Pacar Pura-pura Bu Dokter

Pacar Pura-pura Bu Dokter

book_age18+
79
FOLLOW
1K
READ
forbidden
love-triangle
one-night stand
family
HE
fated
forced
second chance
pregnant
arranged marriage
doctor
heir/heiress
drama
sweet
bxg
lighthearted
brilliant
loser
campus
city
office/work place
sassy
love at the first sight
affair
like
intro-logo
Blurb

Awalnya, Sherin hanya ingin membalas perlakukan sang kekasih yang tega bermain api dengan perempuan lain di belakangnya. Ia hanya ingin membuat pria itu menyesal setengah mati karena telah melukai hatinya. Namun siapa sangka, di tengah-tengah peran yang ia mainkan, Sherin justru terbawa arus karena mempercayakan hati dan cintanya pada Daneshwara. Pria asing yang baru beberapa saat dikenalnya.

Berbanding terbalik dengan sang wanita, Daneshwara yang sejak awal sudah melibatkan hati, kini terluka tatkala sadar dirinya hanya dijadikan senjata. Kembali patah dan tak terima, ia melambungkan ego dan memilih meninggalkan Sherin. Tanpa mengetahui perempuan itu juga merasa hancur sama sepertinya, bahkan tak sendirian. Melainkan membawa nyawa lain yang membuat dunianya tak lagi sama seperti semula.

chap-preview
Free preview
1. Gegabah
‘Besok aku tunggu di tempat biasa ya..’ ‘Btw, I miss you too, My Boy 😘😚 ‘ Dada Sherin mendadak merasa panas dan sesak. Ini bukan pertama kalinya ia menemukan pesan bernada mesra di ponsel sang kekasih. Minggu lalu ia juga menemukan hal serupa dari deretan nomor asing tak bernama. Masih mencoba berbaik sangka, Sherin mengira itu hanyalah pesan acak yang salah sasaran saja. Namun kali ini angka-angka itu sudah berganti dengan nama dengan sebutan ‘Belinda’. Nama yang cantik, serupa dengan parasnya. Bukannya apa, Sherin sendiri tahu perempuan mungil berwajah manis pemilik nama tersebut adalah rekan kerja Barra, kekasih yang sudah mendampinginya sekian lama. Mungkin Barra dan Belinda sekitar satu tahun mereka bekerja di tempat yang sama. Entah kenapa, baru beberapa minggu ini Sherin mengendus hubungan menjijikkan yang tak biasa di antara keduanya. Sial...!! "Pesanan kita sudah datang ternyata, sorry lama, tadi hampir terpeleset di toilet." Barra, kekasih Sherin yang baru saja kembali dari kamar kecil mendadak muncul di depannya. "Nggak lama kok, pesanan kita juga baru datang." Sherin berusaha menyembunyikan kesiap di raut wajah cantiknya dengan memasang senyum manis. "Cheerrrss.." Barra mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. "Congrats, akhirnya bisa praktik di Median Hospital. Susah lho masuk rumah sakit itu." Sherin mengulas senyum tipis saat melakukan hal yang sama. "Cheers... thank you, berkat dukunganmu juga." Sherin tahu ada yang salah dari dirinya. Jika ia perempuan normal, pastinya sudah mengamuk dan mencabik-cabik Barra lalu membuang potongan tubuhnya ke tengah lautan sana. Tapi yang terjadi, di sinilah dirinya berada, malah duduk manis di seberang meja Barra, di salah satu restoran dekat dengan tempat kerjanya. Dengan dalih kencan berbalut makan malam romantis. Delapan tahun mengenal dan empat tahun berpacaran dengan Barra Rexino, sudah cukup bagi Sherin untuk tahu seperti apa pria itu. Barra jauh dari kata pecundang atau b******n. Pria itu bahkan sangat gentleman, lembut, tidak pernah berkata kasar, sangat penyabar, penyayang, cerdas, jauh dari gemerlap dunia malam, jangan lupakan juga wajahnya yang rupawan dan sudah pasti menjadi idaman ibu-ibu mertua kekinian. Pokoknya label sempurna layak ia sandang. Begitulah Barra di matanya. Tapi anehnya ... mengapa pria itu kini malah berselingkuh dengan si Belinda Belinda itu? “Ngelamun aja, Sayang?” Sherin sedikit terhenyak ketika telapak tangan hangat Barra melingkupi jemari lentiknya. “Kamu mikirin apa sih?” Lagi mikirin selingkuhanmu sudah sekarat atau belum? Namun Sherin menggeleng untuk menghempaskan pikirannya yang terjebak pada pesan-pesan singkat si Belinda bibit pelakor itu. “Nggak mikirin apa-apa kok, tuh tadi ponsel kamu bunyi beberapa kali. Kali aja ada kabar yang penting,” ujar Sherin mengendikkan dagu ke arah ponsel Barra yang tergeletak di tepian meja. Sengaja mengalihkan pembicaraan untuk mengamati raut wajah Barra saat melihat pesan dari si wanita idaman lain, Belinda. Barra mengulas senyum tipis. Merutuk dalam hati tentang kecerobohannya meninggalkan ponsel di atas meja saat ia ke toilet tadi. Sherin bukanlah kekasih yang lancang dan terlalu posesif. Jadi ia yakin, perempuan cantik yang duduk di depannya ini tak akan sembarangan memeriksa isi ponselnya. "Mungkin cuma pesan dari Lindan, kami tadi sempat membahas pembebasan tanah di sebelah rumah sakit sebelum ke sini." Barra mencoba menormalkan raut wajahnya. Tentu saja karena tak ingin Sherin curiga bahwa kalimatnya hanya dusta semata. "Lindan apa kabar? terakhir ketemu sama istrinya katanya lagi hamil anak kedua," balas Sherin sengaja mengikuti arus kebohongan sang kekasih. Padahal jelas-jelas ia tahu yang mengirim pesan terakhir ke ponsel Barra bukanlah Lindan sebagai masa rekan sesama pengacara di firma milik ayah Barra. Melainkan Belinda si gadis mungil nan cantik yang tengah merayu kekasihnya. “Dia baik, lagi banyak ngurus kasus klien juga.” Bara menundukkan tatapan dan mengangguk-anggukan kepala. Terlihat sekali kalau sedang menutupi sesuatu. “Titip salam ya buat Lindan dan istrinya. Kemarin aku nggak sempat dateng ke opening butiknya karena banyak pasien d**a—” “Kenapa malah bahas Lindan dan istrinya sih, Sayang?” sela Barra dengan satu telapak tangan yang terulur mengusap pipi Sherin. Haruskah kita bahas Belinda, gadis kesayanganmu yang lain itu? jerit hati Sherin tak mampu ia utarakan secara blak-blakan. “Ah.. ak- aku hanya..” “Ini dinner special kita kan?” ujar Barra sangat lembut sambil menatap lurus ke manik mata sang kekasih hati. Sherin menipiskan bibir lantas tersenyum kaku. “Ah, tentu … tentu saja, ini special.” Andai kepala Sherin tak dipenuhi dengan chat mesra Barra dan selingkuhannya. “Sayang, sebenarnya aku nggak hanya mengajak makan malam. Tapi juga sudah menyiapkan ini..” Kalimat Barra menggantung saat ia menunduk untuk mengambil sesuatu dari saku celananya. Sherin mengambil napas panjang mulai menerka-nerka apa kiranya yang sudah disiapkan oleh Barra. “So, Sherinta Ade Wiryawan, maukah kamu menikah denganku?” Barra mengulas senyum manis saat membuka kotak beludru kecil yang sudah dipastikan berisi cincin berlian dengan kilau yang memukau mata. Napas Sherin tercekat, bukan kejutan seperti ini yang ia harapkan. Memang terkesan sangat manis dan romantis, idaman setiap perempuan dewasa. Tapi tidak setelah ia mengetahui kekasih tampannya ini main belakang dengan wanita lain. Tidak seperti ini harusnya. “Bar… ini, maksudku … apa ini tidak terlalu cepat?” “Setelah hubungan kita yang nyaris empat tahun? Dan menurutmu masih terlalu cepat?” “Maksudku … aku di sini hanya sementara, sampai rumah dan lahan papa terjual. Dan kamu juga sudah setuju dengan keinginanku pindah ke Jakarta untuk menemani Opa setelah semua urusan di sini beres. Jadi rasanya…” “Pernikahan atau, hmm … pertunangan nggak akan mengubah rencanamu, Sayang. Aku tetap akan mendukung karirmu. Kalaupun kamu pindah ke Jakarta, aku juga akan ikut dan turut serta membantu opa mengurus rumah sakitnya.” Barra mempertahankan senyum andalannya. Sherin adalah berlian yang tak bisa ia lepas begitu mudah. Jadi anggap saja lamaran dadakan ini sebagai jerat pertama untuk mengikat dokter bodoh yang beruntung karena memiliki paras cantik dan tumpukan uang dari harta kakeknya. “Jadi… yes or no?” Sherin mendadak bimbang setiap kali membawa-bawa sang kakek dalam percakapan. Karena bagaimana pun, opa kesayangannya itu akan menjadi prioritas dalam hidupnya selain membersamai adik tunggalnya yang masih remaja. “Opa pasti bahagia banget kalau denger kemajuan hubungan kita ini.” Barra meraih satu tangan Sherin dan siap memasangkan cincin berkilau itu. Kekalutan itu kembali hadir saat membayangkan senyum lebar Pramilu Wiryawan, kakeknya. Kebahagiaan opa, ah … tentu saja itu yang ingin Sherin persembahkan. Bahkan, Sherin tak lagi pusing memikirkan perselingkuhan Barra bersama seorang gadis bernama Belinda saat memikirkan opa. “So, Sher—” “Yess, of course! Aku bersedia kita tunangan dulu,” potong Sherin pada akhirnya. Ia sadar keputusannya gegabah, tapi di sisi lain ia juga paham konsekuensinya. Perkara Belinda si selingkuhan Barra, bisa ia pikirkan nanti bagaimana cara melenyapkannya. Karena sekarang ia hanya ingin menciptakan bahagia meski hanya sementara. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Shifted Fate

read
555.1K
bc

Chosen, just to be Rejected

read
126.1K
bc

Corazón oscuro: Estefano

read
725.7K
bc

Holiday Hockey Tale: The Icebreaker's Impasse

read
129.7K
bc

The Biker's True Love: Lords Of Chaos

read
287.3K
bc

The Pack's Doctor

read
612.1K
bc

MARDİN ÇİÇEĞİ [+21]

read
724.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook