bc

ADIKKU (BUKAN) SAINGANKU

book_age16+
32
FOLLOW
1K
READ
family
opposites attract
like
intro-logo
Blurb

Ratna dan Farah adalah sepasang adik kakak yang selalu di jadikan bahan perbandingan oleh kedua orang tuanya. Ratna yang selalu salah di mata orang tuanya, dan Farah yang selalu mendapatkan pembelaan. Keduanya tumbuh menjadi anak yang memiliki sifat dan karakter berbeda meskipun terlahir dari benih yang sama. Akankah hubungan mereka selalu baik-baik saja?

chap-preview
Free preview
Ampun, Ibu!
Pengantar Liburan sekolah kali ini, Ratna berencana untuk berkunjung ke rumah kakek-neneknya yang berada di kampung sang ibu. Dia sudah merencanakan liburan tersebut cukup lama sekali. Bahkan, Ratna sudah menabung dari awal untuk dapat mewujudkan rencananya ini. Dia sangat merindukan kakek dan neneknya karena memang sudah lama kedua orangtuanya tidak mengajaknya untuk mengunjungi kampung ibunya. Tapi, rencana memang hanya tinggallah sebuah rencana. Adiknya Farah berkeinginan untuk menghabiskan waktu liburan sekolah ini untuk berkunjung ke Villa milik keluarga mereka yang terletak di sebuah kawasan pegunungan. Dan seperti biasa, tentu saja Farah yang akan menjadi pemenangnya karena orang tua mereka lebih setuju untuk mewujudkan keinginan Farah. Kecewa? Ya, tentu Saja. Ratna merasa ini adalah ketidakadilan yang sudah berulang kali dia alami. Ketidakadilan atas keinginannya sendiri yang tidak pernah terpenuhi. Berbeda dengan Farah yang hanya dengan sekali ucap saja keinginannya akan langsung terwujud. Ratna tidak mengerti, mengapa kedua orang tuanya selalu mendahulukan keinginan Farah. Apakah karena ia adalah anak pertama yang memang harus selalu mengalah? Apakah menjadi anak pertama akan semenyebalkan ini? Ratna pun sangat tidak mengerti. Padahal jika menelisik kehidupan teman-temannya di sekolah, tidak ada yang bernasib seperti Ratna meskipun mereka sudah memiliki adik. Bahkan, ada diantara mereka yang memiliki adik lebih dari satu. Pernah terfikir dalam benaknya apakah dia adalah anak pungut? Atau anak yang di adopsi dari panti asuhan seperti di film-film yang suka dia tonton? Ah sepertinya tidak seperti itu konsepnya. Lantas, mengapa? *** Suatu ketika, Ratna bertanya kepada Ningsih ibunya. "Bu, Kenapa ibunya Hanin ngomongnya ngga sopan sih sama ibu?" Tanya Ratna kecil kala itu. Sebuah pertanyaan yang mengubah Ratna di masa depan. Sebab, tidak di temukannya lagi Ratna yang ceria dan berganti dengan Ratna yang murung dan tidak pandai bergaul. "Iya, soalnya ibu tadi nasehatin si Hanin. siapa suruh dia tadi isengin Farah." Jelas Ningsih, sang Ibu. "Tapi kan Farah emang yang nakal duluan Bu, tadi dia lempar-lemparin b4tu ke Hanin, sampai tangannya Hanin luka." Ucap Ratna kepada Sang ibu dengan polosnya. Namun, kesalahan fatal yang di lakukan Ratna kecil adalah berusaha menjadi sosok pahlawan kesiangan untuk teman main adiknya tersebut. "Heh elu tuh ngga usah belain orang lain. Lu tau apa hah? Adik sendiri di salah salahin, orang lain di bela-belain. Lu mau gua pukul hah? Biar lu tau rasanya di pukul ya sini lu b4ngs4t." Berang Ningsih. Kepala yang penat sehabis berperang mulut dengan ibu dari Hanin teman main anak bungsunya, membuat Ningsih tidak dapat menahan emosinya yang seketika meledak. Mendengar ucapan sang anak sulung yang terkesan lebih membela orang lain dari pada adiknya sendiri, otomatis bagaikan bom atom yang siap meledak saat itu juga. Bugh bugh bugh Ningsih pun kalap. Dia memukuli anak sulungnya dengan membabi buta. Dalam pandangan Ningsih saat ini, seolah Ningsih mendapatkan sasaran empuk untuk melampiaskan amarahnya yang belum tuntas habis terkuras. "Ampun Bu, Ratna cuma ngasih tau yang sebenernya doang Bu." Bela Ratna kepada Ningsih. Ia sungguh tidak menyangka bahwa reaksi dari sang ibu akan seekstrim ini. "Halah b4cot lu. Mulut lu ngga bisa di jaga, kurang ajar emang lu." Balas Ningsih lagi dengan sengit. Dia tidak mengindahkan jerit kesakitan dari sang anak sulung. Dia tidak peduli meskipun Ratna adalah anak yang dilahirkannya dari rahimnya sendiri memohon ampun pada dirinya. "Ampun Bu. Ratna minta ampun." Ucap Ratna sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya akibat serangan dari sang ibu. Air mata Ratna pun menetes dengan derasnya. Dia teramat sedih dan tak menyangka ibu kandungnya sendiri akan tega berlaku demikian kepadanya. Ningsih pun terus memukuli Ratna tanpa ampun. Dia tidak membiarkan sedetikpun tubuh kecil Ratna lolos dari pukulan tangannya sendiri. Dia benar-benar tidak terima ketika ada yang dengan sengaja menyalah-nyalahkan anak bungsunya. Meskipun yang melakukan itu adalah anak sulungnya, Ningsih tidak gentar. Dia terus saja melampiaskan amarahnya yang kembali memuncak akibat perkataan Ratna. Ningsih betul betul definisi ibu yang tak punya hati. Rasa sakit yang menjalar di tubuh Ratna membuatnya tidak mampu berkata apapun. Apalagi sekedar memohon ampunan kepada ibunya pun dia sudah tak kuasa. Hanya lelehan air mata yang mengalir deras ke pipi sebagai pertanda betapa hancur hatinya saat ini akibat dari perbuatan sang ibu kandung. Bugh Bugh Bugh Ningsih belum merasa puas melampiaskan amarahnya yang sedang berada di puncaknya saat ini. "Ampun bu. Ampun." Tangis Ratna dengan suaranya yang semakin melemah dan bergetar. Ia hanya bisa pasrah andaikan detik ini juga Dia akan menemui malaikat maut. "Makanya elu tuh kalo mau ngomong di pikir dulu. Jangan sembarangan ngomong. Anak ngga tau diri. Masih untung ya gua mau ngurusin elu. Dari orok lu gua urusin, gede malahan ngga tau diri. Sial bener lu anak." Ucap Ningsih, masih dengan emosi yang menggebu. Tidak hanya tangannya yang bergerak lincah di tubuh putri sulungnya. Tapi, bibirnya pun mahir untuk mengeluarkan segala sumpah serapah dan caci maki. Seakan Ningsih lupa jika ucapan seorang ibu akan sangat mudah di aamiin kan malaikat dan menembus langit. "Masuk kamar lu Sono, jangan lu berani keluar kamar kalo ngga gua suruh. Jaga itu mulut, jangan sampe gua m4ki m4ki lu anak si4l." Tambah Ningsih kepada Ratna. Setelah berkata demikian, Ningsih segera berpaling muka tak ingin menatap anak sulung yang baru saja menjadi samsak hidupnya tersebut. Ratna tidak menjawab perkataan sang ibu lagi. Dia langsung beringsut menjauh dari Ningsih. Tidak seperti anak-anak lainnya, saat ini dia tidak ingin berlama-lama berada di dekat Ningsih. Sekarang, tidak hanya fisiknya yang sakit. Hatinya pun telah teramat sakit. Luka psikis yang di alami Ratna tidak akan terlihat dari luar, dan hanya dapat di rasakan oleh Ratna sendiri. Dia tidak menyangka bahwa ibunya akan bertindak se-anarkis ini. Memang ini bukanlah kali pertama Ratna merasakan bogem mentah dari sang ibu. Tetapi, sebelumnya pun sang ibu tidak pernah memukulinya sebrutal itu. Usia Ratna kala itu baru memasuki usia 7 tahun dan saat itu adalah saat-saat tersuram yang dia alami. Tidak ada yang menghiburnya untuk mengobati luka hatinya. Tidak ada pula yang membantu mengompres luka pukulan dari ibunya yang membabi buta. Tidak ada teman yang dapat membantunya mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Semua dia lakukan sendiri, dan hal tersebut yang membentuk Ratna menjadi pribadi yang penakut dan tidak pandai bergaul. Bahkan, dia pun menjadi korban perundungan dari teman-temannya di sekolah. Sungguh miris sekali bukan kisah Ratna ini? Bersambung... Waahhh... Ratna kasihan sekali ya readers Mimin ngetik ini sambil ngerasain gimana frustrasinya Ratna saat itu. Semangat selalu Ratna, life must go on

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.4M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
458.0K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
487.7K
bc

The Perfect Luna

read
4.0M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
595.7K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
459.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook