bc

Blessing of Love

book_age18+
691
FOLLOW
3.8K
READ
friends to lovers
goodgirl
CEO
drama
city
like
intro-logo
Blurb

Diana dan Andrean saling mencintai. Namun, Kania, sahabat Diana mencintai Andrean. Kania melakukan segala cara untuk memisahkan Diana dengan Andean, termasuk mencelakai gadis itu. Anehnya, Diana selalu dapat lolos dari rencana jahat Kania. Semua itu berkat perlindungan dari teman beda alam yang selalu menjaga Diana.

Melihat Diana yang sering hampir celaka selama dekat dengan Andrean, kedua orang tua Diana melarang hubungan mereka. Ayah Diana yang seorang pengusaha sukses sengaja mengirim Diana ke ke luar kota dengan alasan mengurus bisnis. Hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk memisahkan Diana dengan Andrean.

Lelaki itu harus berusaha keras meluluhkan hati kedua orang tua Diana untuk mendapatkan restu dan bisa bertemu lagi dengan wanita yang dicintainya.

Usahanya sama sekali tak mudah, karena Andrean juga harus menyelesaikan urusannya dengan Kania agar wanita itu tidak lagi mempersulit hubungannya dengan Diana.

Di tempat barunya, Diana berusaha melupakan Andean .Walau hatinya berat, ia tak mampu menolak apa yang diminta kedua orangtuanya .

Bagi Diana, ayah dan bundanya adalah segalanya. Jika dengan melupakan Andrean bisa membahagiakan mereka, maka akan Diana lakukan.

Kelak, takdir yang akan menjawab setiap doa yang selalu Diana panjatkan untuk dirinya dan Andrean.

chap-preview
Free preview
Bagian 1
Tawa ceria dari dua orang gadis terlihat begitu indah. Mereka berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Beberapa orang yang mengenal mereka saling menyapa ketika berpapasan. Cuaca cerah hari itu menambah kesan cantik di wajah dua gadis belia itu. Diana dan Kania, orang-orang sering menyapanya. Mereka berdua termasuk mahasisiwi terpopuler di kalangan anak kampus. Bukan hanya karena kecantikan mereka saja, tapi, juga karena mereka yang pandai dan menjadi kesayangan beberapa dosen, dan juga sikap ramah mereka pada orang lain. "Diana! Kania!" teriak salah seorang teman mereka menghentikan langkah dua gadis itu. "Steve? Ada apa?" tanya Diana. "Kalian dicari sama Bu Siska, di tunggu di ruangannya sekarang," jawab laki-laki bernama Steve itu. "Kita berdua?" tanya Kania memastikan. Steve mengangguk mengiyakan. "Cepetan, dari tadi kalian dicariin. Ntar bu Siska keburu kebakar emosi kalau mahasiswi kesayangannya gak keburu dateng." "Oke, thanks ya. Kalau gitu kita ke sana dulu. Bye, Steve," jawab Kania. Ruangan dosen berada di lantai dua gedung B, mereka harus menaiki tangga menuju lantai dua. Sepanjang perjalanan mereka bertanya-tanya kenapa bu dosen cantik itu mencari mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian mereka dapat menemukan jawabannya, karena pasti tak jauh-jauh dari membantu ibu cantik itu mengoreksi soal latihan mahasiswanya. "Aku masuk dulu, kamu tunggu di luar dulu," kata Diana. "Oke." Sebelum masuk, Diana mengetuk pintu kaca di mana ruangan Bu Siska berada. Setelah dipersilakan masuk, ia pun masuk dan kembali menutup pintu kaca itu. "Maaf, Bu, tadi Steve bilang Ibu mencari saya?" tanya Diana sopan. "Ah, iya, saya mau minta tolong, kamu kan sudah menguasai materi yang saya berikan minggu lalu. Nanti jam satu siang saya harus menghadiri acara di luar. Tolong kamu gantikan saya mengawasi kelas saya nanti," kata Bu Siska dengan santainya. "Maaf, Bu? Maksudnya ...." Ah, ternyata salah dugaan Diana. "Hanya mengawasi, bukan mengisi materi. Jam satu nanti kamu tidak ada kelas lagi kan? Semua materi sudah saya berikan, nanti saya hanya membagikan tugas untuk mereka, jadi, kamu tinggal mengawasi saja. Bisa?" Mau berkata tak bisa pun juga tak mungkin. Maka dengan berat hati Diana mengangguk mengiyakan. "Good, terima kasih ya. Nanti jam satu saya tunggu di ruang B2. Dan sampaikan pada Kania, teman kamu itu, suruh temui saya." "Oh, Kania di depan, Bu." "Suruh dia masuk." Diana keluar ruangan dengan wajah ditekuk-tekuk. Menjadi mahasiswi kesayangan dosen tak seindah yang dibayangkan. Memang nilai terjamin, tapi, yang seperti ini menjadi beban tersendiri. "Dicariin sama Bu Dosen, sana masuk," kata Diana dengan nada lesu. Kania masuk dan menghadap dosen mereka seperti yang dilakuan Diana sebelumnya. Di kursi tunggu yang sebelumnya ditempati Kania. ***** "Bunda, Dian bulan depan magang loh, di kantor ayah aja bisa gak sih, Bun?" rengek Diana pada sang bunda. "Minta saja pada ayahmu. Pasti dia bisa melakukannya," jawab sang bunda sambil mengusap lembut surai panjang putri semata wayangnya itu. "Beneran, Bun?" gadis itu mendongakkan kepalanya menatap sang bunda penuh harap. "Apa yang tidak bisa dilakukan tuan Alberto demi putrinya coba?" "Ah, ya, tuan Alberto memang bisa segalanya," timpal Diana sambil tertawa. Nyonya Mayang, ibunda Diana tersenyum menanggapi kelakar putrinya. Ia kembali melanjutkan mengusap surai Diana seperti tadi. Mereka berdua menikmati kebersamaan yang selalu mereka ciptakan sambil menunggu pira kesayangan mereka pulang. Dan orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Suara langkah kakinya terdengar hingga ruang keluarga. Siapa lagi yang memiliki suara langkah yang khas seperti itu kalau bukan tuan Alberto. "Selamat sore wanita-wanitaku," sapanya seperti biasa. Wajah khas orang barat yang dimilikinya menampilkan senyum yang menular pada dua wanita yang menunggunya. "Sore juga, Ayah." Meski sudah dewasa, Diana masih suka bermanja-manja dengan memeluk Tuan Alberto seperti anak kecil. "Kau ini, sudah tua masih saja seperti anak SD," goda Tuan Alberto pada putrinya. "Biarkan ayahmu beristirahat. Ayo bantu Bunda menyiapkan makan malam," kata Nyonya Mayang mengalihkan perhatian putrinya. "Oh ya, aku akan masak yang spesial untuk Ayah." "Tumben sekali?" tanya Tuan Alberto memandang anak gadisnya. "Hanya ingin. Kalau begitu aku ke dapur dulu dengan Bunda." Diana mendahului Nyonya Mayang menuju dapur. Pasangan suami istri itu saling berpandangan sebelum akhirnya tertawa bersama melihat anak gadis mereka yang sudah dewasa tapi kelakuannya masih tetap seperti anak-anak. "Kenapa dia tiba-tiba seperti itu?" tanya Tuan Alberto pada istrinya. "Dia bilang bulan depan sudah mulai magang. Dia inginnya di kantor kamu." "Oh, urusan gampang itu. Biar nanti aku yang urus." "Pasti dia akan senang." Pasangan suami istri itu masuk ke dalam kamar. Nyonya Mayang melayani suaminya yang hendak membersihkan diri sepulang dari kantor. Rutinitas yang selalu dia lakukan setiap hari. ***** "Bundamu bilang kamu ingin magang di kantor. Apa benar, Sayang?" tanya Tuan Alberto seusai makan malam. "Bunda sudah cerita sama ayah?" "Ehem." Tuan Alberto mengangguk mengiyakan. "Jadi, kira-kira bisa tidak, Yah?" "Tentu saja. Apa yang tak bisa untuk ratu kecil ayah?" "Oh yeah, Ayah memang luar biasa. Dian request, Kania harus sama Dian ya." "Kania? Teman kamu yang agak-agak centil itu?" "Memang dia seperti itu, Ayah ... tapi, boleh kan?" Tuan Alberto terdiam sejenak. Menimang-nimang permintaan anak gadisnya. Sementara itu anak gadisnya menunggu dengan penuh harap. "Nanti ayah pikirkan lagi." Bahu Diana merosot kecewa. Tatapan matanya terlihat sedih. Tapi, Tuan Alberto tetap kukuh dengan jawabannya. Pria bule itu pamit untuk menyudahi acara makan malam itu. "Kenapa ayah seperti kurang suka dengan Kania, Bunda?" tanya Diana sedih. "Bukan seperti itu, Sayang. Tenanglah, pasti kamu akan selalu bersama dengan Kania. Bunda yakin itu. Lebih baik sekarang bantu Bunda membereskan meja makan, lalu istirahat." Diana menurut dengan apa yang dikatakan Nyonya Mayang. Walau tak ada semangat untuk melakukan, tapi ia tetap melakukannya untuk membersihkan bekas piring kotor. "Nona, biar saya yang melanjutkan," kata maid yang bekerja di rumah itu. "Terima kasih, Bibi San." Diana menyerahkan tumpukan piring di tangannya pada Bibi San. Setelah itu ia pergi meninggalkan dapur menuju ke taman yang ada dekat dapur. Malam itu langit terlihat cerah. Banyak bintang bertebaran. Bulan sabit terlihat sangat jauh di langit tinggi. Di saat menikmati malam itu Diana merasakan getaran panjang di saku celana yang dia pakai. Ponsel yang sejak tadi tersimpan di sana bergetar panjang karena panggilan masuk. "Kania? Tumben sekali dia menelepon?" kata Diana pada dirinya sendiri. "Ada apa?" tanya Diana pada sahabatnya. "Di aku kesel banget tahu sama bu Siska. Tugas yang dia kasih ke aku menyiksa batin banget!" teriak Kania di telepon sampai membuat Diana menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Kenapa sih? Belum selesai emangnya?" "Nih, masih ada dua tumpuk lagi. Sakit mata aku baca satu persatu tulisan mahasiswa ini. Susah diterjemahkan." Kania mengarahkan layar kameranya sehingga Diana bisa melihat tumpukan kertas di atas kasurnya. "Niat banget bu Siska ngerjain kamu. Semangat Kania sayang. Selamat lembur," kata Diana yang membuat sahabatnya semakin kesal. "Tau ah ngeselin emang punya sahabat satu macam kamu. Gak bantuin malah ngejekin. Ya udah, bye!" Sambungan video call terputus begitu saja karena Kania sengaja mematikannya. Melihat wajah suntuk temannya sedikit menaikkan mood Diana yang sempat buruk. Ia pun mengirimkan pesan pada sahabatnya sebuah foto langit di atasnya. Dia memberikan sebuah caption di bawahnya. 'selamat bekerja. Aku sedang menikmati malam indah sambil berkhayal ditemani oppa Korea.' Diana tertawa sendiri membaca caption yang dia buat. Ia meletakkan ponsel miliknya di lantai di samping dirinya duduk. "Kalau saja aku punya saudara pasti tak akan merasa kesepian seperti ini," ucap Kania pada dirinya sendiri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
12.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
94.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook