bc

Oyot Mimang ( Alas Lali Jiwo )

book_age12+
58
FOLLOW
1K
READ
tragedy
humorous
mystery
like
intro-logo
Blurb

"Kuwi sing podo master e loh cah, kok iso loh kenek Oyot Mimang."

Bukan jaminan ketika sudah sangat hapal track kita bisa asal asalan atau semau nya berdiam di dalam hutan, bukan hanya bekal logistik dan keahlian mountenering saja yang dibutuhkan untuk "piknik" di hutan tapi juga butuh bekal Keimanan kita kepada Sang Pemilik Hutan. Jaga Lisan Jaga Pikiran Jaga Perbuatan jika tidak, maka kalian akan mengalami apa yang Sartika dan teman teman nya rasakan...

Tempat itu adalah Alas Lali Jiwo, pemiliknya adalah Arjuno, pembuatnya adalah Dia Sang pemilik para hamba dan tempat itu begitu keramat hingga siapapun yang menjejakkan kaki kakinya di sana tidak pernah merasakan tenang jiwanya, bahkan pendaki terlatih sekalipun tidak bisa melampauinya.

Tapi tidak dengan gadis itu, dia menjadikan Alas Lali Jiwo sebagai rumahnya, tempat terindah dan ternyaman di sepanjang hidupnya yang selalu memberikan carik-carik bahagia. Pasak bumi tertinggi keempat itu begitu hangat memeluknya, seakan enggan untuk merelakan jejak langkah kepergiannya. Akar-akar Mimang yang menggelayuti gerbang pasak bumi gagah itu telah mendekapnya dengan sangat erat, seakan ada janji terikat di antara keduanya yang tak cukup ditebus dengan tirakat ataupun taubat.

Tersesat?

Terjerat?

Terperangkap?

Tidak!

Aku, ga akan pergi dari sini sampai kamu datang menjemputku.

Aku yakin, kamu pasti datang.

Meskipun harus ditemani oleh kantong tebal berwarna senja yang aku ga ingin melihatnya.

Akar-akar Mimang yang hangat ini akan menemaniku hingga ga akan ada lelah yang mengakhiri penantianku.

Kumohon, datanglah cepat-cepat selagi cangkir ini masih hangat dan mengeluarkan kepulan asap,...

“Gila!”

Bught.

Bught.

“Lo ngapain! Gila, ga bener ini!”

“Bukan Oyot Mimang yang salah selama ini, tapi manusia-manusia kayak lo yang kurangajar!”

“Gila!”

Bugh, Bugh, Bugh

chap-preview
Free preview
» Bab 1 | Halusinasi «
“Ya Ampun Sartik, sumpah ini indah banget nget nget nget nget tau! Sartika hanya menoleh kepada Nina yang menghambur begitu saja ke arah rerimbunan pohon Cantigi yang berbaris rapi di pelipis tebing. Sartika kemudian menghentikan langkahnya dan berdiri dengan kedua kaki yang saling bersiaga di atas bebatuan demi menopang berat tubuhnya agar seimbang. Pandangan matanya dibuatnya selalu awas dengan kondisi sekitar sembari terus memperhatikan Nina yang tengah merasakan euforia. Melihat tingkah Nina, Sartika menarik kedua sudut bibirnya seolah sedang menyembunyikan senyum. Setelahnya Sartika berniat mengistirahatkan tubuh lelahnya dengan bersandar pada pohon Edelweiss yang sudah menarik perhatian nya sejak menapakkan kaki di punggungan pasak bumi yang gagah itu. Sartika berangsur menuju pohon Edelweiss incarannya, nafasnya begitu berat dan nampak dengan jelas Sartika tengah berusaha mengatur nafasnya yang ter engah-engah. Nampak susah payah Sartika menghela nafasnya agar terlepas ketika menyahuti kegembiraan Nina yang terus meminta perhatian dari dirinya. Sekejap waktu Sartika berhasil membuat tubuhnya beristirahat, bersandar di sebuah pohon bunga abadi yang batangnya hanya sejurus saja dan tak cukup untuk bersandar. Namun tak jadi soal bagi Sartika yang telah terbiasa, bahkan Sartika nampak sangat nyaman mengistirahatkan tubuhnya sekaligus mengawasi Nina yang masih saja begitu ceria dengan bahagia nya. Meski begitu, berkali kali Sartika dibuat khawatir oleh tingkah Nina yang tak payah terus berdecak kagum hinggap dari satu bebatuan ke bebatuan lainnya menari nari berbangga diri dengan dirinya yang tengah berhasil menjejakkan sepasang kaki cantiknya di punggung gunung untuk pertama kalinya. Sartika hanya bisa mengangkat alisnya yang basah dan berpeluh tanpa seka. Merasakan hembusan angin yang cukup kencang menyapa tubuh yang seakan mampu menghempaskan lelahnya, Sartika merebahkan punggungnya di atas carrier pink menyala yang ukuran nya sedikit melebihi batas bahu tubuh mungilnya. Carrier dengan tinggi hampir tiga perempat meter itupun tetap berada di gendongan punggungnya saat Sartika merebahkan tubuhnya begitu saja. Anggap saja seperti sedang bersantai di kasur, begitu jawab Sartika setiap kali ditanya oleh anggota anggota baru nya tentang bagaimana rasanya tidur bersandar tas besar yang nampak penuh sesak, padat dan keras. Sartika mengusap peluh peluh yang membasahi wajah lusuhnya sembari terus memperhatikan gerak Nina, alih alih mengawasi Nina yang masih terus berbicara sesuka hatinya Sartika merasakan pening menyerang kepalanya. Nina masih nampak begitu terlena dengan kegembiraan nya tanpa lelah Nina terus berbicara dan menanyakan semua hal kepada Sartika meskipun Sartika hanya menyahutinya dengan deheman nya saja. Nina yang tak henti henti mengucapkan puja puji kepada Tuhan di setiap apa yang dipandang oleh kedua indra nya itu sekilas membawa Sartika pada kenangan kenangan nya disaat pertama kali mengenal aktifitas outdoor yang penuh tantangan dan mistis ini. Betapa Sartika pun dulu juga bertingkah seperti Nina, Sartika tersenyum kecut mengingat masa lalunya itu. Awan awan berarak semakin cepat dan cepat. Sartika menghitung waktu, memperhatikan suasana cuaca yang terus berubah. Sembari terus mengurut dahinya yang berpeluh basah, Sartika membagi arah pandangan nya. Sartika harus tetap awas memperhatikan Nina yang masih terlarut dengan sukacitanya, dan Sartika pun harus selalu waspada dan siaga dengan kondisi perubahan cuaca disekitarnya. Sartika mulai merasakan gerak gerik yang berlebihan pada Nina, disaat yang sama tubuh Sartika merasakan titik air yang jatuh tepat pada wajahnya. Gelisah, Sartika mencoba untuk tetap tenang dan berbaik sangka. Anggap saja Nina sedang menikmati euforia nya yang memang pendakian ini adalah sebuah pencapaian terindah buat Nina yang baru sekali ini menapaki punggung gunung dan langsung turut serta pada ekspedisi di Gunung yang dikenal dengan berat medan tempuhnya. Hati Sartika mulai bergejolak mendapati Nina terus menari dan menari seperti bocah kecil. Seperti meracau , nampak jelas oleh Sartika Nina terus berbicara tanpa jeda sembari bibirnya terdengar lamat lamat terus saja memuji muji tiada henti kepada Tuhan. Pun Sartika mendengar jelas , Nina berkali kali melontarkan pujian nya kepada Sartika dengan rona mata dan wajah yang sangat ceria tanpa lelah. Meskipun terasa tidak biasa, Sartika masih berpikir bahwa sepertinya Nina sedang merasa sangat bersyukur karena dirinya telah mengijinkan Nina menjadi bagian dari ekspedisi yang baru kali pertama diikuti oleh para anggota komunitasnya itu. Sartika terus berpikir, Nina merasa usaha keras nya meyakinkan dirinya sejauh ini tidaklah sia sia. Yah, karena tentu saja Sartika punya syarat syarat dan ketentuan ketentuan yang harus dilakukan Nina untuk bisa ikut ekspedisi bersama komunitas pecinta alam nya itu. Syarat dan ketentuan yang sempat membuat Nina hampir menyerah karena payah. Sartika tidak hanya mengajak Nina berlatih fisik seperti pada umumnya yang biasa dilakukan Sartika dengan anggota anggotanya, tapi khusus buat Nina yang manja konsisten berlari pagi dengan nya di lapangan basket kampus tidaklah cukup. Sartika pun meminta Nina untuk juga menahan diri untuk tidak bersolek ataupun mewarnai wajahnya dengan make up tebal berwarna warni. Maklum Nina adalah mahasiswi Public Relation yang mengharuskan nya selalu tampil cantik mempesona. “Thank you, Sartiiik,...“ Sartika melengos. Buru buru diusapnya pipinya yang baru saja di kecup manja oleh Nina. "Ihhhh." decak Sartika merutuki sikap berlebihan Nina kepada nya. Sartika mendelik kepada Nina yang terkekeh melihat reaksi dirinya. "Untung saja tidak ada pendaki lain yang melintas. Apa kata dunia kalau ada yang melihat tingkah Nina" gumam Sartika tanpa suara. “Hai puncaak! tunggu aku yah,..." "Berapa lama lagi kita nyampe sana Sartiiiik!“ teriak Nina yang masih menari nari berhamburan di hamparan bebatuan yang terjulur serupa karpet merah panjang menuju singgasana Raja. “Bentar doang.“ balas Sartika nyaris tak bersuara. Nina nampak tak perduli dan terus menari nari saja. Sartika menarik sudut sudut bibirnya, kemudian mengangkat alisnya. Ekspresi Sartika ketika sedang berbohong. Bukan hanya tentang berbohong kepada Nina di saat ini saja ketika Nina bertanya kapan perjalanan ini akan sampai di puncaknya. Kebohongan yang diperbolehkan menurutnya, kebohongan yang harus diucapkannya ketika anggota anggota nya bertanya tentang kapan dan berapa lama lagi sampai puncak megah yang selalu jadi harapan dan tujuan di setiap pendakian. Sartika mendengus, berharap Nina tidak mendengar apa yang di ucapkan nya. Perjalanan menuju puncak masih 4 jam lagi, dan membutuhkan perjuangan yang cukup berat. Sartika tak ingin teman nya merasakan kehilangan semangat untuk menikmati keindahan hanya karena menyadari bahwa jalan yang harus ditempuh nya masih panjang dan berat. Nina nampak menikmati semua yang dilihatnya, lelah yang setiap lima menit dia keluhkan seperti terbayar kan. Hamparan pohon pohon edelweis di antara jalan berbatu batu berhasil memikat hatinya. Dia berputar putar dari satu pohon ke pohon yang lain. Tangan nya gemas ingin memetik tangkai tangkai edelweis yang melambai lambai seperti menggodanya untuk dipetik. "Jangan sekali kali ngambil apapun dari hutan!" Sartika menghalau tangan Nina yang hampir saja memetik tangkai edelweis yang nampak seksi menggoda. Nina menoleh, memandang sejurus tepat pada mata Sartika yang tajam ke arahnya. "Termasuk edelweis, please tahan keinginan itu. Edelweis dilindungi ga boleh dipetik apalagi di bawa pulang" Lanjut Sartika yang kemudian meraih tangan Nina yang jemari jemari nya sempat sedikit mematahkan setangkai edelweis yang hendak disimpan nya dalam kantong celana lapangan yang dia kenakan. Nina memandang Sartika dengan pandangan tak biasa, namun sesaat saja kemudian berlalu menjauh dari Sartika dan kembali hinggap dari satu pohon ke pohon edelweis. Sartika mengabaikannya karena Sartika terlampau lelah. Sartika menghela nafas panjang dan dengan langkah berat kembali berjalan menapaki hamparan bebatuan dengan carrier di gendongan punggungnya. Sartika terus menjaga arah pandangan nya pada Nina, memperhatikan dengan cermat. Tepat nya bukan hanya memperhatikan saja, tapi Sartika sudah membulatkan mata tajamnya dan seperti siap menerkam nya ketika tangan Nina kembali terampil menjamah edelweis edelweis yang begitu memikat erat pandangan nya. “Sartiiiik!" "Aku lihat kapaaaaal!" "Kereeen Sartiiiik kereeeen!“ Nina sudah berdiri di pelipis tebing sambil menunjuk ke arah arak arakan awan tebal yang menggulung gulung indah. Mata nya berseri seri seperti balita menemukan permen gula kapas di taman kota. Sartika menoleh ke arah asal suara Nina yang berteriak histeris padanya. Sartika menghentikan langkahnya sesaat sembari mengambil nafas, dan kemudian kembali melangkah dengan teratur. “Laut Surabaya memang kadang suka terlihat dari sini Nin,“Ucap Sartika asal sembari pandangannya mengikuti gerakan awan awan yang selalu berhasil membuat dirinya takjub. Selalu. "Apa ?" "Kapal ?" Sartika mempertajam penglihatannya. Dia menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatannya yang semula akan berteduh dibawah rimbunan pohon edelweis yang berjarak lebih dari 3 meter dari Nina. Mata Sartika memang tak lepas dari Nina yang terus bergerak menikmati kecantikan tubuh Arjuno. Kini mata Sartika berpindah menjadi mode waspada, ketika Nina meneriakkan melihat kapal. Halusinasi ? Sartika berpikir Nina mulai berhalusinasi dan itu bahaya, karena medan jalur menuju ke puncak ini begitu sempit, dan kanan kiri adalah jurang. Ketika siapapun yang memandang awan awan yang indah dengan tatapan takjub dan terlena, kaki mereka selalu ingin saja melangkah mendekati hamparan awan awan itu, tanpa sadar pijakan kaki mereka adalah kosong. Apalagi ketika mereka meracau melihat kapal yang berjalan mendekati mereka, praktis mereka sedang berhalusinasi. “Nina, mundur Ninn!“Teriak Sartika sembari kemudian mempercepat gerakan kakinya menuju posisi Nina berdiri. “Aku lihat kapal Sartik, lihat cantik banget dan kapal nya mendekat Ya Ampuuuuun.“ “Mundur Nina! Ayo mundur!“ “Ga mau Sartiiiik,...“ “Astaghfirullohaladzim!“ Sartika menarik mundur Nina kuat kuat, tapi Nina bersikeras ingin melangkahkan kakinya maju. Tentu saja itu artinya celaka, begitu kaki nya melangkah Nina akan terjatuh ke jurang. Sartika terus berupaya menahan tubuh Nina yang menggeliat ingin lepas dari lingkaran tangannya. Mencoba untuk tetap tenang meski panik mulai menyerang, Sartika mengedarkan pandangan nya mencari siapapun yang bisa membantunya. Sartika mulai gelisah sembari terus melafalkan semua bacaan doa yang dia bisa, Sartika tengah mencoba menenangkan dirinya sendiri kini. Sartika pun berpikir keras, bagaimana bisa teman teman nya tidak ada satupun yang terlihat disekitar dirinya padahal posisi Nina dan dirinya tidak terpaut jauh dengan rombongannya. "Kemana bagian sweaper ini?" gumam Sartika gemas. “Mas Wiiiiir!“ teriak Sartika sekeras mungkin, berharap Wirya mendengar suara nya. Sartika berpikir bahwa Wirya berada tak jauh dari posisinya, karena yang Sartika tahu Wirya terlihat berjalan dibelakang nya. Kalaupun Wirya ambil istirahat, harusnya posisi nya tidak jauh darinya dan harusnya Wirya bisa mendengar teriakan nya. “Jack!!!" "Jack! Mundur cepeeeet lari!“ Mata Sartika melihat seseorang berlari dari arah atas, dia yakin itu Zakaria. Seperti mendengar teriakan Sartika, nampak dari kejauhan Zakaria menambah kecepatan berlarinya, hingga hampir hampir dia terperosok karena terpeleset bebatuan. “Ya Alloh!“ Zakaria langsung mengambil alih apa yang dilakukan Sartika. Zakaria nampak begitu cekatan karena panik menguasai pikirannya. Melihat Nina yang terus meronta dan Sartika nampak kewalahan menahan Nina, Zakaria menuntut penjelasan dari Sartika. "Kenek opo arek iki Sartik?" Zakaria berkuat membantu Sartika menahan Nina yang terus berontak dan menolak ditarik mundur dari tempat nya berdiri. Sartika dan Zakaria panik namun terus menjaga kestabilan badan mereka supaya kaki kaki mereka tidak tergelincir. “Kenapa dia Sartik?“ Ulang Zakaria ketika Sartika mengabaikannya dan terus terlihat berkeras menarik tubuh Nina. “Pegang tangan nya paksa mundur pelan pelan!“Titah Sartika yang langsung ditanggapi dengan cekatan oleh Zakaria. “Ya Alloh, berat e kamu ini Nin,...“ Kesah Zakaria ketika merasakan dirinya kepayahan menahan tubuh Nina yang terus menggeliat memberontak. Zakaria dan Sartika terus bekerja sama menarik tubuh Nina penuh kehati-hatian . Tubuh Nina yang tinggi besar jelas menyusahkan Zakaria yang postur tubuhnya lebih kecil dari Nina. Berulang kali Zakaria memperbaiki posisi tangan nya berhati hati agar tidak lepas kendali, dan sesekali mata Zakaria melirik ke bawah yang sukses selalu membuat nya bergidik. Ngeri! Yang terlihat hanya gumpalan awan yang seperti saling memanggil kawan kawan nya untuk menerjang siapapun yang berada didekatnya. Zakaria merasakan tubuhnya semakin tegang ketika sedikit sekawanan awan melintasi tubuhnya. Pandangan mata Nina yang tiba tiba menyorot tajam kepada dirinya semakin membuat Zakaria merinding tanpa alasan, hampir hampir dia kehilangan kekuatan dan Nina sedikit terlepas dari genggamannya. Melihat itu Sartika geram dan mencengkeram lebih kuat bahu Nina yang kini bergantian menyorot pada Sartika, namun tatapan Nina dipandang kosong dan lemah oleh Sartika. Zakaria memfokuskan matanya pada Sartika kini. “Hey Sartik, kamu mau apa ?“ hardik Zakaria melihat Sartika seperti bersiap hendak melayangkan tamparan nya ke arah wajah Nina. Sartika tetap fokus menatap wajah Nina yang tampak kosong itu. “Hey! Ga usah lah sampai begitu!!!“ teriak Zakaria lebih keras, badan nya hampir saja terjatuh karena konsentrasi nya terbagi antara menahan tubuh Nina dan menahan tangan Sartika yang mencengkeram menguasai bahu Nina. “Sartik !!!“ Terlambat, Sartika tunai melayangkan sebuah tamparan kepada pipi Nina. Tidak begitu keras tapi cukup membuat Zakaria terkaget kaget dan menyesali perbuatan yang dilakukan Sartika dihadapannya itu. Nina terhuyung. “Sartik! a*u kowe! “ Umpat Zakaria serius yang menyesali perbuatan Sartika. Sartika yang nampak biasa saja semakin membuat Zakaria heran, tak habis pikir dengan sikap keras Sartika kepada Nina. Seperti mempunyai kekuatan tambahan, Sartika dengan segala daya kekuatan yang dia punya menarik kedua lengan Nina yang mulai melemah, mengabaikan Zakaria yang kerepotan mengatur posisi untuk mengimbangi langkah Sartika menarik tubuh Nina membawa menjauh dari bibir tebing. “Buat dia sadar dulu tau, Jack!“ Ucap Sartika sedikit terdengar membentak kepada Zakaria. Zakaria mengalah dan merasakan Sartika telah dikuasai kepanikan, Zakaria mengenal Sartika. Seperti tanpa sesal, Sartika kembali meraih wajah Nina yang kuyuh. Zakaria was-was memperhatikan apa yang akan dilakukan Sartika setelahnya. Zakaria merasakan tubuh Nina kembali menguat dan seperti hendak kembali menggeliat memberontak dari cengkeraman dirinya dan Sartika yang masih berupaya membawa menjauh dari bibir tebing yang berbahaya itu. Zakaria terus mengawasi Sartika, alih alih Sartika ingin melayangkan tamparan sekali lagi kepada Nina, Zakaria belum melihat wajah penyesalan dari air muka Sartika. Zakaria menggelengkan kepalanya, saat Sartika menatap dirinya penuh tanya. Terlihat jelas mata Sartika penuh lelah. Memanglah betul tamparan Sartika kepada Nina membuat Nina sedikit tenang dari geliat nya, tapi tetap saja Zakaria sangat tidak menghendaki nya jika Sartika akan mengulanginya sekali lagi. “Ga harus kasar gitu, ini di gunung loh, inget itu.“ Nasehat Zakaria sesaat setelah matanya saling beradu pandang dengan Sartika. “Dia ga sadar Jack.“ Jawab Sartika geram. “Ayo tarik sama sama.“ Sahut Zakaria mengabaikan kalimat Sartika Zakaria memberikan komando kepada Sartika untuk menarik mundur tubuh Nina yang mulai melemah lagi. Mereka berdua membawa tubuh Nina untuk bersandar di batu batu besar di bawah rimbunan pohon edelweis. “Ya Alloh abot eram kowe iki...“ Zakaria yang bertubuh kecil merasakan kepayahan setelah berhasil menarik mundur tubuh Nina diantara bebatuan yang terjal. Dan kesulitan itupun tak pelak membuat Sartika terjerembab, kaki nya terperosok karena berjalan mundur. “Aaaaah.....“ Sartika merasakan kaki kanan nya kesakitan sepertinya terkilir. Dia merasakan sakit yang cukup hebat hingga wajah nya tampak memerah menahan nyeri. Zakaria menoleh ke arah Sartika berada, setelah merebahkan tubuh Nina yang melemah diantara pohon tumbang, Zakaria membantu Sartika yang ter pincang-pincang. “Kamu ra popo Sartik?“ “Sepurane ..." Zakaria berusaha untuk tidak panik, meski tampak sekali kegelisahan di wajah nya. Peluh nya bercucuran deras sekali, tangan nya gemetar saat membopong Sartika membantunya berjalan sampai di dekat dirinya merebahkan tubuh Nina. Zakaria membantu Sartika melepaskan sepatu nya dan segera memeriksa sumber rasa sakit yang dikeluhkan Sartika. Sartika hanya bisa meringis menahan nyeri. Air mata nya mengalir tanpa komando. “Jack, jangan panik ini biasa terjadi kalau kita melakukan pendakian.“Sartika mencoba menenangkan Zakaria yang mulai terlihat tersedu menahan diri supaya tidak menangis. Zakaria masih terdiam menunduk sembari terus berupaya membantu mengobati kaki Sartika dengan sepaket peralatan medis yang ada di daypack nya. Sartika mengatur nafas dan terus memperhatikan tubuh Nina yang sepertinya sedang tertidur sembari dirinya menahan rasa nyeri dan gelisah yang seakan terus menguasai. Zakaria menyelesaikan dengan baik, membalut kaki Sartika yang terlilit diharapkan nya bisa membuat kaki Sartika sedikit membaik. Meskipun tidak yakin dengan apa yang dilakukannya, dengan bimbingan Sartika Zakaria sedikit merasa puas dengan upaya penyelamatan yang sudah dilakukannya untuk Sartika. Zakaria pun merebahkan tubuhnya pada bebatuan setelah menghabiskan separuh isi dari botol mineral 1500 liter yang dibawanya dalam kantong carrier gembul miliknya. “Loh kenapa ini ?“ Suara menggema diantara derap kaki yang diabaikan Zakaria dan Sartika tiba tiba membangunkan sepasang mata yang tengah dibiarkan terpejam itu. Sartika membuka matanya dengan segera, setelah mengenali suara itu. “Mas Wirya!" "Darimana ajah! Bukannya tadi dibelakang ku ? Kenapa tiba tiba menghilang begitu ajah???“ Tukas Sartika bertubi tubi lengkap dengan wajah gemas tanpa bisa menggerakkan kaki dan tangan nya untuk meninju Wirya seperti biasanya ketika Wirya membuatnya kesal, lebih tepatnya marah. Wajah Sartika pun menjadi sangat merah dan sangat tidak sedap dipandang oleh Wirya. Zakaria yang menyaksikan drama itu dari mata sipitnya, memilih untuk tetap memejamkan matanya saja. “Lah ini nungguin pasukan pasukan ini, ...“ Wirya dengan segera bisa membela diri, tepat setelah Sartika berhenti memarahinya suara gemuruh beberapa langkah kaki kaki penuh semangat semakin dekat terdengar oleh telinga Sartika dan tentu nya Wirya. Suara celoteh Yulia terdengar mendominasi. Wirya mengkondisikan pasukan pasukan nya yang tiba tiba datang menderu. Zakaria bermain mata dengan Wirya, saling mengedikkan bahu. “Kamu kenapa Sartik?“ Suara manja itu membuat Sartika harus merapikan posisi duduknya, geraknya yang terbatas mengundang perhatian si empunya suara manja itu. “Aku ga apa-apa Yul," jelas Sartika ketika Yulia mengambil duduk disampingnya penuh tanya, diedarkannya pandanganya ke sekeliling penuh selidik. "Mas, Nina tertidur di sana.“ Tunjuk Sartika seraya memberi tahu Wirya ada sesuatu yang terjadi yang harus segera diatasi oleh Wirya. Yulia dan beberapa mata para pasukan pasukan yang sedang saling mencari tempat untuk istirahat pun teralihkan pandangan dan perhatian mereka kepada telunjuk Sartika yang mengarah pada Nina. Yulia kembali mencari posisi nyaman untuk mendampingi Sartika yang tampak meringis kesakitan, dan Yulia membidik mata Zakaria untuk memberikan nya kode tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Sartika. Zakaria pun terpaksa harus bangkit dari tidurnya, dan kembali mencoba memijat kaki Sartika yang sempat dirawatnya itu. Setelah merasa cukup dan Sartika merasa sedikit nyaman, Zakaria bangun dari posisi nya dan berdiri bergabung dengan Wirya yang sedari tadi mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan Sartika, Nina juga Zakaria. “Ihhh, kamu habis nangis yah Jack?“ Yulia tiba tiba menyeletuk saat mendapati Zakaria mengusap mata nya yang basah dan celetukan Yulia itu praktis menggemparkan suasana. Zakaria pun malu dibuatnya, buru buru dirapikan nya wajahnya agar tak nampak seperti apa yang dipikirkan oleh teman temannya saat ini. “Wkwkwk, Zakaria nangis wkwkwk...”Sahut Jabrik disambut kelakar Baskoro dan Ikrom kemudian bersambung pada semua yang ada di sana tak terkecuali Wirya dan menyisakan Sartika yang bertahan dengan wajah gelisah nya. “Istirahat dulu sana, biar dia tak rawat sama yang lainnya dulu ajah“ Ucap Zakaria ketika Sartika mencoba berdiri dan hendak beranjak ke tempat Nina tertidur. Zakaria merasa beruntung perhatian pasukan pasukan nya itu teralihkan kepada Sartika dan berhenti menggodanya ketika Sartika memaksa diri berdiri dengan segala rintihannya. Kali ini, Sartika mengiyakan titah Zakaria untuk nya. Sartika cukup tau diri, dia harus menjaga kondisi badan nya tetap fit, untuk melanjutkan ekspedisi yang tinggal sedikit lagi. Istirahat sebentar dan kembali melanjutkan dengan penuh bahagia. Yulia membantunya, dan tatapan Sartika terus tertuju pada Nina, Sartika masih gelisah jika saja Nina kembali meronta,...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Devil Billionaire

read
94.5K
bc

Marriage Aggreement

read
80.2K
bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
859.4K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.5K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
622.7K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook