanya, membaca pesan berharap Putra membatalkan janji untuk bertemu. Ia sudah mengajar dari hari senin sampai jumat jam dua belas tadi. Ia butuh waktu untuk me time ataupun quality time bersama kekasihnya. Harap tetaplah harap, ia tak mendapatkan pesan itu. 'Ibu, nanti kujemput jam empat ya.' Kirana menatap langit-langit kamarnya, merasakan jika dirinya menjadi orang paling menderita saat ini. Ia ingin bermalas-malasan dengan serial drama yang sudah di nantikannya. Sebuah panggilan masuk, tak mengejutkan namun membuat senyumnya lebar mengembang. Sang pujaan hati menelponnya. "Halo sayang," sapa Kirana langsung bangkit dari tidurnya. Rambut macannya ia rapikan, telinganya ia sumpal dengan earphone agar suaranya terdengar jelas. Panggilan video call selalu membuat ia ingin tampil cantik di depannya sang kekasih. Ia raih perona merah untuk bibir dan memolesnya tipis dan mengecapnya. ‘Perfect!’ “Halo,” sapa Kirana dengan senyum lebarnya. Kekasihnya pernah bilang jika senyumnya sangat manis dan membuatnya begitu cantik, ia semakin sering tersenyum karena ucapan kekasihnya yang selalu ia ingat. "Bangun tidur ya say?" Kirana meringis kecil dan mengangguk jujur, lagipula tidur siang itu hal manusiawi tak perlu merasa seperti wanita pemalas, sekali lagi manusiawi. "Iya, ngantuk banget mas. Bukan karena capek sih, tapi panasnya bikin pengen rebahan, ini aja aku tidur dilantai." "Kebiasaan." "He he he. Mas gimana kerjaannya? Udah cukup nabungnya belum," goda Kirana. Beberapa bulan kedepan mereka memang sudah berencana untuk tunangan, kekasihnya yang menjanjikan dan Kirana yang senang mendengar itu tak pernah bosan untuk memancingnya. Mereka bahkan sudah hampir dua tahun berpacaran. "Ada sayang, sabar yah ... kerjaan mas susah banget buat minta libur, jadi cuma bisa sabar nunggu libur panjang. Dana ada tapi timingnya yang susah." "Kiran juga sabar kok, oh iya mas. Aku ada janjian sama murid tengil minta tambahan pelajaran, jadi ga bisa lama-lama, nanti malam mas sibuk engga? Biar Kiran telepon." "Engga sibuk kalau ga ada yang ngajakin futsal, tapi nanti kukabarin kalau ada yang ngajak, kalau ga ada yang ngajak nanti kutemenin kamu videocall sampai tidur." "Ya udah, semoga ga ada yang ngajakin, Kiran matiin ya mas. Dadah sayang," ucap Kiran mematikan panggilannya. Arloji sudah menunjukkan pukul setengah empat, Kiran harus bersiap atau ia akan membuat Putra menunggu lama. Semakin telat bukankah ia juga akan semakin lama menyelesaikannya? Ia seorang guru. Disiplin adalah nama belakang yang harus dijaganya. Kirana bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya dari keringat. ‘Semangat Kiran!’

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook